Beranda / Romansa / Hatiku direbut Berondong / Gangguan yang Menyebalkan atau Menenangkan

Share

Gangguan yang Menyebalkan atau Menenangkan

Penulis: Radieen
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-02 08:36:16

Awalnya kupikir semua kebetulan. Tapi Ayu bercerita, Arga yang memohon padanya agar mengajakku ikut menonton. Ia yang mentraktir Ayu dan Sadam, hanya supaya bisa melihatku lagi. Rupanya, sejak tahu hubunganku dengan Rian berakhir, Arga sudah menyiapkan cara untuk mendekat. Plan A gagal, ia sudah siapkan Plan B.

Beberapa hari kemudian, pesan-pesan aneh darinya mulai datang. Kadang pesannya muncul saat aku sedang membantu Nenek memasak di dapur.

"Kak, hati-hati kalau goreng ikan. Minyak panas suka iseng. Kalau tangan Kak Fara lecet, siapa yang bakal ngetik balas chat ku?”

Aku mendengus kesal membaca pesannya. Tanpa kusadari, tanganku malah buru - buru mengetik balasan untuknya,

"Belajar gih yang bener, jangan sok perhatian!”

Namun entah mengapa, setelah itu aku diam-diam menunggu balasan berikutnya. Dan benar saja, malamnya ia kembali mengirim pesan.

"Udah makan malam, Kak? Jangan sampai kurus. Nanti baju sekolah dulu kebesaran lagi.”

Aku tertegun. Bagaimana mungkin dia masih ingat hal kecil itu? Dahulu ia memang sering mengejek seragamku yang longgar. Kini, ia menjadikannya bahan candaan lagi. Aku mencoba mengabaikannya, pura-pura sibuk. Tapi Arga tidak pernah menyerah. Esoknya, dia kembali mengirim pesan, kali ini hanya stiker wajah kucing dengan ekspresi memohon. Aku tertawa kecil. Anak ini benar-benar usil.

Sore itu, saat aku sedang menyapu halaman rumah, suara motor berhenti tepat di depan pagar. Suaranya terasa familiar. Aku menoleh sekilas, dan benar saja, motor sport hitam dengan knalpot khas itu adalah Arga. Arga turun dengan helm setengah terbuka, memperlihatkan senyumnya yang menyebalkan.

“Assalamu’alaikum, Kak Fara!” serunya lantang.

“Wa’alaikumussalam. Ngapain kamu ke sini?” tanyaku, mencoba terdengar cuek.

“Ya mampir dong. Masa cuma lihat rumah Kakak dari jauh? Lagian…” ia menatapku sekilas, “…aku kangen.”

Wajahku panas. “Kangen apaan. Sana, kangen sama pacar kamu aja.”

Ia tertawa keras. “Pacar? Mana ada. Aku maunya ya… sama Kak Fara.”

Aku tercekat. Untung sapu di tanganku masih kukayuh-kayuhkan di tanah, menutupi wajahku yang mendadak panas. “Jangan becanda aneh-aneh, Ga. Sana pulang. Nggak usah isengin orang yang lagi kerja!"

Arga tidak membalas, malah mengambil sapu cadangan yang bersandar di tembok. “Biar aku bantu ya. Masa calon dokter nggak bisa nyapu halaman? Kuliah kedokteran kan harus siap kerja keras. Nyapu ini sih gampang.”

Kami pun menyapu bersama, meski lebih banyak aku yang mengerjakan. Arga hanya mondar-mandir sambil membuat pola aneh di tanah dengan sapunya. Sesekali dia pura-pura mengibaskan debu ke arahku.

"Arga!” seruku kesal. “Kalau bikin kotor lagi, mending jangan bantu!”

Dia terkekeh. “Iya, iya. Maaf, Kak. Nggak nyangka kalau nyapu bareng Kak Fara bisa seseru ini.”

Aku menggeleng. Entah kenapa, sulit sekali untuk benar-benar marah padanya. Tak lama kemudian, Nenek keluar dari rumah dengan senyum hangat. “Eh, Arga. Baru datang? Sudah makan, Nak?"

"Belum, Nek. Tapi nggak usah repot-repot, saya cuma mampir sebentar,” jawabnya sopan, tiba-tiba berubah 180 derajat dari jahil menjadi sangat hormat.

"Kalau sebentar pun harus minum. Fara, ambilkan teh panas.”

Aku melirik sambil menarik nafas, tapi tetap melangkah ke dapur. Sambil menuangkan teh ke gelas, aku sempat mencuri pandanganku ke luar lewat celah pintu. Arga duduk sopan di kursi kayu, menunduk saat berbicara dengan Nenek. Matanya berbinar, ekspresinya penuh hormat. Rasanya aneh melihatnya begitu. Seakan ada sisi lain dari Arga yang selama ini tak pernah aku tahu.

Malam harinya, aku berbaring sambil memikirkan ucapannya tadi, “Aku maunya ya… sama Kak Fara.”

Serius kah dia, atau hanya bercanda? Saat pikiran itu bergelut, ponselku bergetar. Pesan dari Arga masuk.

"Kak, minggu depan aku ada acara kampus. Tapi sebelum itu, boleh aku main lagi ke rumah? Nanti aku bawain roti kesukaan Nenek.”

Aku mengetik singkat.

“Jangan sering-sering ke sini. Nenek bisa salah paham.”

Balasannya masuk secepat kilat.

“Kalau salah pahamnya buat seriusin Kak Fara, boleh dong?”

Aku mematung. Jantungku berdegup tak karuan.

Aku meletakkan ponsel di dada, menutup wajah dengan bantal. Rasanya campur aduk, antara kesal, malu, dan… entah apa lagi. Anak ini benar-benar tahu cara membuatku gelisah.

----

Hari sudah mulai senja, Nenek tiba-tiba mendapat kabar mendesak. Tanteku, anak kedua Nenek akan segera melahirkan. Karena suaminya masih dalam perjalanan pulang, Nenek diminta mendampingi.

“Fara, Nenek harus berangkat dulu ya. Kamu jaga rumah. Kalau ada apa-apa, kabari tetangga sebelah,” pesan Nenek sambil tergesa-gesa menyiapkan barang.

Aku mengangguk. “Iya, Nek. Hati-hati di jalan. Sampaikan salamku untuk Tante.”

Begitu Nenek pergi, rumah terasa sepi sekali. Badanku memang sejak semalam terasa agak panas. Kepalaku terasa begitu berat, tubuhku menggigil. Aku mencoba bertahan, merebahkan diri di kamar dengan selimut tipis. Tapi rasa sakit semakin kuat. Tenggorokan kering, tubuhku rasanya seperti terbakar. Tapi sekarang aku malah sendirian.

Ponselku bergetar. Pesan masuk dari Arga.

“Kak, lagi apa? Udah makan?”

Aku menatap layar dengan mata berair. Jemariku gemetar, tapi aku hanya membalas singkat.

“Lagi nggak enak badan.”

Butuh waktu hanya beberapa detik, pesan balasan masuk.

“Apa?? Sejak kapan sakitnya? Nenek ada di rumah?”

Aku menghela napas, mencoba mengetik perlahan.

“Nenek ke rumah Tante. Aku sendiri. Nggak usah panik, Ga. Cuma pusing biasa.”

Namun, pesan selanjutnya membuatku kaget.

“Aku ke sana sekarang.”

Aku membelalakkan mata. Ini sudah mau malam, apa dia sudah nggak waras?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hatiku direbut Berondong   Kecupan di Tengah Pelarian

    Malam semakin larut, dan pikiranku penuh bayangan buruk. Saat Arga mengucapkan kata “hotel,” tubuhku rasanya menegang. Aku tahu Arga tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh sejak SMA, hanya saja.. aku sedikit ragu dengan keputusannya kali ini.Aku menelan ludah. "Ga, bukankah itu akan menimbulkan masalah baru? Bagaimana kalau Rian tetap menemukan kita?” Arga menggeleng pelan. “Lebih berbahaya kalau kita terus di jalan. Setidaknya di hotel kita bisa kunci pintu, kita bisa istirahat, kita bisa berpikir lebih jernih. Aku janji akan jaga kakak.”Matanya begitu serius, membuatku terdiam. Aku tahu dia tak main-main. Meski takut, aku juga tak punya pilihan lain.“Baiklah… aku ikut kata kamu.”Kami menemukan hotel kecil di pinggir jalan raya, tak jauh dari warung eceran tadi. Bangunannya sederhana, cat dindingnya memudar, tapi suasananya cukup sepi. Arga yang mengurus resepsionis, sementara aku menunggu di luar, menyembunyikan wajah di balik masker, topi, dan jaket.“Sudah, ayo,” katanya s

  • Hatiku direbut Berondong   Bayangan yang Menguntit

    Sepanjang malam aku duduk di teras rumah, memikirkan kata-kata Arga. Apakah aku benar menyukai Arga atau hanya merasa nyaman karena ia selalu ada untukku? Lamunanku buyar seketika, ketika aku mendengar langkah nenek mendekat. "Ada apa nak?" Tanya nenek dengan lembut, sambil menarik kursi plastik mendekatiku. Aku alihkan pikiran ku dari bayangan Arga, mencoba fokus dengan rencana awal. "Nek, Fara akan pergi besok pagi," ucapku, dengan suara bergetar. Nenek menghela napas panjang. "Nenek tahu, Nak. Kamu memang harus melakukan ini. Nenek akan selalu mendoakanmu." "Nek, Fara janji akan sering menghubungi Nenek. Fara juga akan pulang sesekali menjenguk Nenek," ucapku, memeluk Nenek erat-erat. "Nenek percaya padamu, Nak. Kamu adalah wanita yang kuat dan tegar. Kamu bisa meraih kebahagiaanmu, tapi nak...jangan benci Ayahmu ya. Dia begitu hanya karena judi. Dia sebenarnya orang yang baik. " balas Nenek, mengelus rambutku. Aku tidak menjawab atau menyela. Aku masih mencerna perkataan N

  • Hatiku direbut Berondong   Strategi dalam Gelap

    Suara tamparan menggema di dalam ruangan. Tangan ayah mendarat keras di pipiku, menyisakan panas dan perih di saat yang bersamaan. Aku terperanjat, menatap ayahku dengan mata yang berkaca-kaca.“Kamu sudah berani melawan Ayah? ” wajahnya merah penuh amarah.Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Air mataku jatuh dalam diam, hatiku terasa lebih pedih dibandingkan pipiku. Mendengar kuatnya tamparan ayah,nenek langsung datang menghampiri. Ia tampak marah sekaligus terkejut melihatku menangis. “Ada apa ini? Kenapa kamu tampar anakmu?” Nenek langsung membawaku yang masih terisak pergi dari hadapan ayah. Ayah mencoba mengejar nenek, ingin memberikan penjelasan. Tapi nenek segera menutup pintu kamarnya. Dia tidak lagi ingin mendengarkan penjelasan apapun dari ayah. “Jangan dengarkan kata-kata Ayahmu. Ia sedang kalut karena masalah judi,” ucap Nenek sambil mengelus rambutku. Aku memeluk Nenek erat-erat, menangis terisak di pelukannya. Aku tumpahkan segala keluh kesahku padanya. Aku tak be

  • Hatiku direbut Berondong   Aku Bukan Milikmu

    Malam itu terasa begitu panjang. Sunyi, tapi di dadaku riuh oleh ribuan suara yang saling beradu. Lampu kamar redup, hanya menyorot wajah Nenek yang terlelap di ranjangnya. Wajah yang penuh keriput itu tetap teduh, seolah menyimpan kekuatan yang tak pernah padam meski tubuhnya semakin renta.Aku menatapnya lama, hatiku diliputi rasa bersalah. Betapa tega aku ingin pergi meninggalkan rumah ini, sementara hanya Nenek yang selama ini selalu ada untukku. Tapi aku juga sadar, aku tidak bisa terus terjebak dalam penjara yang dibangun Ayah.Aku harus memilih, entah tetap tinggal di sini demi menemani Nenek, atau berani melangkah demi menyelamatkan masa depanku.Dengan langkah pelan, aku mendekat. Ku sentuh tangannya yang hangat, "Nek, Darah mau ngomong.. " Nenek duduk perlahan, bersandar pada dipan tempat tidurnya. "Iya, kenapa Rah? ""Farah rencana kerja tempat ayah Ayu, terus.. " aku berucap dengan hati-hati. "Kalau uangnya sudah terkumpul banyak.. Farah mau pergi dari sini. Nenek mau ik

  • Hatiku direbut Berondong   Langkah yang Tak Bisa Dikekang

    Aku menatap ayah yang berdiri di depanku dengan penuh rasa kecewa. Air mataku tak henti -hentinya menetes. "Kenapa ayah begitu tega, yah? " Aku masih menatapnya tak percaya. "Aku hanya menerima uang lamarannya, apanya yang menjual? Lagian Rah, apa kurangnya Rian ini sih. Bisa-bisanya kamu menolak orang setulus dia! Aku sebagai ayahmu berhak menentukan pasangan terbaik buat kamu! "Nenek yang sedari tadi hanya mendengar kini ikut menimpali.“Kembalikan saja uangnya.” Nenek tidak lagi menyembunyikan amarahnya. “Itu nggak mungkin bu, uangnya...sudah habis.” Ayah berkata sambil membuang pandangannya. Aku dan nenek masih tertegun, ah.. lagi - lagi dia pasti main judi. Pikiranku langsung melayang entah kemana. Pantas saja dia terus memaksaku menerima lamaran ini. “Kita akan ganti, berapa uang nak Rian untuk melamar Farah?” Ayah menyela, “ Bu..rumah ini di jual saja tidak cukup membayarnya.”Nenek terduduk lemas, tidak percaya dengan apa yang sudah dilakukan anaknya sendiri. Dia tidak

  • Hatiku direbut Berondong   Taruhan Hati atau Harga Diri

    Aku menatap layar ponsel itu dengan jemari yang bergetar. Pesan singkat dari ayah terasa seperti jeratan yang menutup ruang gerak ku.Mata ku panas. Kata-kata itu bukan sekadar undangan lamaran, tapi ancaman yang samar. Nafas ku memburu, seakan udara kafe yang tadi hangat berubah sesak menghimpit dada.Arga menyadari perubahan wajah ku. “Kak… siapa?” tanyanya lirih, meski aku tahu ia sudah melihat nama itu muncul di layar.Aku buru-buru menyembunyikan ponsel di bawah meja, tapi tatapannya tajam, penuh selidik.“Soal Rian, ya?” suaranya nyaris seperti bisikan, tapi ada amarah yang jelas bergetar di baliknya.Aku menunduk, tak sanggup menjawab. Tubuh ku gemetar, bukan hanya karena takut pada Rian, tapi juga pada kenyataan bahwa besok hidup ku bisa saja diputuskan orang lain tanpa aku mampu melawan.Arga menggenggam tanganku lebih erat. "Apa yang bisa aku bantu buat kakak? Kalau memang kakak tidak mau, aku bersedia melakukan apapun!"Aku melepaskan tangan Arga, "Ga, terimakasih. Tapi bia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status