Share

2.Kemudian

Warning: Kata-kata kasar, tidak untuk ditiru.

Kelvin Backmore's pov

......................................

Sialan! aku sudah tau ini pasti akan terjadi cepat atau lambat, sejak dia ikut bergabung.

Namun aku dengan begitu naifnya berfikir kalau dia tidak akan membuat masalah dengan wajah polos dan otak dungunya itu. Benar-benar sialan!.

Pintu rumahku tertutup begitu saja seiring aku melangkah kedalamnya tanpa repot-repot mengunci pintu rumah (tidak perlu khawatir pencuri ,kawasan daerah ini aman dari hal itu) . Yah, tidak perlu memberi salam. Karena aku yakin,ibu dan ayahku masih sibuk mencari uang dan akan pulang jam 10 malam nanti dari perusahaan mereka,pembantuku sudah pulang dari sejam yang lalu.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul lima sore--Sekolah berakhir pukul 2 siang-- dan aku baru saja selesai bertanding dengan kelas lain di pertandingan voli antar kelas --khusus putra.

Aku menghirup udara dengan rakus dan mataku menatap sinis ke depan dengan seringai terulas di wajahku.Aku kembali mengusap wajahku gusar, netra hijauku menatap kearah depan, membuka pintu kamar dengan kasar.

Lalu melempar tas ku ke atas kasur begitu saja saat aku sudah berada di kamarku, kemudian melangkah kearah dapur dan mengambil sebotol air dingin lalu meneguknya dengan tergesa-gesa, sehingga menyebabkan banyak air yang mengalir dari sudut bibirku dan membasahi baju seragamku, Aku tidak peduli.

Kemudian melepas sepatu ku seraya berjalan-- setelah menaruh botol itu kembali kedalam kulkas-- melemparnya sembarangan, sehingga sepatuku pun jatuh secara acak di tempat berbeda--satu diatas sofa, satunya lagi diatas meja furniture -- aku tidak peduli.

Tidak seharusnya aku seperti ini, membiarkannya mengikuti pertandingan Voli tadi dengan tubuh tulangnya itu--tidak berlebihan menyebutnya begitu, mengingat tubuhnya yang teramat sangat kurus seperti kekurangan daging namun masih ideal hanya saja dia tidak mempunyai otot di perut dan lengannya,tidak seperti aku. Tentu saja!-- benar-benar sialan pangkat kuadrat!!.

Sungguh menjengkelkan mengingat banyak orang mendukungnya--rata-rata perempuan, karena wajahnya yang sangat tidak mau kuakui itu terlihat seperti boyband asal negeri gingseng yang digilai oleh hampir semua cewek-- padahal dia tidak ada apa-apanya. Cih, seharusnya mereka melihat cara dia membuat tim kelas kami kalah,haha. Dia hanya melihat bola itu terbang melewati net tepat kearahnya namun tidak berbuat apa-apa kecuali menatap bola itu jatuh tepat di hadapannya, dan kami kehilangan banyak poin karena dia melakukan banyak kecerobohan di tengah-tengah pertandingan.

Sungguh sialan!! dan aku pergi begitu saja saat mengetahui bahwa kelas kami kalah tanpa meninju mukanya terlebih dahulu, sifat ceroboh sialan ini entah datangnya dari mana dan aku malas memikirkan suatu hal berulang kali sehingga spontan berlaku suatu hal sialan lainnya--seperti pulang kerumah begitu saja, tanpa memukul tubuh kerempengnya itu.

Merebahkan diriku diatas kasur dengan kesal dan memukul kasurku yang dilapisi seprai berwarna hijau kesukaanku, aku mencengkram bantal gulingku erat, dan mengigitnya dengan keras. membayangkan yang kugigit dan kepukul sekarang itu dia. Faber Mclister si ceking itu.

Mungkin orang lain akan berpikir,' hal sepele itu dijadikan alasan untuk adu tinju?' maaf tapi orang itu salah.Itu sama sekali bukan hal sepele, Voli kelas kami tidak pernah kalah dari kelas lain sebelumnya, tidak pernah satupun sejak aku memegang peran sebagai kapten, baik di Tim Voli kelas maupun sebagai kapten Club Tim Voli Sekolah. Namun karena seorang sialan absen hari ini, tepat pada pertandingan ini diadakan dan si keparat mengajukan tubuh cekingnya untuk mengantikan anggota Voli pimpinanku dan aku si bodoh berkata iya dengan tergesa-gesa tanpa banyak berpikir, membuat keadaan sialan ini menjadi kalah.

Aku butuh pelampiasan amarah. Dan dia sosok yang tepat untuk disalahkan.

Aku akan menghajarnya besok,aku berjanji pada diriku sendiri ketika besok aku melihatnya di kelas. Awas saja.

Argghh...

Akan ku pukul si boyband itu!!

KRUUUKKK...

Ugh... Aku lapar,dan sangat malas--memasak makanan...Aku akan makan malam diluar saja.

Author's pov

..................

pada saat yang sama_

Faber sedang mengecek status-status yang sedang melewati berandanya di f******k dan tertawa sesekali ,kemudian 'NGGIIIIIING' berhenti lalu menyentuh telinga kirinya yang tiba-tiba berdeging keras.

Moodnya tiba-tiba anjlok dan memutuskan untuk memasukkan telepon pintarnya ke dalam saku celananya dan beranjak dari berbaringnya diatas kasur , keluar dari kamarnya seraya memegang tengkuknya yang merinding.

Firasat buruk menghampirinya tentang besok, hatinya mengatakan untuk tenang saja namun dia tidak bisa tenang.

Dia berharap tidak akan terjadi apa-apa padanya besok.

Dan dia kembali berfikir 'Tadi telingaku berdenging, kata orang ,Itu artinya ada yang sedang membicarakan kita. Memangnya siapa yang mau membicarakan aku?' dia menggelengkan kepalanya sedetik kemudian--masa bodoh.Sebelum ikut duduk di samping kakak perempuannya --sofa--di depan televisi yang sedang menonton drama korea.

Hhhhh...

'Lupakan saja, Aku akan bermain game online saja ketimbang rebutan remot dengannya untuk menonton acara tv.--kakaku orang yang cerewet dan keras kepala, kau sama saja berbicara dengan angin ketika berhadapan dengannya khususnya ketika aku berbicara dengannya'batinnya mendumel.

Kemudian kembali berpikir.

'Ah iya. Soal gadis itu yang bernama agea... bukan... uhmm... alea.. alia.. ahh aku menyerah! yang menyatakan perasaannya beberapa hari yang lalu. Sayang sekali aku tidak bisa menerima perasaannya padahal dia cantik. Tapi aku tidak mencintainya humm lebih baik begini dari pada aku mempermainkannya,--karena rasanya di permainkan itu sakit--(mengenang mantan)...Ah iya... Namanya alya'. Raut wajahnya terlihat sangat datar walaupun innernya bertingkah aneh.

Dan setelah itu Faber kembali fokus pada ponselnya.

Levi's pov

.............

Aku melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul setengah sembilan,setengah jam lagi kami akan tutup dan setelah itu aku akan mengerjakan pr-ku.

Suara kendaraan samar- samar terdengar dari arah luar kedai kami,walaupun sudah malam, masih banyak kendaraan yang berlalu lalang di kawasan ini.

Hyuuhh...

Aku duduk di salah satu kursi pelanggan di kedai makanan kecil milik keluargaku ini, tak lupa mengelap keringatku yang bersarang dari tadi di wajahku.

Hari ini melelahkan sekali, dan juga sangat menyenangkan mengetahui kedai kami hari ini ramai pembeli dan sekarang keadaan kedai jadi sepi karena pembelinya sudah berkurang bahkan tidak ada pembeli lagi. Tak apa, persediaan kami pun hampir habis.--Besok ibuku akan belanja lagi.

Aku melihat siaran di televisi yang tergantung tepat di atas jendela kaca besar yang membatasi kedai kami dengan jalanan di depan sedangkan pintu masuk berada di sampingnya.

Suara raugan kendaraan yang lalu lalang sedikit teredam oleh kaca jendela.

Tidak ada acara yang menarik yang bisa di saksikan di televisi dan aku beranjak dari tempat dudukku menuju ke arah dapur dan melihat ibu dan ayahku sedang menghitung uang hasil pendapatan hari ini diatas meja.

Adik-adikku--keduanya perempuan-- sudah tekapar terlebih dahulu diatas kasur empuk mereka dilantai dua ruko kami--dikamar mereka--

,aku tersenyum lebar seraya mendekati ayah dan ibuku.

"Lima lima, lima enam, lima tujuh, lima delap-...." suara ibuku dan ayahku yang sedang menghitung jadi terdengar jelas.

"Seratus ... pas" ujar ayahku mengakhiri hitungannya dengan senyum puas.

"Jadi semuanya berjumlah 7 juta 500 ribu rupiah. " kata ibuku dengan wajah sumringah, hari ini adalah hari keberuntungan kami. Mengingat modal yang kami keluarkan untuk persediaan bahan makanan berkisar antara 4-5 juta setengah dan laba yang kami peroleh hari ini sangat besar di banding hari-hari sebelumnya.

"Wah... hari ini untung besar ya !" aku berseru senang dengan ceria, kelelahan yang kurasa tadi lenyap begitu saja.

"Iya, dan ayah akan menabungnya di Bank besok." kata ayahku lagi kemudian beranjak dari kursinya untuk menyimpan uangnya di lanati dua lalu kembali turun kemari setelah selesai, ibuku mengangguk setuju dengan wajah kelelahan namun seulas senyum terpatri di wajahnya yang sudah terlihat berkeriput di sekitar mulut dan dahinya. Dia segera berdiri dan kembali membereskan piring-piring yang sudah di cuci lalu menyusunnya di rak piring, Ayah dan ibuku melihatku sekilas dengan senyuman dan pandangan yang menyendu, terlihat seperti bangga,mungkin ...Karena aku anak yang berbakti selama ini dan tidak pernah membantah apapun perintah mereka atau karena hal lain...Tapi...Entahlah.

"Wahh.. asyik!!, kalau begitu aku akan kembali kedepan dan menyapu lagi agar terlihat sangat bersih "lalu aku membalikkan badanku dan berjalan ke depan kemudian mengambil sapu,lalu mulai menyapu dari sudut ruangan.

Criinggg

Bel pintu masuk berbunyi dan seorang pelanggan memasuki kedai kami, Aku mendogakkan pandanganku melihat orang itu.Rupanya seorang laki-laki yang umurnya mungkin sepantaran--sekitar 16 atau 17 tahun--denganku dan tubuhnya begitu jangkun namun berisi--ideal--sepertinya aku hanya setinggi bahunya.

Rambutnya hitam pekat, lurus, kaku dan juga berantakan layaknya tidak pernah disisir, seperti gaya rambut tokoh anime yang disukai Fera--Sasuke,maksudku temannya tokoh anime yang disukai Fera,Naruto. Kulitnya putih sekali namun raut wajahnya terlihat sangar tapi mempesona,dia memakai kaus oblong berwarna hijau botol, celana jeans hitam yang sedikit longgar-- terlihat seperti berandalan --dan dia memakai sneakers berwarna hitam .

Aku melirik kearah beranda lewat jendela, melihat motor sportnya terparkir tak jauh dari sini--tempat parkir di depan kedai kami namun terpisah dengan beranda sekitar 5 meter.

Aku menatapnya menilai, lalu menaruh sapuku di sudut ruangan dan kembali menghadapnya sambil membawa buku catatan. Dia sudah duduk di kursi yang terletak dekat dengan jendela kaca --helmnya dia taruh di bawah dan jaketnya dia sampirkan di sandaran kursi-- sambil memengang buku menu di tangan kanannya dan sebatang rokok yang baru dinyalakan di tangan kirinya.

Ughh aku benci rokok.

Aku berusaha menampilkan senyum andalan dan menghilangkan kernyitan tak suka ku ketika aku sudah berada di depannya bersiap mencatat.

Dia terlihat bingung memilih makanan yang mana dan terlihat fokus sebelum menegadah untuk menatapku.

Oh... Matanya berwarna hijau,wow, mata duitan.

Aku terpaku menatap mata indahnya sejenak namun segera tersadar dan menampar diriku kebawah.Innerku sedang menjerit-jerit lebay sekarang, Lalu aku kembali menatapnya. "Anda ingin pesan apa?" tanya ku ramah. Berusaha untuk tidak membuang rokok yang dia hembuskan dari tadi di dekatku. Asap memenuhi udara di sekitarku dan dia, lalu aku mundur selangkah, dia menatapku intens, dan aku mengeratkan peganganku pada pena dan buku pesanan.

"Sup buntut satu, bubur ayam satu, nasi goreng komplit satu dan minumnya kopi sama jus jeruk " katanya pelan-pelan masih menatapku intens tanpa sedikitpun melirik buku menu, sepertinya baru saja dihapalnya. Aku mencatat pesanannya dengan cepat.

"Sup buntut satu, bubur ayam satu, nasi goreng komplit satu dan minumnya kopi lalu jus jeruk baiklah, apakah anda ingin kopi yang pahit atau manis? " aku mengernyit membaca pesanan makanannya,kombinasi makanan yang aneh dan minumannya juga. Lalu aku menyimpulkan satu hal, perutnya terbuat dari karet atau dia sangat kelaparan dan sangat aneh.

"Tidak pahit dan tidak manis, netral" sahutnya cepat-cepat, aku kembali memandanginya dengan dahi berombak. Dia pikir dia sedang berada di mana?

"Baiklah, tunggu sebentar " dan aku segera beranjak ke dapur --Aku merasa dia menatap bokongku saat aku membalikkan badanku dan mulai berjalan, sungguh tidak sopan-- untuk memberikan pesanan pada ibu dan ayahku yang kini sedang menyiapkan alat-alat untuk memasak nasi goreng dan toping buburnya.

Sedangkan aku membantu mereka dengan menyiapkan sup buntut yang hangat dari dalam panci ke atas mangkok lalu mengisinya dengan beberapa toping.

Dan setelah menyiapkan minumannya aku segera kembali ke depan dan menghidangkan diatas mejanya.

"Dimana bubur dan nasi nya?" tanyanya heran saat aku hanya menghidangkan minuman dan sup buntutnya pesananannya diatas meja, kulihat dia mencicipi supnya sekilas.

"Tunggu sebentar, saya mengambilnya secara bergiliran" jelasku ,kembali memutar badanku ke arah dapur sebelum dia memanggilku.

"Berhenti, tolong kesini sebentar" pintanya dengan ramah. Membuatku mau tidak mau memaksaku untuk berhenti dan berjalan menuju ke mejanya lagi lalu berhenti di depannya.

"Ada yang bisa di bantu lagi?" ujarku lagi semanis mungkin, bukan bermaksud mengodanya. Hanya saja aku sedang memaksakan senyum ku yang keluar ,dari pada raut wajah kesal , sehingga terciptalah senyuman manis palsu ini.

"Hei... mungkin ini terdengar aneh. Tapi kau tau kan kalau aku juga berumur sepertinya sama denganmu dan terlihat masih SMA. Jadi jangan berbicara se formal itu denganku. Kau tau? aku sedikit risih " dia mengangkat tangannya di atas meja dan menompang dagunya sesaat kemudian memandangi wajahku dengan intens.

"Sejenis risih sialan dan keparat" dia mengumankanya pelan namun aku masih mendengarnya.

Mulut biadap.

Aku salah tingkah.

"Maaf tapi saya sedang berkerja dan ini sudah menjadi kewajiban saya"

Memangnya apa peduliku jika kau risih. Lebih baik aku segera menghidangkan pesanannya sebelum dia menahanku lebih lama agar bisa berbicara dengannya--agar dia cepat pergi dari sini.

"Santai saja" dia mengangkat tangan kirinya keudara mengarahkannya ke belakang kepalanya menompang sejenak sebelum menyender pada ujung kursi, lalu mengambil kopinya dengan tangan kanannya menyesapnya perlahan karena panas.

"Permisi" aku menghiraukannya dan kembali ke dapur, melihat ayahku sudah menyiapkan makanannya dan menaruhnya di nampan.

"Bawa itu, makanannya sudah siap"

Huufft... aku menarik nafas dalam-dalam sebelum bertemu dengannya lagi.

Lalu mengangkat nampanya lagi dan keluar dari pintu dapur menuju kearah mejanya ,sedetik kemudian kembali menaruh bubur dan nasi goreng pesanannya di atas meja, puntung rokoknya tersisa setengah dan dia mematikannya di dalam asbak rokok, bau asap rokok menyebar di udara, dan aku benci itu.

"Selamat menikmati" ujarku sambil menunduk dalam sekilas padanya dan memutuskan untuk kembali melangkah ke dapur.

"Tunggu. Siapa namamu? bisakah kau berikan nomor ponsel mu?" tanya pemuda itu untuk kesekian kalinya. Ya ampun kenapa banyak pelanggan mengesalkan didunia ini sih? Aku menatapnya, terpaku sejenak memandangi wajah tampannya membuat hatiku berdesir dan pembuluh darahku melebar sehingga banyak darah yang terpompa menuju ke wajahku yang perlahan-lahan memerah.

"Nama saya Levi, " aku menunjuk tag name yang tersemat di dadaku dengan sebal.

"Dan soal nomor telepon, anda bisa mencatat yang tertera di buku menu kalau sekiranya ingin memesan tempat, permisi" memandangnya dengan intens, sudut bibirnya sedikit berkedut melihat wajah ku yang sedikit memerah karena aku berhasil meredam detak jatungku yang tadinya berdetak cepat, apa ini? perasaan yang aku tidak tau...Ah aku akan bertanya pada Fera besok. sejurus kemudian aku berjalan secara tergesa-gesa kembali menjauhinya, menghiraukan dia yang kembali memanggil namaku dan membiarkanya menghabiskan makanannya, orang yang aneh.

Aku masuk ke dapur dengan dahi berkerut-kerut dan wajah yang bersemburat merah , ayah ku melihatku dengan penasaran.

"Ada apa nak?"

"Tidak ada yah."

dan aku kembali memaksakan senyumku pada ayahku, mencoba menghalau pemikiran naif yang sejak dari tadi mencoba memenuhi kepalaku, aku duduk di kursi di dekat meja di mana orang tua ku menghitung uang tadi.

Dan ayahku mencoba memaklumiku dengan senyum nya yang menenangkan, aku kembali rileks.

"Yah, bisakah aku kembali duluan? aku ingin mandi sebentar, tubuhku gatal-gatal... Uhmm nanti aku akan kembali turun untuk menutup kedai"pintaku perlahan pada ayahku dan pura-pura mengaruk lenganku,yang sebenarnya sih tidak gatal atau pun lengket.

Aku juga sudah mandi tadi sore, namun ini hanya alibi agar aku tidak perlu melayani pemuda aneh itu lagi, Dan... lagi pula ibuku juga sedang berada di meja kasir dan yang perlu dilakukan pemuda itu hanya berjalan kekasir dan membayar lalu pergi dari sini.

Ayah ku mengangguk tanpa suara saat dia sedang membasuh tangannya.

Aku langsung saja naik keatas lewat tangga di sebelah dapur.

Tak lama kemudian aku masuk ke kamar mandi setelah mengambil handuk dan baju tidur--aku tidak bisa berbohong secara sempurna dan harus melakukan kebohonganku agar seseorang percaya.

Setelah aku selesai mandi dan berpakaian lengkap.

Aku melangkah ke arah balkon dan melihat dia sudah keluar dari kedai,melangkah ke arah motor sport merah besarnya sedetik kemudian memakai jaket dan memakai sarung tangan lalu menaiki motornya, aku juga mengamatinya saat di akan memakai helmnya namun segera merapikan rambutnya di kaca spion kemudian mengapit helmnya di lengan kirinya.

Aku bedebar, dia sangat keren.

Sejenak aku terpaku dan pipiku memerah tak karuan, namun seakan mengetahui ada orang yang memperhatikannya dia kemudian mendogak, melihatku di balkon lantai dua.

Aku masih memandangnya seakan lupa untuk bersembunyi karena dia menarik garis lebar mulutnya sehingga menampakkan giginya.

Dia melambaikan tangannya kearah ku, dan aku begitu bodohnya membalas senyumanya, untung saja aku tidak membalas lambaian tangannya dan hanya menatapnya terpaku tanpa mengalihkan pandanganku sedetik pun darinya,hatiku berdebar-debar kencang.

Perlahan, dia berhenti melambai dan kembali memakai helmnya dengan masih tersenyum.

Menghidupkan motornya, menaikan gigi dan berputar kearah jalan raya, tapi sebelum itu dia melambai sekali lagi padaku dengan lembut dan aku hanya bisa tersenyum.

Ini. Sangat. Aneh.Dan aku bahkan tidak tau namanya... AISHH!!

Aku akan bertanya pada Fera apa yang terjadi denganku besok. Walaupun tidak pernah pacaran, dia tidak sepolos yang bisa kau bayangkan ketika kau melihat matanya yang seakan tidak tahu apa-apa. Dia sangat tahu, sangat,sangat tahu tentang hal ini dan sejenisnya yang lebih dirty.

Setelah itu aku kembali ke bawah dan membantu orang tuaku untuk menutup kedai,lalu kembali ke kamarku untuk mengerjakan pr MTK yang sangat mudah...kurasa.

***

Author's pov

Pagi yang cerah untuk memulai beragam aktivitas. Matahari merangkak perlahan bangkit dari tidurnya semalam.

Fera mengayuh sepedanya dengan kebut-kebutan, sesekali mengelap keringat yang mengucur di dahinya, pakaiannya nampak berantakan kemudian rambut hitam bergelombangnya awut-awutan,Sambil sesekali melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya.

07:15,...15 menit lagi sebelum gerbang tertutup sempurna.

Sudah menjadi kebiasaan Fera setiap hari ,mengunakan sepeda pink pastel kesayangannya untuk pergi ke sekolah, karena jaraknya memang dekat dan dia juga beralasan sebagai ganti olahraga pagi yang sangat jarang dilakukannya jika sekolah sedang libur dan hari ini dia bangun telat.

Saa Fera memacu sepedanya dengan cepat dan berbelok dengan tajam dan tanpa perhitungan saat berada di tingkungan sehingga menyebabkan dia terjerembab di samping jalan dan sepedanya terlempar tak jauh darinya.

Dia terkejut dan matanya membola saat terjatuh dari sepeda, dia terkejut hingga suaranya tidak sanggup keluar hanya untuk berteriak, mulutnya tertutup rapat, lutut dan lengannya terluka , mengeluarkan darah segar karena sempat mengesek aspal sebelum jatuh di area bebatuan kerikil di samping jalan. Dia masih terbaring diatas kerikil masih mencerna keadaan.

Seseorang dengan mengendarai motor sport merah besar baru saja menyerempetnya, motor itu pun jatuh di sebelah Fera, hampir mengenai kepalanya lalu pengendaranya yang memakai helm serta jaket khusus, terlempar tak jauh dari sepeda Fera berada.

Fera masih mematung di posisinya dan memikirkan tentang seragam yang di kenakannya menjadi kotor dan susah untuk di bersihkan, kulitnya yang putih pucat, semakin pucat pasi dan rambut hitamnya yang bergelombang sepinggang ,kusut masai. Beberapa dedaunan dan batu kerikil tersangkut disana.

Sedangkan pengendara tadi serta-merta bangun sambil mengerutu semenit setelah dia ikut tersungkur dengan kepala duluan menghantam aspal, untung saja dia menggunakan helm yang menutup seluruh kepalanya menyisakan matanya yang ditutupi kaca hitam sehingga dia tidak terluka maupun lecet karena jatuhnya pun tidak terlalu keras namun tetap saja jaket dan celana abu-abunya kotor di beberapa tempat.

"Hei sialan!"

dan menghampiri Fera yang bangun perlahan dengan kaku, dia--Fera-- segera mengecek lutut dan lengannya yang tiba tiba terasa perih." Hei gadis sialan. Kau benar-benar sialan! apa yang kau fikir kau lakukan sialan!!"

Pengendara itu seorang pemuda yang juga mengenakan seragam yang sama seperti Fera.

Fera melihatnya dengan datar dan mencoba bangun

"Hai keparat, " guman Fera datar masih terkejut akan apa yang menimpanya,disaat pemuda itu berdiri disampingnya untuk memberdirikan motor merahnya. Fera, tubuhnya sangat lemas sekarang saat dia perlahan mencoba untuk berdiri dan tertatih menuju kearah sepedanya dan wajah putih pucatnya mengernyit jelas tatkala luka-lukanya terasa sangat sakit ketika dia memberdirikan sepedanya--keranjang sepedanya penyok.

"Kau yang menyerempetku duluan keparat" ujarnya perlahan penuh emosi dan kesakitan dengan tangan bergetar karena sakit , dia kembali menaiki sepedanya belum mengayuhnya karena lutunya berdenyut dan darah masih mengalir membasahi rok lipit panjangnya, namun tidak deras hanya sekedar membekas.

"Ini semua karena kau mengayuh sepeda sialan dan berbelok dengan tajam tanpa melihat kesampingmu, Sialan"

"Dasar keparat, ini semua salahmu! kau yang menyerempetku duluan. Arghh aku bisa gila! " Fera ikut mengerutu dan melihat kearah jam nya yang selamat.

07:25 ... Masih tersisa 5 menit lagi.

"Kali ini kau beruntung, aku ada ulangan,sehingga tidak perlu kau kuhabisi sekarang, setidaknya akan kuhabisi kau lain waktu saat aku sedang dalam mood yang bagus." kata Fera penuh perhitungan seraya mengayuh sepedanya kembali dengan sedikit meringis.

Mencoba menikmati lukanya perlahan-lahan. Mengabaikan gerutuan pemuda itu dan kembali mengayuh sepedanya dengan cepat.

"Kembali kau gadis sialan! motorku menjadi lecet karena kau dan aku tidak takut di habisi oleh gadis sialan seperti kau! seperti kau bisa saja!"kelvin, pemuda itu kesal setengah mati, mendapatinya motornya lecet namun tidak terlalu parah, tapi bukan itu alasan sesungguhnya dia memanggil gadis itu kembali, melainkan khawatir melihat gadis itu terluka, dan mulut sialannya berkata-kata kasar tanpa bisa di kendalikannya. Dan dia menendang ban motornya dengan kesal sebelum kembali menaikinya dan ikut meluncur menuju jalan ke sekolah.

Jalanan itu sangat sepi dan berada di kawasan rumah-rumah dengan pagar yang sangat tinggi, dan sekolahnya juga terletak di daerah yang dekat dengan bukit yang di penuhi pepohonan.

Sehingga tidak ada orang yang melihat kecelakaan itu karena saat itu sedang sepi-sepinya.

Fera memasuki kawasan sekolah lalu menuju ke tempat parkir sepeda, di belakangnya menyusul motor sport berwarna merah yang menuju ke area parkir motor.

Fera segera berlari dengan cepat dari area parkir.

"Hei sialan! tunggu dulu!"

Mengabaikan kelvin yang memanggilnya kemudian memandanginya dengan terkejut, gadis itu berlari kesetanan seperti dia tidak mengalami luka apapun ditubuhnya padahal dia baru saja mengalami kecelakaan. Kelvin mengeleng-gelengkan kepalanya yang pusing lalu melepas helmnya dan memasukan jaketnya ke dalam tas yang sangat ringan, dia hanya membawa sebuah buku, satu pulpen,dan seragam olahraga yang tidak pernah absen lalu menyampirkan tas ranselnya di bahu,

tak lama kemudian mengejar Fera yang nampak dari kejauhan, dan memasuki. gedung A.

Dia mengejar gadis itu dengan cepat dan mendapati gadis itu masuk ke dalam kelasnya yang terlihat sangat ramai, kelvin mendogakkan kepalanya melihat plat nama kelas yang dimasuki Fera.

11-b Akuntansi, 'gurunya bahkan belum masuk, kenapa gadis itu terburu buru sekali?' pikirnya.

Netra hijaunya memandangi Fera lewat jendela, melihat gadis itu duduk di samping teman sebangkunya sekilas dan melihat dia mengigit bibirnya menahan sakit,teman-teman gadis itu mengerubunginya saat melihat rambut gadis itu seperti jaring yang menyangkutkan apa saja yang melewatinya. Beberapa dari mereka terlihat khawatir dan gadis itu hanya menggeleng lemah dengan wajahnya yang saat ini seputih kertas. Banyak yang mengerubungi Fera sehingga kelvin pun kesulitan melihat Fera lalu dia memutuskan untuk pergi dari situ.

Well, Kelvin merasa dia harus bertanggung jawab, dan sorot matanya menyendu.

'Aku akan kembali kesini setelah bel istirahat berbunyi' batinnya, seraya melihat wajah pucat pasi Fera sekali lagi, tatkala teman-teman gadis itu yang mengerubunginya mulai duduk di kursinya masing-masing. Hatinya merasa bersalah.

Dan dengan itu dia bergegas pergi ke gedung C, kelas 11-a multimedia--kelasnya.

Fyi : Setiap gedung di pisah menurut jurusannya, disekolah ini terdapat 3 jurusan, yaitu, Akuntansi, Pemasaran dan multimedia.

Setiap kelas di satu jurusan terbagi atas 4 kelas, 10-a, 10-b,10-c,10-d. dan begitu pun seterusnya pada kelas 11 dan 12.

Lalu dia masuk ke kelasnya dan melihat guru belum memasuki kelas, dalam hati ia sangat bersyukur dan kembali melangkah seperti memikul beban 100 ton ke kursinya yang berada di tengah-tengah dengan terengah-engah dan lelah--kepalanya tiba-tiba pusing dan memberat-- kemudian duduk lalu menaruh tasnya dia atas meja. Seraya memejam matanya lelah dan keringat berembun di wajahnya.

Randi, teman sebangkunya memandanginya sebentar sebelum bertanya.

"Hai bung, loe kenapa ngos-ngosan gitu? kayak baru di kejar banci aja?" matanya menatap kelvin dari atas kebawah dengan menyelidik, mendapati celana pemuda itu kotor di beberapa tempat dan sepatunya yang memiliki warna berbeda--sebelah berwarna hitam gelap sedangkan sebelahnya lagi berwarna hitam pudar hampir ke abu-abuan--dia terburu-buru memakainya setelah lama mencari dimana sepatunya bertengger kemarin.

Kelvin menutup lengannya diatas kepala dan menengadah setelah bersandar nyaman di kursi lalu menaikan kedua kakinya keatas kursi di depannya yang di tempati oleh Gio Rifaldi teman satu gengnya di tim Voli sekolah.Gio ingin protes tentang sepatunya yang akan mengotori kursi nya namun urung dilakukanya tatkala melihat wajah penat kelvin, dia kembali kepekerjaannya yang sebelumnya--menyontek pr yang tidak dikerjakannya semalam--memilih memajukan bokongnya sedikit kedepan agar tidak tersentuh alas kakinya kelvin.

"Hal sialan baru aja gue alamin, "Kelvin berkata dengan posisi yang tidak berubah.

"Bahas nanti aja" ujarnya sekali lagi ,"Keparat sialan itu...cih" gumannya pelan kemudian (saat teringat dengan wajah pucat Fera, kemudian kelvin sedikit meringis merasa bersalah)--sehingga Randi tidak mendengar kalimat terakhirnya--dengan lelah tatkala mengetahui Randi akan menanyakannya lagi.

Kelas sangat riuh redam dengan suara laki-laki yang mendominasi kelas. Sedangkan,murid perempuan yang cuma berjumlah 10 orang,mengobrol dengan sesamanya namun suara mereka tidak terdengar sejelas suara murid laki-laki.

Randi memilih mengangkat bahunya --terserah-- memutar bokongnya membelakangi kelvin, memilih untuk melanjutkannya obrolannya yang sempat tertunda dengan sean dan julian, tentang Voli mereka yang kalah bertanding kemarin.

Kelvin terlalu lelah sampai-sampai melupakannya janjinya pada dirinya sendiri hari ini untuk memukul wajah Faber ketika melihat mukanya itu. Setidaknya untuk saat ini, Kelvin terlalu lelah melakukan itu.

Bahkan Faber sedang tertawa di belakang dengan teman-temannya tanpa menyadari musibah yang akan segera menimpanya.

~Meanwhile~

Levi memandang Fera dengan perasaan tidak menentu, dia bingung harus bersikap seperti apa kepada Fera dan memutuskan untuk mengambil sisir dari dompetnya dan menyisir rambut berantakan Fera setelah menyingkirkan kerikil dan dedaunan yang menyangkut di rambut Fera.Sekarang, Fera sedang menangkupkan kedua tangannya di atas meja dan menenggelamkan wajah diatasnya sesaat setelah dia mencari posisi yang nyaman untuk memejamkan mata barng sejenak, dia sangat kelelahan walaupun tanpa berkeringat.

Kelas menjadi heboh tatkala Fera memasuki kelas tadi, bajunya kusut dan rok nya terkena rembesan darah di bagian lutut --Levi mengernyit menbayangkan itu pasti sangat perih-- dan rambut heboh yang megarnya melibihi singa--sepertinya singa kalah--,lenganya juga tergores dan mengeluarkan darah. Dia lebih mirip korban bencana alam yang baru saja kabur menyelamatkan nya setelah hampir mati akibat keadaan yang mendesak,dari pada seseorang yang ingin pergi sekolah dan belajar.

"Fer,loe kenapa bisa kayak gini?" Levi mencoba membujuk Fera untuk bercerita setelah teman-teman sekelasnya yang lain diacuhkannya saat mereka juga menanyakan apa yang terjadi padanya, seperti wartawan. Saat mereka semua mengerubunginya tadi.

Fera terdengar mendengkur pelan saat rambutnya selesai disisir oleh Levi hingga kembali rapi dan bergelombang, kulit Fera juga kembali terlihat seputih porselein dengan rona merah menghiasi kedua pipinya kembali--Keadaanyanya berangsur-angsur kembali normal.

"Fer, luka lu belum di taruh obat, ke uks bentar yuk. Nanti kita balik lagi ke sini, gurunya pun belum datang. Yah,?" bujuk levi, Fera tidak merespon.

"Fer... Ayok"

"Ngh, nanti aja, abis ulangan" Kata Fera pelan, dia tidak merubah posisinya.

karena dia merasa bahwa luka-lukanya makin lama terasa makin sakit, dan dia memilih untuk tidak banyak bergerak agar rasanya tidak semakin terasa.

"Hufft... Oke deh " Levi pun hanya tertunduk dan bangkit dari duduknya. Kemudian dia keluar kelas.

Fera pun tertidur.

Bersambung

Selanjutnya_

" Namamu siapa?"

"Untuk apa menanyakan namaku? "

kelvin berdengus kesal memandangi cewek keras kepala yang diserempetnya tadi pagi//

"Fer, ya ampun . Gue mau curhat tapi lupa" Levi mendadak cemberut saat melihat kelvin, cowok yang membuat hatinya berdebar tadi malam, keluar dari ruang uks tempat Fera berada sekarang. Dia pun masuk keruangan dan mendapati Fera dengan muka merahnya, Menahan amarah.

"Lu kayaknya ada affair ya sama cowok tadi?" Tanyanya kesal.

"What? That is big no!"

// "Ini dia si sialan!!" dan kelvin meninju punggung Faber dari belakang dengan keras, saat dia ingat janjinya kemarin, tepat pada saat mereka sedang melakukan pemanasan. Didepan guru.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status