“Kalau aku ingin pelayan lain membereskan mejaku sudah kulakukan dari tadi”
“Aku-mau-kau-yang-membereskannya!, Kau paham!” dengan kalimat sangat jelas Vardyn menjelaskan sambil menarik lengan Arlin sehingga tubuh gadis itu mendekat kearahnya dan pria itu menatap tajam mata Arlin dengan intens.Mata Arlin berbinar dan membulat menatap manik mata pria di depannya, wajah gadis itu agak mendongak keatas karena tubuhnya lebih mungil dibanding tubuh pria kekar di depannya dan tinggi kepalanya hanya sebatas leher pria itu, kini ketakutannya tidak bisa lagi disembunyikan.Arlin diam dengan ketakutan yang menyebar keseluruh tubuhnya.“Kau berada dirumahku, berarti kau juga pelayanku!” ujar Vardyn sambil melepaskan cengkraman tangannya di lengan Arlin.Dengan tangis tertahan yang hampir tumpah, Arlin beranjak ke meja kerja tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.Dengan keterpaksaan dan kekesalan yang sangat, Arlin membereskan dokumen, kertas, map dan pena yang berserakan, yang seolah barang-barang itu sengaja di buat berantakan.Arlin berfikir, tidak mungkin seorang yang selesai menulis meletakkan pulpennya di ujung mejanya dan jauh dari kertas, dan bukan hanya satu pulpen, tapi tiga pulpen yang tergeletak di arah yang berbeda. Juga kertas yang bergeletakkan yang diluar kebiasaan pekerjaan menulis seseorang.Vardyn melangkah menuju kursi kerja dengan sandaran lebih tinggi dari kepalanya. Pria itu duduk di belakang meja kerja yang Arlin tengah bereskan.Kini posisi Arlin berhadapan dengan Vardyn, Arlin berdiri sedangkan pria itu duduk dengan santainya.Merasa diperhatikan, Arlin yang masih membereskan kertas-kertas melirik dengan sekejap kearah Vardyn, dan ternyata benar saja, pria itu memang sedang memandangi Arlin, entah sejak kapan pria itu memperhatikan Arlin.Arlin yang merasa canggung dan risih tak bisa berbuat banyak, ia hanya bisa memalingkan wajahnya dan menunduk dengan tangan yang terus bergerak.Vardyn bersandar dengan siku yang bertumpu pada tangan kursi. Jemarinya memainkan dagunya sendiri, dan tatapannya mengarah kepada gadis di depannya.Tatapan yang mungkin memiliki pemikiran beragam di benak pria itu.Setelah beberapa saat, pekerjaan Arlin selesai. Semua telah tertata rapih. Tidak ada lagi alasan untuk Vardyn untuk menahannya disana, gadis itu sudah ingin buru-buru keluar dari ruangan itu.“Semua sudah selesai tuan, aku ingin kembali ke kamar nyonya Melinda, beliau harus terapi pagi ini” ucap Arlin dengan sedikit menunduk.“Kau sangat telaten mengurus istriku. Apa kau juga bisa telaten mengurus keperluanku?” ujar Vardyn masih bersandar pada sandaran kursi.“Maaf tuan, tapi sepertinya itu bukan tugasku” jawab Arlin tegas.“Itu akan menjadi tugasmu mulai sekarang. Aku akan menambahkan tiga kali lipat gajimu dari yang kau dapat dari wanita di kamar sana” kini Vardyn bangkit dari bersendernya dan menumpukan kedua lengannya pada meja.“Tapi tuan, aku tidak bisa, tugasku hanya mengurus dan merawat nyonya Melinda, lagipula bukankah tuan hanya akan tinggal beberapa hari saja dirumah ini?” ucap Arlin.“Kau itu ternyata gadis yang sok tahu. Siapa yang bilang bahwa aku akan tinggal beberapa hari disini?” tanya Vardyn.“Nyonya Melinda dan mbok Min bilang bahwa biasanya anda tidak akan lama jika kembali kerumah”“Ini rumahku. Lalu bagaimana jika aku menginginkan untuk tinggal lama disini?”Arlin hanya menunduk tak mampu lagi menjawab. Ia sudah ingin cepat-cepat berlalu dari sana.“Baiklah tuan, sepertinya aku harus ke kamar nyonya Melinda” ucap Arlin yang tanpa menunggu jawaban dan langsung bergegas keluar ruang kerja tersebut.Di luar ruangan tadi Arlin menghela nafas panjang. Akhirnya ia bisa menghindari ketakutannya.Arlin dengan segera menuju kamar Melinda. Tetapi ia tak menemukan wanita itu disana.‘Nyonya Melinda, kemana dia?’ gumam Arlin ditengah kebingungannya.Arlin melangkah dengan cepat menuju ke ruangan lain. ‘Kemana perginya nyonya Melinda’ gumam Arlin dalam batinnya.Ketika Arlin menuju ke dapur, ternyata Melinda tengah berusaha membuat teh sendiri di atas kursi rodanya.Wanita itu terlihat kepayahan dengan usahanya sendiri.“Nyonya!, anda ingin membuat apa?!, biar aku yang buatkan. Kenapa anda tak menungguku?” Arlin dengan sigap meraih gelas dan sendok yang di pegang oleh Melinda.“Aku tahu kau sedang di ruangan suamiku” ucap Melinda.“Iya nyonya, aku terpaksa membereskan meja kerja tuan. Oya, kemana mbok Min nyonya?, kenapa anda tidak menyuruhnya untuk membuatkan teh?” tanya Arlin.“Tidak apa, mbok Min sedang kepasar, pelayan yang lain juga sedang mengurus pekerjaannya” ucap Melinda.“Ehm!” sebuah deheman berat terdengar di belakang mereka.Spontan keduanya menoleh kearah suara. Ternyata Vardyn tengah bersender di tepi dinding dengan tangan melipat di dadanya.“Aku ingin bicara padamu Melinda” ujar Vardyn.“Baik” Melinda mendorong roda di kursinya ke sisi meja makan.Arlin masih menyiapkan teh untuk Melinda. Setelah beberapa saat selesai, Arlin meletakkan teh itu di depan Melinda dan akan bergegas pergi.“Aku permisi dulu nyonya” ucapnya sambil sedikit melirik kearah Vardyn yang juga menatapnya.“Ada apa?” tanya Melinda sedikit ketus tanpa melihat wajah tampan Vardyn.“Aku akan tinggal beberapa pekan lagi disini. Pekerjaanku masih bisa di tangani oleh asistenku” ucap Vardyn yang sudah duduk di kursi meja makan.“Tapi untuk apa kau berlama-lama disini? Bukankah kau tidak suka berada di dekatku?”“Hey, ini rumahku!, aku berhak tinggal disini semau yang kusuka” tubuh Vardyn agak maju sedikit menjelaskan kalimatnya pada Melinda.“Aku tahu!”“Aku ingin memiliki pewaris. Aku ingin memiliki keturunan” kalimat Vardyn tiba-tiba mengguncang Melinda. Wanita itu kaget mendengarnya tetapi dengan cepat ia menutupi terkejutnya dengan wajah datar.“Baiklah, menikahlah lagi dengan wanita lain, itu hakmu untuk menikah lagi, lagipula aku sudah tidak perduli dengan urusanmu dan aku sudah tidak memiliki rasa apapun denganmu, termasuk cemburu, rasa itu sudah mati beberapa tahun yang lalu”“Aku ingin kau yang mencarikannya” ucap Vardyn.“Kenapa harus aku yang mencarikan untukmu?!, tidak, carilah sendiri, itu urusanmu!” tukas Melinda sambil menautkan alisnya.“Kenapa setiap kali kita berbicara selalu saja seperti ini!” Vardyn sedikit menggebrak meja makan kemudian beranjak dari duduknya, berdiri kemudian berlalu dari ruangan tersebut.Melinda yang tinggal sendirian, memutar cangkir tehnya dengan satu tetes air mata yang jatuh melewati pipinya yang pucat.Sore menjelang,Arlin mendorong perlahan kursi roda Melinda di taman depan. Mereka menyusuri tanaman yang rindang dan sejuk di taman itu.Dari kejauhan ternyata Vardyn memperhatikan mereka di balik gorden jendela kamarnya. Tangannya yang melipat di dada dan tubuhnya yang sedikit bersandar pada dinding, seolah tengah memperhatikan sebuah pemandangan yang indah, tetapi matanya tengah tertuju pada gadis muda yang cantik di bawah sana.Melinda dan Arlin telah kembali ke kamar. Melinda merebahkan tubuhnya di ranjangnya, sedangkan Arlin bergegas menuju dapur untuk membawa pakaian kotor yang ada di kamar Melinda.Di dapur, Arlin mendapati mbok Min tengah membantu seorang pelayan memasak sebuah hidangan yang beda dari biasanya.“Masak apa mba?” tanya Arlin setelah beberapa saat yang lalu meletakkan pakaian kotor kedalam mesin cuci baju.“Ini non, menu spesial buat tuan Vardyn. Katanya dia mau masakan yang enak. Haduh non, kita ini kalau sudah diminta tuan untuk masak suka deg-degan, takut …” ucap pelayan yang biasa memasak di rumah tersebut yang tengah mengaduk-aduk masakannya.“Memangnya kenapa mba?, kok takut?” tanya Arlin dengan alis mengerut.“Ya soalnya kalau nda cocok sama lidah tuan, bisa-bisa kita kena damprat, hiii ngeri” ucap pelayan wanita itu sambil bergidik sendiri.“Hahaha, mba ini … ya kalau tidak enak di lidah tuan kita-kita saja yang makan” canda Arlin.“Ih non Arlin sih belum tau kelakuan tuan, tuan itu kalau sudah tidak suka maunya marah-marah”“Ya namanya juga Bos mba, wajarlah kalau sering marah-marah. Yaudah
Hari terakhir di rumah Melinda sebelum kepergian Arlin,Saat itu Vardyn tengah keluar untuk menemui relasi bisnis nya. Arlin akan berpamitan pada Melinda, tapi bersamaan dengan itu, seorang pria tinggi besar dan lumayan tampan menghampiri rumah besar itu.Arlin yang sudah berada di halaman depan yang telah siap dengan koper dan tas besarnya melihat dan berpapasan dengan pria itu, kemudian pria itu juga menatap Arlin agak lama.“Apa Melinda ada?, katakan padanya aku Fedri” tanyanya pada Arlin.“Ya, ada tuan, sebentar” ucap Arlin yang kemudian melangkah lagi ke dalam rumah.“Nyonya, ada seorang pria di depan ingin bertemu anda, namanya Fedri” ucap Arlin.Paras Melinda spontan berubah.“Fedri …” seolah melihat sebuah harapan, Melinda bersemangat dengan raut wajah yang sangat senang juga menyiratkan kebingungan.“S-suruh dia masuk Arlin, Arlin … terimakasih untuk semuanya” ucap Melinda.“Baik nyonya, oya, aku sekalian pamit nyonya, aku permisi” ucap Arlin untuk terakhirnya di rumah itu.Ar
"Um, apa aku harus berbicara berdiri seperti ini?" tukas Fedri.Arlin menghela nafas sesaat.“Hmm,baiklah, masuklah, tapi tolong sebentar saja ya tuan” ucap Arlin yang akhirnya mempersilahkan Fedri masuk.“Silahkan duduk” Arlin mempersilahkan Fedri duduk di sofa sederhana di rumah sewa yang juga sederhana.“Begini, apa kau tidak bisa kembali merawat nyonya Melinda?, dia sepertinya sedikit stress dengan kelakuan suaminya, sebaiknya ada seseorang yang bisa menghiburnya”Ucap Fedri dengan kedua lengan bertumpu pada lututnya.“Maaf tuan, tapi aku sudah memutuskan untuk tidak kembali kesana selama suami nyonya Melinda ada disana” ucap Arlin.“Hah?, apa itu berarti kau bermasalah dengan suami Melinda?” wajah Fedri tiba-tiba serius.“Ah, bukan, bukan seperti itu, tapi aku hanya tidak kuat dengan sikap tuan Vardyn, karenanya aku memutuskan untuk berhenti dari sana”“Benar dugaanku, ini semua pasti karena pria brengsek itu” geram Ferdi.“Tapi, ini juga tidak sepenuhnya salah tuan Vardyn, karena
Beberapa hari kemudian,“Duduklah nak. Siapa namamu tadi?” tanya seorang wanita tua, berambut coklat bercampur putih perak karena uban yang hampir merata menebar di rambutnya.“Aku Arlin nyonya” jawab gadis cantik berparas lembut itu yang tengah duduk di kursi kayu jati berukiran indah.“Ah ya, nak Arlin. Aku cuma punya tiga orang disini, supir pribadi, tukang kebun dan pelayan yang bertugas bersih-bersih. Jadi selebihnya adalah tugasmu, bagaimana nak Arlin? Apa kau sanggup dengan pekerjaan ini?” ucap wanita tua yang di kenal dengan sebutan nyonya Rubby.“Apa memasak termasuk pekerjaanku nyonya?” tanya Arlin memastikan.“Ya jika kau sanggup, karena selama ini aku hanya membeli makanan dari luar, kalau kau bisa memasak itu lebih bagus”“Baiklah, aku akan coba untuk mengerjakan sesuai kemampuanku nyonya”“Baiklah, terimakasih nak”“Oya nyonya, apa anda tinggal hanya sendirian?, maksudku apa anda memiliki keluarga yang lain?”“Suamiku sudah lama meninggal, dan aku memiliki seorang putra,
Jericho terus mencari gadis itu, sampai ia menemukannya, ternyata gadis itu sedang memberi makan kucing liar di kebun belakang, karena kebun belakang bisa di lalui dari pintu dapur.Arlin berjongkok memberi makan kucing di kebun belakang tersebut. Kemudian ia berdiri dan ketika membalik badan, jantungnya serasa copot, nafasnya seolah berhenti sejenak, matanya yang indah membulat sempurna.Seorang pria yang ia kenal, dengan sangat tiba-tiba menyergapnya sambil menutup mulut Arlin dengan telapak tangannya yang kokoh.Tangan sebelah pria itu menahan kepala Arlin dari belakang.Arlin tidak mampu berteriak. Mata gadis itu terlihat tegang membulat dan menyiratkan keterkejutan, ketika pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Arlin dengan mulut gadis itu yang masih tersumbat telapak tangan kokoh pria itu.“Ssst!!, jangan berisik! Aku mau kau diam!” ucap pria itu dengan suara sedikit pelan.Dengan perlahan pria itu melepaskan tangannya dari mulut Arlin.“Kita bertemu lagi -pelayan-, sekarang kau
“Mau sampai kapan kau berdiri disitu?!” ucap pria itu lagi, kemudian ia memejamkan matanya dengan santai.“Aku akan memanggil si mbak saja untuk membereskan kamar anda” ucap Arlin yang akan beranjak keluar.“HEY!! DIAM DISITU!!” suara Vardyn tiba-tiba pecah menjadi keras, membuat Arlin terkejut lagi dan berhenti melangkah.“Aku mau kau yang mengerjakannya! Bukan si mbak!” perintah Vardyn yang terlihat sedikit geram.“Kenapa tuan selalu memperlakukan aku sebagai pelayan?!, aku adalah perawat nyonya Rubby!, Pe-ra-wat!, bukan pe-la-yan!” akhirnya Arlin bisa memuntahkan kekesalanya.“Apa bedanya itu disini, sama-sama bekerja untukku dan mamaku”Tiba-tiba nyonya Rubby sudah ada di belakang Arlin.“Ada apa nak?, kenapa sepertinya ada ribut-ribut?, apa putraku membentakmu?” tanya nyonya Rubby yang nafasnya sedikit tersengal karena sehabis menaiki tangga.Arlin spontan menoleh kebelakang.“Ah, nyonya?!”“Mama?!, kenapa ke atas?” Vardyn langsung bangkit dari berbaringnya.“Aku mendengar kalian
“Sebenarnya aku sangat senang dan kerasan disini nyonya, apalagi anda sangat baik padaku, tapi … ,sepertinya aku tidak bisa lama untuk bekerja disini” ucap Arlin yang masih bingung untuk mengungkapkan alasan yang sebenarnya kenapa ia ingin pergi dari sana.“Apa, jangan-jangan, karena kelakuan putraku?!” tiba-tiba mata Arlin memandang wajah wanita di hadapannya.“Apa yang dia lakukan padamu nak?, katakanlah?!” nyonya Rubi menguncang pundak Arlin.“D-dia tidak melakukan apa-apa nyonya, hanya saja, tuan Vardyn, maksudku tuan Jerico agak kasar memperlakukanku” ucap Arlin dengan suara lirih.“Hmm, maafkanlah putraku sayang, nanti aku akan bicara padanya. Tapi ingat!, kau jangan pergi dulu dari sini” nyonya Rubi buru-buru menemui Vardyn yang entah sedang berada dimana pria itu sekarang.Beberapa saat kemudian, Arlin yang tengah membuat teh hangat untuk dirinya sendiri di kagetkan dengan kehadiran Vardyn yang di geret lengannya untuk menghadap Arlin.“Apa-apaan ini ma?!” tanya Vardyn sambil m
“Kenapa anda jahat sekali!” geram Arlin.“Aku tidak jahat, tapi aku bisa jahat jika seseorang menolak keinginanku”“Kenapa anda memaksa sekali” “Sudahlah Arlin!, bisakah kau mengiyakan saja permintaanku!” tegas Vardyn.Arlin hanya menghela nafas panjang. “Baiklah!, tapi tolong jangan perlakukan aku dengan kasar” “Itu bukan otoritasmu untuk memerintahku, tugasmu adalah melayaniku dan mematuhiku, kau paham!” Vardyn menatap mata Arlin.“Tapi bagaimana tugasku sebagai perawat nyonya Rubi?” “Kau masih tetap menjadi perawat mamaku, kau tetap akan menerima gaji darinya, dan kau menjadi pelayanku, dan kau juga menerima gaji dariku, bukankah itu sesuatu yang menguntungkan untukmu?” tukas Vardyn .“Tidak juga, itu berarti pekerjaanku akan semakin berat” “Tidak berat, karena kau akan melayaniku ketika hanya aku pulang kesini, dan aku akan kembali ke apartemen untuk beberapa pekan”“Lalu, apa yang harus kulakukan sebagai pelayan anda?, apa aku harus menyiapkan makanan atau pakaian anda?” tany