Home / Romansa / Hayu / Hari Yang Sial

Share

Hari Yang Sial

Author: Kardinah
last update Last Updated: 2022-01-29 20:40:28

Pagi ini matahari bersinar cerah sekali, sinarnya yang masuk di antara celah jendela kamar Hayu, membuat Hayu menutupi wajahnya dengan sebelah tangan, dia hampir terlambat. Tidak biasanya dia bangun kesiangan seperti pagi ini. Semalaman dia tidak bisa tidur, berpikir banyak hal tentang hubungannya dengan Bisma. Bu Tuti mengetuk pintu kamar anaknya.

“Nduk, Bisma sudah menunggumu di luar.”

“Masih berani ke sini rupanya.” Hayu membatin kekasihnya itu.

“Ya, Bu. Hayu sedang bersiap-siap,” teriak Hayu berlari ke kamar mandi. Dia harus bergegas kalau tak mau terlambat dan kena omel bosnya yang kepo akut itu. Selesai mandi ala kadarnya, dia bergegas keluar kamar, untungnya dia tidak perlu memakai make up, dia tidak suka. Wajahnya yang cantik hanya menggunakan pelembab dan liptint. Baginya itu sudah cukup. Di anugerahi kulit kuning langsat, membuatnya tidak perlu menempelkan berbagai macam kosmetik.

Hayu berpamitan pada ibunya yang masih sibuk membuat kue-kue yang sudah di pesan orang. Dibantu dua orang yang dengan cekatan menyelesaikan beberapa kue-kue basah.

“Bu, Hayu berangkat dulu.” Hayu mencium punggung tangan ibunya. Bu Tuti memberikan satu kotak kue basah.

“Untuk pak Candra,” ucap Bu Tuti, menyerahkan sekotak kue basah bermacam-macam rasa. Hayu mengambil kotak yang diulurkan padanya.

“Baik, Bu.”

Hayu keluar dari rumah, menghampiri Bisma yang sedang menunggunya di teras.

“Sudah, ayo berangkat, kita bisa terlambat!”

Hayu tak menjawab, dia masuk ke mobil Bisma. Tak ada percakapan apa pun di antara mereka. Hayu enggan memulai pembicaraan.

“Apa kamu marah padaku?”

“Marah? For what? Aku tak punya energi untuk itu. Ini masih pagi, aku tidak mau mood ku hancur hari ini, apalagi banyak pekerjaan penting yang harus aku selesaikan pagi ini.”

Bisma diam, dia merasa Hayu berubah pagi ini. Tapi dia juga, tidak mau memicu pertengkaran. Sampai di Hardana Grup mereka turun. Melirik jam di pergelangan tangannya, Hayu berlari masuk ke dalam terlebih dahulu. Tak ada kecupan hangat untuk Bisma pagi ini. Bisma mencebik, dia kesal sekali.

Hayu yang hampir terlambat segera masuk lift, mengabaikan Bisma yang masih memarkirkan mobilnya. Dia tak peduli, yang ada di pikirannya, dia tidak mau terlambat. Kinerjanya selama ini cukup baik, baru kali ini dia apes sekali, harus berkejaran dengan waktu.

Tring!

Lift berhenti tepat di lantai 17, Hayu bergegas mengayunkan langkah menuju meja kerjanya. Lantai 17 hanya untuk ruang CEO, jadi bisa dibayangkan betapa besarnya ruangan itu.

Hayu menghela nafas, pak Candra sudah berdiri dan bersandar di meja kerjanya.

“Hayu! Kenapa terlambat! Kita ada meeting penting pagi ini, kamu sudah menyiapkan berkas yang akan kita bawa saat meeting nanti? Apa kamu memang sedang ada masalah dengan Bis malam itu, sampai kamu tidak bisa tidur dan datang terlambat pagi ini!”

“Maaf, Pak. Semua berkas yang akan kita bawa pagi ini sudah saya siapkan semua, jadi bapak tidak perlu khawatir. Mengenai alasan saya terlambat ke kantor, tidak perlu saya jelaskan secara rinci, ini bukan tempat curhat, tapi tempat mencari uang.”

“Berani kamu sama saya!”

“I’m not.”

“Yes you are. Ngejawab terus!”

Candra yang kesal dengan Hayu pun masuk kembali ke ruangannya. Hanya Hayu dan Candra yang bersikap begitu, meski mereka adalah atasan dan juga bawahan.

Hayu meletakkan tas di kursi kerjanya, menyiapkan berkas yang akan di bawanya nanti, Bisma menghampiri kekasihnya itu.

“Hayu, masih marah?”

Hayu masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di tangannya. Tanpa mendongakkan kepalanya dia menjawab, “Enggak, aku nggak marah. Ini sudah jam kerja, meski pemiliknya ini sahabat kamu, tidak seharusnya kamu berada di sini, sebaiknya kamu kembali ke ruangan kamu, Bisma. Aku tidak enak dengan Pak Candra.”

Bisma mendengus kesal, tak urung dia pergi juga meninggalkan kekasihnya yang dia tahu masih marah padanya.

Sejak tadi, Hayu berusaha menahan rasa kesal yang bersemayam di dadanya sejak semalam, tapi entah kenapa, rasa kesal itu pagi ini masih berlanjut, belum hilang dari hatinya. Padahal Bisma masih bersikap manis seperti biasanya.

Hayu hampir lupa kalau ibunya menitipkan sekotak kue-kue basah untuk atasnya itu. Hayu melangkahkan kakinya, mengetuk pintu ruangan Candra.

"Masuk," ucapnya dari dalam. “Ada apa, kita berangkat sekarang? Ini baru jam berapa?”

“Tidak, Pak, saya hanya mengantarkan titipan dari Ibu saya.” Hayu menaruh kotak kue di atas meja Candra.

Dengan wajah yang berseri, Candra membukanya, dia tahu itu pasti berisi kue-kue kesukaannya. Candra mendongak, menatap Hayu, “Thank you, Hayu.

Hayu mengangguk dan meninggalkan ruangan candra. Kembali ke meja dan mengerjakan pekerjaannya hari ini. Tepat pukul 9, Candra keluar dari ruangannya, mengajak Hayu berangkat meeting. Biasanya jalanan akan macet dan candra tidak mau terlambat.

“Hayu, ayo kita berangkat sekarang.”

“Baik, pak.”

Hayu mengambil tas dan juga berkas yang dia butuhkan, berjalan mengekori candra. Memasuki lift terlebih dahulu dan menekan tombolnya.

“Thank you, Hayu.”

“Sama-sama, pak.”

“Hay, kamu hari ini aneh, muka kamu belum kamu setrika? Kusut banget? Saya jadi tak berselera memandang kamu.”

“Untung saja kita berada di lift khusus ya, Pak. Kalau tidak pasti besok saya jadi judul berita utama di kantor.”

Candra tertawa terbahak-bahak, “Habisnya wajah kamu itu, nggak bisa membohongi saya, kalau kamu sedang ada masalah dengan Bisma.”

Hayu mendengus kesal, menarik nafas dalam dan menghembuskannya.

“Apa seberat itu, sampai-sampai kamu menghela nafas seperti itu,” imbuhnya menggoda sekretarisnya itu.

“Bapak mau tahu banget atau mau tahu saja? Coba bapak tanyakan pada sahabat bapak itu? Lagian bapak kenapa selalu ingin tahu tentang kehidupan saya.”

Dengan cepat Hayu menutup mulutnya, dia keceplosan.

“Maaf, Pak. Rem saya mendadak blong. Jangan potong gaji saya, Pak.”

“Nggak,” jawab Candra mengacak-acak poni Hayu. Dengan kesal Hayu meniupnya agar rapi kembali. Candra yang melihat tingkah absurd sekretarisnya itu terkekeh. Dia makin gemas dengannya, namun dia ingat gadis di depannya ini milik sahabatnya. Mereka keluar dari lift menuju mobil Candra. Kening Hayu berkerut, biasanya ada sopir yang mengantar mereka berdua.”

“Pak, hari ini Bapak menyetir sendiri?”

“Masuk!”

Lagi-lagi Hayu menghela nafas, dia masuk mobil candra. Mereka menuju restoran jepang yang sudah di pesan oleh klien mereka. Perjalanan dari kantor ke restoran jepang tersebut lumayan lama karena jalanan yang mulai ramai, perjalanan yang biasanya bisa di tempuh dalam waktu kurang dai 20 menit hari ini jadi 35 menit.

Mereka akhirnya tiba di restoran, Hayu turun terlebih dahulu, sungkan kalau Candra sampai membukakan pintu mobil untuknya, takut disebut sekretaris durhaka.

Sialnya saat Hayu turun dari mobil, matanya berserobok dengan tatapan mami Bisma.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
A. JOEZAH
lanjutkan kak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hayu   Aku mencintaimu

    Mama Candra terkekeh geli melihat reaksi putranya. Dia menaik -turunkan kedua alisnya, menggoda putranya yang tersenyum-senyum tipis, mempertahankan gengsinya. “Mama nggak pulang? Bukankah ada sesuatu yang mau Mama kerjakan?” “Jadi kamu mengusir Mama? Mau jadi anak durhaka, mau mama kutuk kalian cepat punya anak?” Mama Candra berpura-pura marah pada putranya, tapi sejurus kemudian di terkekeh, dia tahu putranya sengaja mengusirnya. Mama Candra menyeruput tehnya dan menatap Hayu. “Nduk, Mama lupa, Mama ada janji dengan teman-teman arisan Mama. Mama pulang dulu, ya, titip Candra, dia suka nakal kalau nggak ada Mama. Kalau dia macam-macam denganmu bilang Mama, biar langsung Mama nikahkan sama kamu, Nduk.” Hayu ingin tertawa, tapi dia berusaha menahannya dengan melipat kedua bibirnya ke dalam. Dia mengangguk merespons mama Candra. Melihat wajah Hayu yang bersemu merah, Mama Candra tersenyum senang. Apalagi putranya, dia gemas sekali melihat Hayu tersipu malu-malu. Hayu mencium

  • Hayu   Calon Mantu

    Hayu tertawa geli, dia hanya bercanda, tapi reaksi yang ditunjukkan Jelita padanya menurutnya terlalu berlebihan. “Hei aku hanya bercanda, kenapa kamu seserius itu. Nikmati saja waktumu, toh aku tidak pergi ke mana-mana.” Jelita menghela nafas lega, dia pikir sudah mengganggu Hayu sehingga dia mengusirnya. Jelita menyeruput kopinya dan memakan kembali kue buatan ibu Hayu yang sejak tadi membuat air liurnya menetes. Jelita memasukkan kue basah dengan warna dan aroma pandan ke dalam mulutnya. Baru saja dia mengunyahnya, suara yang sangat familiar menyapa telinganya. “Lho, Jelita, kamu kok di sini, Nak?” Jelita tersedak, Hayu melesatkan tangannya cepat, mengulurkan kopi milik Jelita. “Hati-hati, minumlah, jangan menyepelekan tersedak, itu bisa membuatmu mati!” Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Hayu barusan, malah semakin membuat Jelita terbatuk-batuk. Mami Candra yang memiliki hati yang lembut pun segera menghampiri Jelita dan mengusap punggung gadis itu hingga b

  • Hayu   Menghancurkan Mimpi

    Bisma mengetuk pintu kaca mobil Jelita. Mau tak mau Jelita menurunkan kaca pintu mobil miliknya. Dia tak mengerti dengan sikap Bisma. Bukankah kekasihnya itu sudah jelas-jelas mengatakan hal yang tak bisa dia harapkan sama sekali. Lalu untuk apa dia mengejarnya hingga kemari. “Ada apa, Mami sudah menjelaskan segalanya. Semuanya sudah berakhir bukan? Apa yang ingin kamu katakan padaku kali ini, rasanya tak mungkin kamu berubah pikiran.” “Maafkan aku, Jelita, semuanya harus berakhir begini, aku masih pada keputusan yang sama. Hati-hati di jalan.” Jelita menghela nafas, Bisma tak mengubah keputusannya. Jelita tak ingin menjawab perkataan Bisma selain anggukan kecil yang ditunjukkan sebagai respons darinya. Jelita tak peduli Bisma masih berdiri di sana. Dia memilih meninggalkan tempat yang saat ini tak ingin dia pijak. Tempat di mana dia menaruh harapan kosong, dengan pintalan asa yang berantakan. Melajukan kendaraannya di jalanan, berbaur dengan kendaraan lainnya. Selama perjalanan pu

  • Hayu   Dikhianati Keadaan

    Jelita geming, menunggu jawaban dari calon suaminya, sementara Nyonya Adibrata dengan sengaja membuang muka menghindari tatapan calon menantunya. Seketika Jelita sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Alih-alih mendapatkan jawaban dari orang yang saat ini menjadi tumpuan harapannya, dia lebih memilih untuk keluar dari ruang rawat inap Bu Ayu. Dengan langkah gontai dan kepala yang tertunduk lesu, dia meraih handle pintu dan berusaha keluar dari kamar itu. Jelita terduduk di kursi yang berada di luar ruangan. Saat ini dia tak tahu, apalagi yang harus dilakukannya. Terkadang hidup memang selucu itu, dia dikecewakan orang yang paling dekat dengannya sendiri. Harapan yang terlalu tinggi, kini mengkhianatinya bertubi-tubi. Membuatnya terpuruk di tengah badai, terombang-ambing hingga ke palung dasar rasa kecewanya. Tak dia nyana sama sekali Bisma keluar, Jelita menoleh ke arahnya. Bisma mendudukkan tubuhnya di sebelah Jelita. Dia menghela nafas panjang dan dalam, seolah ingi

  • Hayu   Maafkan Aku

    “Boleh aku masuk? Apa aku mengganggumu? Aku hanya membutuhkan waktu sebentar denganmu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu. Apa kamu sudah sarapan?” Chandra menunjukkan kotak makannya pada Jelita. “Jadi aku mengganggumu, kamu sedang sarapan, ya. Apa sebaiknya aku pergi saja.” “Tidak perlu, sebaiknya sekarang saja kamu katakan apa yang ingin kamu katakan, sebentar lagi aku akan bertemu dengan klien.” “Apa benar kalian melihat Mamiku dan Papi Bisma bersama? Tolong katakan yang sejujurnya padaku. Aku sempat mendengar mereka membicarakan Mami dan juga Pak Adibrata. Jadi sebenarnya apa yang terjadi. Apakah kecurigaanku itu memang benar terjadi? Bukankah kalian sempat bertemu mereka berdua?” Candra bingung, dia tak tahu harus menjawab apa. Kalau dia mengatakan iya, Candra tak ingin melihat Jelita kecewa. Bagaimanapun Jelita pernah hadir di dalam hatinya dan sempat bertakhta di sana. Namun, di satu sisi dia tidak ingin membohongi Jelita, sebab bagaimanapun juga Jelita harus tahu

  • Hayu   Semalam Tidur Dimana?

    Mau tak mau Hayu pun membuka matanya, Dia malu sekali karena ketahuan oleh Candra. Candra tersenyum melihat Hayu membuka mata. “Apa kamu menginginkan sesuatu atau kamu mau sarapan apa? Mungkin aku bisa membelikannya untukmu." Hayu menggelengkan kepalanya, “Tidak perlu repot-repot, Ibu pasti sudah memasakkan sesuatu untuk kita, aku sudah bilang padamu bukan, kalau hari ini, aku ingin di rumah saja.” Candra mengangguk, “Tentu saja, bukankah aku sudah berjanji padamu kemarin, kalau hari ini kamu bisa mengambil cuti. Fokuslah pada kesehatanmu terlebih dahulu, baru kamu masuk kerja, toh semuanya sudah aku selesaikan. Bisma juga sudah menandatangani semua yang kita butuhkan. Kalau kamu menginginkan sesuatu atau kalau kamu membutuhkan bantuanku, kamu tinggal meneleponku dan aku akan secepat mungkin datang kemari. Sekarang aku harus pergi ke kantor.” Hayu mengangguk. Namun sejurus kemudian ibu Hayu sudah berada di ambang pintu kamar Hayu. “Sarapan dulu sebelum kamu pergi ke kantor, kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status