Masuk“Ra, mau duduk di mana nih? lantai bawah penuh semua. Tumben banget biasanya sepi nih perpus" ucap Arthur
"Mm.. kayanya di lantai 2 juga oke sih, gimana?" "Bagus juga idenya, etapi aku mau ambil buku dulu ya soalnya buku-buku materi tentang hukum banyaknya di lantai 1. Kamu duluan ke atas aja, Ra" "Okey, aku tempatin bangku dulu ya" Setelah semuanya dapet buku yang mereka mau, masing-masing dari mereka mulai larut baca materi, sambil sesekali ngobrolin tugas dan referensi yang harus dicari. Perlahan obrolan mereka bergeser ke hal-hal yang lebih ringan, kayak kebiasaan unik teman-teman kelas mereka, cerita lucu masa SMA, sampe pengalaman aneh tapi seru selama kegiatan fakultas masing-masing. Tawa kecil mereka sesekali terdengar di ruang perpustakaan yang tenang. "Sst.. kecilin dong suaranya, ganggu nih.. nggak liat apa tuh warning segede gaban di tembok" ucap salah satu mahasiswa "hehe iya ka maaf maaf ya 😅" ucap mereka berdua, menahan malu juga nggak enak karena diliatin sama hampir semua penghuni perpus Saat semuanya sudah kembali tenang, tiba-tiba Mecca entah darimana muncul di belakang mereka, membawa minuman dari kantin. Matanya membelalak melihat Nura duduk berdua dengan pria asing itu. “Eh?! Nura… siapa tuh?! Kenapa kamu duduk berdua sama orang nggak dikenal gitu?!” Mecca terkejut, setengah panik, setengah penasaran. Nura yang ngerasa kayak orang yang lagi ketahuan selingkuh, dengan gugupnya bilang “Hehe Ca, kok kamu tiba-tiba banget disini?" "Iya kan aku sengaja nyusulin kamu ke perpus, Ra.. taunya malah aku dibikin kaget, liat kamu duduk sama cowok" "oooh gitu, I-Ini kenalin temen aku, Arthur namanya" Arthur menoleh ke arah Mecca, tersenyum ramah. “Hai, aku Arthur. Salam kenal ya,” ucapnya sopan. Mecca mengerjapkan mata beberapa kali, matanya masih penuh penasaran. “Oh… oh… gitu ya… hahaha… ya ampun, Nura, kamu nggak bilang sama aku! Aku kira kamu duduk sendiri di sini.. Hai salam kenal juga ya aku Mecca bestie nya Nura" Nura tersenyum malu, “Maaf ya, Ca… aku baru ketemu dia tadi. Aku cuma pengen ngobrol sebentar.” Mecca duduk di meja samping, menatap mereka berdua dengan ekspresi yang campur aduk antara penasaran dan geli. “Hmmm… oke deh, tapi aku mau denger semua ceritanya nanti! Jangan main rahasia-rahasiaan ya ra.” Arthur hanya tersenyum ringan, masih menatap Nura dengan hangat. Sementara Nura merasa lega, tapi hatinya tetap berdebar, karena Mecca, sahabatnya itu sudah menyadari ada "sesuatu" diantara ia dan Arthur. "Waah asiik nih bakalan ada alasan buat minta pajak jadian, hmm.. aku mau minta apa ya nanti k Nura?? 🤔 cilok mang supri kayanya enak deh, eh apa batagor nya mang Asep aja ya?? Duh jadi laper kan nih" batin Mecca sambil tersenyum jahil memperhatikan mereka berdua Nura yang sedang fokus menatap buku tiba-tiba merasakan pandangan Mecca yang tajam tapi penuh aura jahil. Ia menoleh sebentar dan langsung tersadar. “Mecca… kamu… ey!” Mecca hanya tersenyum lebar, wajah polos mode on. “Eh… nggak apa-apa kan? Aku cuma… pengen liat kalian berdua ngobrol aja kok… hihihi.” Arthur yang duduk di seberangnya mengangkat alis bingung, tapi juga tertarik dengan ekspresi Mecca. “Ra, temen kamu diliat-liat kayaknya seru juga ya,” ucapnya ringan. "haha iyaa seruu.. seruu banget malah" saking serunya sampe sering banget bikin kesel, dalam hati Nura menambahkan. Mecca masih duduk dengan senyum jahilnya, matanya berkilau penuh rencana. “Tenang aja, Ra… aku cuma pengen nyiapin pajak jadian kalian. Hmmm… kira-kira aku mau minta apa ya? Minum, traktir makan, atau…?” Nura menutup wajahnya dengan tangan, pipinya merah padam. “Mecca!!! Aku serius, jangan ganggu suasana!” Arthur yang melihat tingkah Mecca cuma bisa senyum, tapi dalam hatinya ia merasa nyaman. "Aku boleh nggak gabung di circle kalian? udah kebayang sih rame nya gimana wkwk" Mecca tersenyum lebar, “Seriusaan nih? Wiih boleh boleh.. kita malah seneng ada cogan di deket kita wkwk.. Iya kan Ra?" Nura yang ditanya hanya bisa mengangguk sambil menahan rona panas di pipinya. Suasana pun kembali hangat, dengan Mecca yang diam-diam mengawasi, Nura yang kadang tertawa malu, dan Arthur yang terlihat santai tapi makin penasaran dengan gadis di depannya. Meski Mecca sedang “menyusun rencana pajak”, tak terasa momen itu justru membuat mereka bertiga semakin akrab. .. "Ra, kamu ketemu sama Arthur dimana?" di kelas Mecca yang udah penasaran daritadi mutusin buat nanya ke Nura "Beberapa hari yang lalu aku nggak sengaja ketemu dia di depan gedung perpus pas hujan, disitu aku lagi neduh karna kelupaan gabawa payung, eh taunya dia nongol tiba-tiba" "Wiih, ra itu kayanya bukan cuma kebetulan deh.. Bisa aja emang takdir kalian, kedepannya kan who knows?" Nura yang mendengarnya cuma bisa senyum. .. Nggak berasa matkul hari ini akhir selesai juga, tepat di jam 16.30. Nura langsung buru-buru keluar, dia udah janji sama Arthur nunggu di depan gerbang kampus buat pulang bareng. Begitu sampai di gerbang, Arthur ternyata udah duluan berdiri di sana "Loh, Thur ko kamu udah disini aja?" "Hehe, iya Ra. Kelas aku beres lebih awal dari jadwal" "Ohgitu, kamu nggak lama kan nungguin akunya?" "Nggak ko, Ra.. tenang aja ini aku juga baru nyampe ko" "Okey, mau langsung ke stasiun sekarang?" "Aku laper sih sebenernya, tapi gampang deh cari makan di deket stasiun aja. Yang paling penting kita harus on time ngejer kereta biar nggak ketinggalan" "Yaudah yuk jalan" Di sepanjang jalan mereka isi dengan obrolan-obrolan, lebih ke mengulang moment yang terjadi hari ini sih sebenernya. "Wkwk, sumpah yaa ngakak banget aku hari ini. Bisa-bisanyaa ada momen canggung kaya tadi" "Iih aku malu banget tau, Thur. Untung aja yang aku pegang tangannya tuh kamu, seenggaknya kan kita udah kenal. Coba bayangin, kalo yang tadi itu dosen wah aku kayanya bisa ngajuin cuti 2 bulan sih saking malunya" " Hahahahahaha 🤣🤣 kamu niih" Arthur tertawa terbahak-bahak "aduduh sakit perut aku, gara-gara kebanyakan ketawa haha" "Rasain.. terus ajaa ketawain, terus.. lama-lama aku tinggalin ya thur" kali ini nada nura bercampur antara kesal dan malu "Hehehe maap yaa Raa, nih aku udah stop ketawanya" Setelah itu keduanya kembali berjalan sampai nggak terasa mereka tiba di stasiun "Eh udah nyampe aja nih, ga berasa ya.. perasaan jarak dari kampus lumayan jauh deh, tapi ko pas di jalanin malah deket ya.. apa karna jalannya bareng kamu Ra?" "Lebih karna santai aja sih, sepanjang jalan kan kita fokus ngobrol dan ketawa-tawa, jadi jaraknya ga berasa padahal mah emang jauh Thur wkwk.. ohiya katanya kamu mau cari makan? Yuk aku temenin cari mumpung masih ada waktu 30 menit lagi" "hehe aku sendiri aja sampe lupa kalo aku laper, makasiih ya Ra udah ngingetin.. bener nih kamu mau nemenin?" "iyaa, ayo mau ga? keburu berubah pikiran nih" "ayoo.. ayoooo.. Mmm, enaknya makan apaaa ya?? Ra kamu lagi mau makan apa? biar sekalian deh" "Sore-sore gini makan bakso pedes gurih, seger deh kayanya Thur.. tapi dimana ya yang jual bakso di stasiun?" "Wah boleh juga tuh, ayo kita cari.. kalo ga salah sih di dalem ada toko yang jual bakso deh, aku pernah liat.. Yuk kita kesana" Sesuai ingatan Arthur di dalam emang ada toko yang jual bakso, mereka langsung masuk dan pesen 2 porsi + es teh jumbo. Nggak lama pesanan mereka dateng dan langsung mereka makan habis "Aah.. Enaak banget aslii, sekarang penghuni di perut aku udah nggak berisik lagi wkwk.. makasih ya Ra udah ngidein makan bakso sore-sore" "Iyaa Thur samasama, ternyata bakso disini enak ya murah juga lagi.." Arthur mengangguk "Lain kali kita makan disini lagi yuk Ra" "Boleh, tapi kamu yang traktir ya" "Shiaaaap" Mereka lalu bayar dan keluar cari kursi kosong. Sambil nunggu kereta mereka lanjut lagi ngobrol sebentar, sampai terdengar suara dari arah speaker kalo kereta mereka udah dateng, baru mereka berdiri dan jalan ke gerbong masing-masing. Sebelum pisah, Arthur sempat bilang ke Nura "Ra, makasih banget ya buat hari ini. Besok kita ketemu lagi di kampus, bye~" Dan setelah nya sosok Arthur hilang dari pandangannya, mereka terpisah oleh gerbong masing-masingSetelah menemukan musholla, Nura langsung bergegas mengambil wudhu, tapi sebelum itu ia sempat berkata pada Arthur, "Thur aku sholat dulu ya, kamu mau nungguin aku sampe beres sholat atau mau langsung pulang duluan?""Sans aja Ra, aku nggak buru-buru banget pulang kok lagian di rumah suasana nya lagi ngga kondusif, kan kamu tau sendiri wkwk.. Nikmatin aja waktu kamu berdua sama Tuhan ya, aku nunggu kamu disini..""Ooh okee kalo gitu.. wait yaaa""Ra.. raa, aku sekalian nitip doa yaa hehe"Cuma jempol yang jadi jawaban untuk Arthur, selanjutnya sosok Nura sudah hilang di balik tembok.Sembari menunggu Nura, Arthur sibuk menelaah kembali semua yang terjadi padanya belakangan ini.. mulai dari pertemuan pertama mereka, kejadian di cafe, gosip yang sempat menyebar seantero kampus, kecanggungan mereka, kekaguman Arthur sama Nura waktu liat perform nya di acara kampus, sampe masalah dia dan ayahnya dan hari ini pertemuan kesekian mereka, semuanya terputas jelas di otak Arthur, dan dia menyad
Langit sore kali ini berwarna jingga keemasan, seolah sedang melukis ketenangan setelah hari-hari kemarin yang penuh hiruk pikuk.Burung-burung kecil melintas di antara pohon cemara yang mulai gugur, sementara semilir angin membawa aroma tanah dan daun basah sisa hujan tadi siang.Di bangku taman yang agak tersembunyi di sudut barat, Nura duduk sambil memainkan gantungan kunci berbentuk treble clef, kesayangannya. Ia melirik jam tangan, lalu tersenyum kecil ketika sosok yang ditunggunya akhirnya muncul — Arthur, dengan kemeja biru muda yang digulung sampai siku dan rambut sedikit berantakan. Iya, setelah 2 hari yang lalu mereka bertukar cerita via telepon, akhirnya hari ini mereka memutuskan untuk bertemu secara langsung di taman kota. “Maaf ya ra aku telat dikit hehe” katanya sambil mengangkat dua gelas minuman dingin. “Aku tadi sempet nyasar soalnya taman ini ternyata luas banget ya.” Nura terkekeh. “Padahal aku udah kasih shareloc, loh thur.” Arthur duduk di sampingnya, m
Sudah beberapa hari berlalu sejak obrolan panjang malam itu, tapi setiap kali Nura mengingatnya, bibirnya selalu tanpa sadar tersenyum. Percakapan lewat telepon yang awalnya hanya basa-basi ringan kini berubah jadi kebiasaan kecil yang ia tunggu setiap malam.Namun sore itu, ada sesuatu yang terasa berbeda. Notif pesan yang ia tunggu, tidak juga muncul. Padahal biasanya Arthur selalu rajin mengiriminya chat seperti "kamu lagi apa ra? “udah makan belum?” atau “hari ini pulang jam berapa? bareng yuk”. "Arthur kemana ya? ko tumben banget seharian ini dia nggak ada ngehubungin"Nura menatap layar ponsel nya yang tetap sepi, lalu menghela napas. Ia mencoba mengalihkan diri dengan latihan biola, tapi fokusnya buyar setiap beberapa menit. Nada-nada yang seharusnya lembut malah terdengar goyah.“Udah gapapa nura kamu harus tetep fokus, positif aja mungkin dia ketiduran, sibuk atau gaada kuota.. mending lanjut lagi deh latihannya” gumamnya, separuh kesal pada diri sendiri.Ketika lagi fokus l
"seharian ini aku capek banget, kayanya minum coklat panas sambil nonton enak kali yaa.. etapi bentar deh, coklat yang kemaren itu masih ada sisa ga ya? aku cek dulu kali" tanpa menunda, Nura langsung pergi ke dapur. "Alhamdulillah masih ada stok wkwk, kalo abis males banget aku harus jalan dulu ke warung Mang Sobur, jauh.. hihii rezeki anak sholehah, emang nggak kemana.." setelah menyeduh cokelat, Nura langsung balik lagi ke kamar. Dia duduk di depan laptop dan sibuk milih-milih film apa yang mau dia tonton, akhirnya pilihannya jatuh ke Jurassic World. Di awal film mulai, dia emang keliatan banget seriusnya, tapi di pertengahan entah kenapa fokus itu sepertinya hilang, Nura tampak sedang memikirkan sesuatu dibanding menikmati alur film. "Di acara tadi sore, aku kayanya liat arthur deh.. tapi ko sampe beres acara dia ga nemuin aku ya? etapi aku juga nggak yakin sih dia beneran ada disana apa nggak" ternyata yang membuat Nura hilang fokus adalah kejadian acara tadi sore di kampus. S
Hari itu, suasana aula fakultas musik sangat berbeda dari biasanya. Banyak mahasiswa dan mahasiswi dari fakultas lain memenuhi ruangan, karena tepat sore ini ada kegiatan yang diadakan. Acara konser mini tahunan lebih tepatnya, ya memang bukan acara yang besar, tapi cukup bergengsi. Semua mahasiswa jurusan musik diwajibkan untuk tampil, entah itu solo ataupun grup, hal itu sebagai bentuk tambahan nilai semester sekaligus ajang unjuk diri.Nura sejak pagi sudah gelisah. Tangannya dingin, kertas partitur yang dipegangnya berulang kali ia lipat lalu dibuka lagi. Byeol, biola kesayangannya, entah sudah berapa puluh kali ia gesek, bagi yang mendengar mereka merasa permainan Nura sudah sangat bagus walaupun ini masih dalam sesi latihan. Tapi, Nura sendiri masih merasa begitu tegang. Ia takut penampilannya nanti nggak maksimal.Mecca duduk di sampingnya, sibuk ngemil wafer seolah nggak ada beban. “Santai aja kali, Ra. Nggak usah tegang banget kaya gitu, aku yakin kok penampilan kamu nanti ba
Hari-hari di kampus akhirnya kembali tenang bagi Nura. Setelah Mecca menjelaskan dan meluruskan gosip yang sempat ramai, perlahan bisik-bisik di sekitar mereka mereda. Kini, Nura bisa berjalan di koridor tanpa harus merasa jadi pusat perhatian, meskipun sesekali masih ada teman yang meledek. Namun, ada satu hal yang belum ia selesaikan: buku tebal yang beberapa hari lalu ia pinjam dari Arthur. Bukan buku musik, melainkan buku hukum dasar—Arthur bilang buku itu lumayan untuk menambah wawasan. Nura awalnya hanya menerima dengan ragu, tapi ternyata setelah sempat membaca beberapa bab ia merasa tertarik. Ia jadi sedikit tahu tentang bab hak cipta yang bisa berkaitan dengan musik, dan itu cukup membuka pikirannya.Siang itu, usai kelas, Nura memutuskan untuk mengembalikan buku tersebut. Ia menunggu momen yang pas, dan akhirnya melihat Arthur sedang berdiri di dekat loker, sibuk merapikan barang. Dengan langkah hati-hati, ia menghampiri.“Arthur,” panggil Nura pelan.Arthur menoleh, wajahn







