Share

BAB 5 - Tak Tahan

Di dapur, Arlin mendapati mbok Min tengah membantu seorang pelayan memasak sebuah hidangan yang beda dari biasanya.

“Masak apa mba?” tanya Arlin setelah beberapa saat yang lalu meletakkan pakaian kotor kedalam mesin cuci baju.

“Ini non, menu spesial buat tuan Vardyn. Katanya dia mau masakan yang enak. Haduh non, kita ini kalau sudah diminta tuan untuk masak suka deg-degan, takut …” ucap pelayan yang biasa memasak di rumah tersebut yang tengah mengaduk-aduk masakannya.

“Memangnya kenapa mba?, kok takut?” tanya Arlin dengan alis mengerut.

“Ya soalnya kalau nda cocok sama lidah tuan, bisa-bisa kita kena damprat, hiii ngeri” ucap pelayan wanita itu sambil bergidik sendiri.

“Hahaha, mba ini … ya kalau tidak enak di lidah tuan kita-kita saja yang makan” canda Arlin.

“Ih non Arlin sih belum tau kelakuan tuan, tuan itu kalau sudah tidak suka maunya marah-marah”

“Ya namanya juga Bos mba, wajarlah kalau sering marah-marah. Yaudah mba, aku siapin mejanya dulu ya” ucap Arlin.

“Biar mbok aja non” ucap mbok Min segera.

“Gak apa mbok, kerjaan aku sudah selesai kok”

Setelah hampir setengah jam berlalu, hidangan di meja makan telah siap untuk di santap. Sayangnya, hanya ada satu kursi yang akan terisi disana, dan juga hidangan yang banyak tersebut hanya untuk satu orang saja.

Vardyn datang dengan langkah beratnya. Wajahnya yang tampan terlihat sedikit segar sehabis di basuh dengan air.

Pria itu mulai duduk di kursi dan mengambil hidangannya seorang diri.

Tapi tiba-tiba …

“PELAYAN!, SINI CEPAT!” pekik Vardyn begitu keras hingga membuat semua penghuni rumah tersebut terkejut dan spontan tegang dan takut.

Dua orang pelayan, mbok Min dan satu pelayan tukang masak berdiri berjejer menghadap kepada tuannya dengan wajah penuh kengerian.

“Siapa yang masak masakan ini?!” ujar Vardyn dengan kemarahan.

“S-saya tuan” jawab pelayan yang tadi memasak dengan tertunduk dan sedikit membungkuk.

“Kamu, makan!, MAKAN INI CEPAT!!” sambil menyalak, Vardyn menyerahkan sepiring ikan gurame asam manis buatan si pelayan.

Pelayan itu dengan keragu-raguan dan ketakutan yang terlihat jelas di wajahnya, terpaksa mengambil piring yang di sodorkan tuannya kepadanya.

Pelayan itu mencicipi masakannya sendiri.

“Apa rasanya?!” tanya Vardyn masih dengan kemarahannya.

“Asam, manis d-dan sedikit pedas tuan” ucap pelayan itu menjelaskan rasanya.

“Enak tidak menurutmu!” bentak Vardyn lagi.

Pelayan itu tidak menjawab, tetapi ia menoleh kebingungan kearah mbok Min.

“Itu makanan untukku atau untuk kucing hah! Rasanya tidak karuan begitu!”

“Aku tunggu setengah jam lagi! Buatkan masakan yang berbeda dari yang kau pegang itu!, kalau tidak enak juga besok kau bisa kemasi barang-barangmu!” Vardyn beranjak dari kursi dan menuju ke ruang kerjanya.

Semua kembali ke dapur dengan kesedihan dan ketakutan. Pelayan yang memasak tadi menangis menahan kesalnya.

Arlin yang sedari tadi berada di dapur dan mendengar semuanya, ikut merasakan sesaknya dada pelayan wanita itu, gadis itu mencoba menenangkan.

“Mba, sabar yah, kita buat lagi yuk, biar aku bantu” ucap Arlin sambil mengelus pundak pelayan wanita itu.

“Nda usah non, aku biar berhenti saja dari sini, aku sudah nda tahan sama kelakuan tuan. Aku sudah nda mau masak lagi!” ucap pelayan itu sambil membanting celemek yang sudah ia lepas dari tubuhnya.

“Mba, jangan begitu. Yasudah, biar coba aku saja yang masak, mba istirahat dulu” ucap Arlin yang kemudian melihat bahan-bahan yang masih tersisia.

“Non Arlin … “ pelayan itu hanya menatap Arlin yang sudah menjauh darinya dan tengah mencari bahan-bahan yang bisa dibuat masakan.

Setelah beberapa menit berlalu, sebuah masakan dengan menu lain terhidang lagi di meja makan.

Mbok Min memanggil Vardyn untuk mencicipi masakan tersebut.

Semua pelayan berdiri disana menunggu tanggapan dari sang tuan, termasuk Arlin.

Vardyn kembali duduk sambil menatap tajam kearah para pelayan dan kemudian menatap masakan tersebut.

Pria itu mulai menyuap satu suapan pertama ke mulutnya. Alisnya menaut, yang membuat para pelayan juga Arlin ketar-ketir, takut akan omelan yang akan keluar lagi dari tuannya.

“Siapa yang memasak?!” tanya Vardyn seraya menoleh kearah pelayannya.

Semua pelayan termasuk mbok Min menoleh kearah Arlin.

“Aku yang memasak tuan” jawab Arlin yang sudah siap dengan kalimat menyakitkan yang akan diterimanya.

“Hmm, lumayan enak. Aku suka masakanmu” ucap Vardyn yang membuat para wanita disana menghela nafas lega.

Semua pelayan akhirnya akan kembali ke dapur, termasuk Arlin dan mbok Min. Tapi tiba-tiba, Vardyn mengatakan sesuatu.

“Hey, gadis berambut coklat, kau tetap disini!” Arlin spontan menoleh kearah Vardyn.

Wajah Arlin kembali menyiratkan ketakutan.

Mbok Min yang sedikit melirik kearah Arlin menaruh iba pada gadis itu.

'Kasian non Arlin' batin Mbok Min.

Arlin melangkah sedikit mendekati meja makan.

“Ada apa tuan?” tanya Arlin dengan kedua tangan menyatu di depan roknya.

“Tuangkan aku minum, dan sediakan salad itu!” perintahnya kepada Arlin tanpa memadang wajah gadis itu.

Arlin tak menggubris perintah pria itu, ia hanya diam masih berdiri di posisinya.

“Hey!, kenapa diam? Apa kau tuli?!” ujar Vardyn yang kemudian melihat wajah Arlin.

“Kenapa tuan selalu menyuruhku dan bukan pelayan lain?, aku sudah berapa kali bilang, aku perawat nyonya Melinda dan bukan pelayan anda!”

“Kau ini keras kepala sekali!. Layani aku sekarang atau kau akan terima gajimu untuk yang terakhir!” tukas Vardyn.

“Baik, aku memilih untuk menerima gajiku yang terakhir!” Arlin dengan wajah kesal berlalu dari hadapan Vardyn.

“Hey!!” panggilan pria itu tidak dihiraukan Arlin sama sekali.

Vardyn menatap punggung Arlin yang sudah berlalu menuju ke ruangan lain.

“Sial!, awas saja kau!. Dasar gadis bodoh!” ucap Vardyn di sela kekecewaannya.

*

*

*

Di kediaman ibu Siska,

“Jadi, kau tidak lagi bekerja disana?” tanya bu Siska sedikit kecewa.

“Ya bu, maafkan aku. Tapi nyonya Melinda bilang aku akan dipanggil lagi kesana jika suaminya sudah berangkat lagi kembali ke luar kota”

“Yasudahlah, aku juga tidak bisa memaksakanmu untuk terus sabar menghadapi suami Melinda”

“Tapi, setelah ini kau akan kerja dimana?” tanya bu Siska lagi.

“Mungkin untuk sementara aku akan kembali bantu-bantu di rumah makan bu Angga, tidak apalah bu sekedar untuk makan sehari-hari mungkin sudah cukup”

“Kau tinggal saja disini lagi Arlin, pintu rumahku selalu terbuka untukmu nak” ucap bu Siska bijak.

“Bu, ibu sudah terlalu baik padaku, sudah saatnya aku membalas kebaikan ibu dan bukan lagi menyusahkan. Aku akan mencari kontrakan atau rumah yang bisa di sewa bu”

“Yah, baiklah nak, kau sudah dewasa, semua keputusan ada ditanganmu, tapi jika kau memerlukan apa-apa datanglah kesini”

“Pasti bu” Arlin memeluk ibu angkatnya yang ia sayangi seperti ibunya sendiri.

Arlin yang kini duduk sendirian di sofa bu Siska, karena wanita itu tengah beranjak kedalam, ia teringat akan satu hal ketika hari terakhir ia berada di rumah Melinda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status