LOGINBesok paginya, Nura sampai di kelas jam 7 kurang 15 menit, sebenarnya jadwal tetap matkul aransemen & orkestrasi itu dimulai jam 8 tapi gadis itu sengaja datang lebih awal ke kampus karna hari ini ada ujian tertulis, dan kejadian di perpustakaan kemarin tentu aja bikin dia ngga fokus belajar, jadilah di pagi yang tenang ini Nura, si gadis cantik bertubuh mungil itu sibuk ngulang lagi materi hafalannya..
Baru aja mau membuka lembar berikutnya, kehebohan menghampiri, "woosh" rusak deh ketenangan batin pagi itu.. ya siapa lagi pelakunya kalau bukan Mecca Wulandari "Sst.. Ra.. raa.. Nuraa" tapi si pemilik nama sama sekali nggak bergeming, Semua anak-anak kelas kompak menoleh saat suara lantang Mecca terdengar. “NURAA ALFIANDRI~!” teriaknya, membuat Nura hampir meloncat dari kursi karena kaget. Nura menatap Mecca dengan mata setengah kesal, “Ca… ya ampun… bisa ga sih diem sebentar? Aku lagi mau fokus ngafalin nih!” Mecca cuma bisa tersenyum jahil, lalu jalan ke bangku sebelah Nura sambil menepuk meja. “Ahahaha… akhirnya kedengeran juga suara kamu, Ra! Aku nggak tahan liat kamu diem-diem serius gitu, jadi aku panggil deh~” Beberapa teman di kelas masih ada yang menoleh memperhatikan mereka, tapi sebagian yang lain milih cuek dan balik badan. Nura menepuk meja pelan, menahan senyum tapi wajahnya masih memerah. “Ca… serius deh, jangan ganggu aku sekarang please. Aku harus hafal semua ini, jangan bikin aku lupa,” keluh Nura. Mecca pura-pura ngerasa salah tapi matanya tetap penuh binar jahil. “Yaelah Ra, aku cuma mau motivasi kamu aja! Lagian… siapa sih yang nggak pengen denger cerita perpustakaan kemarin, hehe…” Nura menutup wajahnya dengan tangan sambil menahan tawa dan malu. “Ca!!! Aduh… jangan keras-keras gitu dong ngomongnya, kan malu tuh diliatin yang lain!!” Mecca terkekeh lebar, masih nggak kehilangan semangatnya menggoda Nura. “Tenang aja, Ra… aku cuma mau bikin suasana nggak tegang. Eh tapi nih, nanti aku mau ‘pajak jadian’ kamu sama si Arthur, hmmm… kira-kira aku minta apa ya?” Nura menarik napas panjang, menatap buku hafalan ujian, tapi berbanding terbalik sama hatinya yang terasa hangat. Meskipun Mecca selalu bikin kehebohan, sahabatnya itu selalu berhasil membuatnya tersenyum, bahkan di momen paling tegang sekalipun. .. Di jam istirahat, terdengar suara dering ponsel berbunyi, Nura menatap layar ponselnya sebentar, bibirnya tersenyum tipis. Pesan itu dari Arthur: "Ra, lagi istirahat? Kalau mau, kita nongkrong di kafe depan kampus yuk. Aku traktir kopi. 😊" Mecca yang duduk di sampingnya langsung mencondongkan tubuh, matanya berbinar penuh penasaran. “Eh?! ko senyam senyum sih ra? emang siapa yang ngechat? Arthur yaa…” Nura menutup layar ponsel dengan cepat, pipinya memerah. “Ca… bisa ngga sih kurang-kurangin level keakutan kepo kamu itu? ga baik tau ca” Tapi Mecca nggak menyerah, “Ah, gapapa lah… aku cuma pengen tau doang ra. Eh tapi, kafe depan kampus ya? Wah… ini ada kesempatan nih. Pajak jadian aku bisa mulai disusun~ hihihi” Nura menepuk dahinya pelan sambil menarik napas, berusaha menenangkan diri. “Ca… serius, jangan mulai deh… aku cuma mau nongkrong sebentar, ada yang mau diobrolin juga sih.” “Yaelah, Ra… santai aja kali, aku nggak bakal ikut kok… kali ini~” Nura tersenyum tipis, membuka ponselnya kembali untuk membalas pesan Arthur. "Oke, see you ya. Tunggu aku." Mecca menepuk tangan kecilnya dengan senyum nakal. “Hahaha… akhirnya mereka ada momen berdua juga, asik nih~ Semogaa rezeki anak sholehah dapet traktiran aamiin” Nura lalu beranjak dari kursi nya dan pergi ke cafe tempat mereka janjian. "Duh ini bisa dibilang first date gaa sih? ko aku jadi deg-degan parah sih.. nanti disana kita mau ngobrolin apa ya?" Karena ga fokus, di jalan tadi Nura hampir aja nabrak tiang lampu di ujung trotoar, tapi untungnya dia cepet-cepet sadar. Sementara di tempat lain, Arthur udah duduk di pojokan cafe nunggu Nura dateng. Sama kaya Nura, dia juga grogi banget hari ini, apalagi yang ngide buat ngajakin Nura nongkrong di cafe kan dia.. "Nura beneran jadi dateng nggak ya? nanti kalo dia dateng aku harus gimana? ngobrolin soal apa?" ucapnya kikuk sambil menggaruk kepalaSetelah menemukan musholla, Nura langsung bergegas mengambil wudhu, tapi sebelum itu ia sempat berkata pada Arthur, "Thur aku sholat dulu ya, kamu mau nungguin aku sampe beres sholat atau mau langsung pulang duluan?""Sans aja Ra, aku nggak buru-buru banget pulang kok lagian di rumah suasana nya lagi ngga kondusif, kan kamu tau sendiri wkwk.. Nikmatin aja waktu kamu berdua sama Tuhan ya, aku nunggu kamu disini..""Ooh okee kalo gitu.. wait yaaa""Ra.. raa, aku sekalian nitip doa yaa hehe"Cuma jempol yang jadi jawaban untuk Arthur, selanjutnya sosok Nura sudah hilang di balik tembok.Sembari menunggu Nura, Arthur sibuk menelaah kembali semua yang terjadi padanya belakangan ini.. mulai dari pertemuan pertama mereka, kejadian di cafe, gosip yang sempat menyebar seantero kampus, kecanggungan mereka, kekaguman Arthur sama Nura waktu liat perform nya di acara kampus, sampe masalah dia dan ayahnya dan hari ini pertemuan kesekian mereka, semuanya terputas jelas di otak Arthur, dan dia menyad
Langit sore kali ini berwarna jingga keemasan, seolah sedang melukis ketenangan setelah hari-hari kemarin yang penuh hiruk pikuk.Burung-burung kecil melintas di antara pohon cemara yang mulai gugur, sementara semilir angin membawa aroma tanah dan daun basah sisa hujan tadi siang.Di bangku taman yang agak tersembunyi di sudut barat, Nura duduk sambil memainkan gantungan kunci berbentuk treble clef, kesayangannya. Ia melirik jam tangan, lalu tersenyum kecil ketika sosok yang ditunggunya akhirnya muncul — Arthur, dengan kemeja biru muda yang digulung sampai siku dan rambut sedikit berantakan. Iya, setelah 2 hari yang lalu mereka bertukar cerita via telepon, akhirnya hari ini mereka memutuskan untuk bertemu secara langsung di taman kota. “Maaf ya ra aku telat dikit hehe” katanya sambil mengangkat dua gelas minuman dingin. “Aku tadi sempet nyasar soalnya taman ini ternyata luas banget ya.” Nura terkekeh. “Padahal aku udah kasih shareloc, loh thur.” Arthur duduk di sampingnya, m
Sudah beberapa hari berlalu sejak obrolan panjang malam itu, tapi setiap kali Nura mengingatnya, bibirnya selalu tanpa sadar tersenyum. Percakapan lewat telepon yang awalnya hanya basa-basi ringan kini berubah jadi kebiasaan kecil yang ia tunggu setiap malam.Namun sore itu, ada sesuatu yang terasa berbeda. Notif pesan yang ia tunggu, tidak juga muncul. Padahal biasanya Arthur selalu rajin mengiriminya chat seperti "kamu lagi apa ra? “udah makan belum?” atau “hari ini pulang jam berapa? bareng yuk”. "Arthur kemana ya? ko tumben banget seharian ini dia nggak ada ngehubungin"Nura menatap layar ponsel nya yang tetap sepi, lalu menghela napas. Ia mencoba mengalihkan diri dengan latihan biola, tapi fokusnya buyar setiap beberapa menit. Nada-nada yang seharusnya lembut malah terdengar goyah.“Udah gapapa nura kamu harus tetep fokus, positif aja mungkin dia ketiduran, sibuk atau gaada kuota.. mending lanjut lagi deh latihannya” gumamnya, separuh kesal pada diri sendiri.Ketika lagi fokus l
"seharian ini aku capek banget, kayanya minum coklat panas sambil nonton enak kali yaa.. etapi bentar deh, coklat yang kemaren itu masih ada sisa ga ya? aku cek dulu kali" tanpa menunda, Nura langsung pergi ke dapur. "Alhamdulillah masih ada stok wkwk, kalo abis males banget aku harus jalan dulu ke warung Mang Sobur, jauh.. hihii rezeki anak sholehah, emang nggak kemana.." setelah menyeduh cokelat, Nura langsung balik lagi ke kamar. Dia duduk di depan laptop dan sibuk milih-milih film apa yang mau dia tonton, akhirnya pilihannya jatuh ke Jurassic World. Di awal film mulai, dia emang keliatan banget seriusnya, tapi di pertengahan entah kenapa fokus itu sepertinya hilang, Nura tampak sedang memikirkan sesuatu dibanding menikmati alur film. "Di acara tadi sore, aku kayanya liat arthur deh.. tapi ko sampe beres acara dia ga nemuin aku ya? etapi aku juga nggak yakin sih dia beneran ada disana apa nggak" ternyata yang membuat Nura hilang fokus adalah kejadian acara tadi sore di kampus. S
Hari itu, suasana aula fakultas musik sangat berbeda dari biasanya. Banyak mahasiswa dan mahasiswi dari fakultas lain memenuhi ruangan, karena tepat sore ini ada kegiatan yang diadakan. Acara konser mini tahunan lebih tepatnya, ya memang bukan acara yang besar, tapi cukup bergengsi. Semua mahasiswa jurusan musik diwajibkan untuk tampil, entah itu solo ataupun grup, hal itu sebagai bentuk tambahan nilai semester sekaligus ajang unjuk diri.Nura sejak pagi sudah gelisah. Tangannya dingin, kertas partitur yang dipegangnya berulang kali ia lipat lalu dibuka lagi. Byeol, biola kesayangannya, entah sudah berapa puluh kali ia gesek, bagi yang mendengar mereka merasa permainan Nura sudah sangat bagus walaupun ini masih dalam sesi latihan. Tapi, Nura sendiri masih merasa begitu tegang. Ia takut penampilannya nanti nggak maksimal.Mecca duduk di sampingnya, sibuk ngemil wafer seolah nggak ada beban. “Santai aja kali, Ra. Nggak usah tegang banget kaya gitu, aku yakin kok penampilan kamu nanti ba
Hari-hari di kampus akhirnya kembali tenang bagi Nura. Setelah Mecca menjelaskan dan meluruskan gosip yang sempat ramai, perlahan bisik-bisik di sekitar mereka mereda. Kini, Nura bisa berjalan di koridor tanpa harus merasa jadi pusat perhatian, meskipun sesekali masih ada teman yang meledek. Namun, ada satu hal yang belum ia selesaikan: buku tebal yang beberapa hari lalu ia pinjam dari Arthur. Bukan buku musik, melainkan buku hukum dasar—Arthur bilang buku itu lumayan untuk menambah wawasan. Nura awalnya hanya menerima dengan ragu, tapi ternyata setelah sempat membaca beberapa bab ia merasa tertarik. Ia jadi sedikit tahu tentang bab hak cipta yang bisa berkaitan dengan musik, dan itu cukup membuka pikirannya.Siang itu, usai kelas, Nura memutuskan untuk mengembalikan buku tersebut. Ia menunggu momen yang pas, dan akhirnya melihat Arthur sedang berdiri di dekat loker, sibuk merapikan barang. Dengan langkah hati-hati, ia menghampiri.“Arthur,” panggil Nura pelan.Arthur menoleh, wajahn







