Share

The Arrogant Man

Demi membuat sahabat kecilnya tersenyum bahagia, Carla pun menuruti keingan gadis kecil itu. Ia akan menyerehakan hadiah dari Cheril pada si dokter tampan, yang sebenarnya dia sendiri tidak tahu siapa sebenarnya dokter yang dimaksud anak sembilan tahun itu.

Itu dokternya, yang sedang memarahi suster itu,” Cheril menunjuk seorang dokter dengan tinggi badan sekitar 180 sentimeter, rambut berwarna cinnamon brownnya tertata rapi dengan potongan model rambut Ivy League.

Mata hijaunya terlihat menatap kesal pada seorang perawat yang sedang tertunduk di hadapannya. Sekilas wajah dokter itu mirip dengan actor Andrew Garfield dengan garis wajah yang lebih tegas dan sorot mata yang lebih tajam.

Carla tak begitu menyukai raut wajah dokter itu karena terlihat galak dan tatapan mengintimidasinya sangat membuat hati tak nyaman.

“Carla, ayo serahkan hadiahku, tunggu apa lagi!” desak Cheril, mereka berdua sedang bersembunyi di balik tembok tak jauh dari ruangan si dokter tampan.

“Apa kau yakin itu dokter tampan yang kau maksud?” Carla mencari alasan untuk mengulur waktu.

Cheril menatap kesal pada perempuan yang jauh lebih tua darinya itu, “Sangat yakin, namanya adalah Dokter Sbastian, dia seorang dokter spesialis kanker.”

“Wau, ternyata kau tahu sangat banyak tentang dokter itu,” Carla masih mencari cara untuk membatalkan niatan Cheril memberika hadiah pada dokter itu.

Cheril berkacak pinggang, “Aku sudah bilang padamu bukan bahwa aku sudah mencari tahu tentang dia. Sudah jangan banyak bicara lagi, cepat serahkan hadiahku!” Cheril tetap mendesak.

Carla menggaruk-garuk belakang telinganya, berusaha mencari cara lain agar tidak perlu berhadapan dengan dokter itu, “Cheril sepertinya, dokter itu sedang sibuk, bagaimana jika kita cari waktu lain?”

“Tidak! Sekarang adalah waktu yang tepat. Cepatlah Carla!” tegas Cheril. Carla masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. Si gadis kecil tak sabar lagi, terutama ia melihat Dokter Sbastian telah selesai berbicara dengan perawat itu. Akhirnya, Cheril pun mendorong tubuh Carla dan meneriakkan nama Dokter Sbastian, lalu kembali bersembunyi di balik tembok.

Dokter Sbastian membalikkan badannya, Carla yang masih terkejut berniat untuk secepatnya kembali bersembunyi. Namun, terlambat, Dokter Sbastian telah melihatnya.

“Apa kau memanggilku?” tanya dokter bermata hijau itu pada Carla yang membelakangi dirinya.

Si gadis berambut cokelat tua itu pun dengan terpaksa membalikkan badannya, tersenyum kikuk pada si dokter yang sedang berdiri di hadapannya dengan tatapan tak bersahabat.

“Apa kau ada janji denganku?” tanya Sbastian dengan nada dingin.

Carla berjalan mendekati dokter itu diiringi senyum terpaksa, “Sebenarnya, saya ingin memberikan ini pada dokter,” Gadis berambut panjang itu menyodorkan hadiah Cheril ke hadapan sang dokter.

Sbastian menatap tajam Carla, tak berniat menerima hadiah yang disodorkan oleh gadis yang baru dilihatnya itu.

“Dokter ambillah ini untuk dokter!” ucap Carla setelah Sbastia tak juga mengambil hadiah itu dari tangannya.

“Apa saya mengenalmu?” tanya Sbastian nyaris tanpa ekspresi. Carla menggelengkan kepalanya.

“Kalau begitu simpan saja hadiahmu itu, saya tidak biasa menerima hadiah dari orang asing, ya meskipun pada dasarnya saya memang tidak suka menerima hadiah dari orang lain,” ucap Sbastian dengan nada angkuh.

Firasat Carla benar bahwa dokter di hadapannya itu memang bukanlah dokter yang ramah, dia tidak suka harus berdebat, tetapi dia harus memberika hadiah itu pada Sbastian. Dia sudah berjanji pada sahabat kecilnya, dan sahabat kecilnya itu sedang mengintip dari balik dinding. Oleh karena itu, dia harus berhasil membujuk Sbastian untuk menerima hadiah itu.

“Hadiah ini bukan dari saya, tapi dari seseorang yang mengangumi Anda. Saya hanya bertugas menyerahkannya, jadi tolong terima ini!” ucap Carla sambil berusaha tetap terlihat ramah.

Sbastian tersenyum sinis, lalu tanpa kata dia pun berjalan meninggalk Carla. Gadis dua puluh dua tahun itu kini benar-benar semakin kesal karena merasa diabaikan. Namun, Carla tak mudah menyerah. Ia pun menyusul si dokter dan menghalangi jalan dokter itu.

“Apa yang kau lakukan?” bentak Sbastian pada Carla yang mencoba untuk menghalangi langkahnya.

“Saya tidak akan membiarkan Dokter untuk pergi sebelum Dokter menerima hadiah ini,” ucap Carla diiringi tatapan tajam.

Sbastian tak berniat meladeni gadis itu. Ia berusaha menyingkirkan Carla dari jalannya, tetapi tentu saja Carla tidak mau menyerah begitu saja, “Jika Dokter terus mendorong-dorong saya seperti ini, saya akan berteriak dan mengatakan bahwa dokter mencoba untuk melecehkan saya, “ ancam Carla.

Sbastian rasanya ingin mencengkram gadis yang ada di hadapannya itu tetapi coba ia tahan, “Jadi, kalau saya terima hadiah itu, kamu akan berhenti menghalangi jalan saya?”

Carla tersenyum meremehkan diiringi anggukan kepala. Sbastian pun merampas hadiah yang ada di tangan Carla. Membuka hadiah itu dengan kasar. Setelah tahu isinya adalah sebungkus cokelat batang, pria itu tersenyum sinis sambil melirik Carla dengan lirikan dingin.

“Jadi, kau dari tadi menggangguku, menghalangi jalanku hanya untuk menyerahkan sebatang cokelat ini?” Sbastian mengangkat hadiah yang diberikan Cheril dengan bungkus kertas kado yang telah terbuka setengah.

Carla bersidekap, menatap malas dokter yang menurutnya begitu angkuh, “Jangan dinilai bentuk hadiahnya, tapi nilailah ketulusan orang yang memberikannya. Di dalamnya ada surat siapa tahu Dokter ingin membacanya.”

Sbastian kembali memerikasa hadiah itu. Ia temukan secarik kertas di dalamnya. Dengan wajah malas dokter itu pun membaca isi surat yang ada di dalamnya.

Hai dokter tampan

Selamat bertugas, semoga dokter bahagia hari ini

Salam kenal

Cheril

Sbastian meremas surat itu lalu membuangnya di hadapan Carla, “Kau mengirim ini hanya untuk merayu saya? Sayang sekali rayuan murahan itu tidak akan mempan.”

Carla mendenges kesal, “Saya sudah bilang, itu hadiah dari teman saya, bukan dari saya!”

“Dasar kekanak-kanakan!” cibir Sbastian, lalu melempar cokelat itu ke badan Carla.

Gadis bermata abu-abu itu terkejut dengan sikap Sbastian yang begitu kasar. Ia sama sekali tak menduga ada dokter yang bersikap begitu angkuh dan dingin. Dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat Cheril yang dari tadi mengintip dari balik tembok. Gadis kecil itu terlihat menangis, pasti gadis sembilan tahun itu melihat Sbastian melemparkan hadiahnya.

“Cheril!” panggil Carla.

Sahabat kecilnya membalikkan badan, lalu berlari dengan kencang. Carla khawatir. Sbastian bingun dengan apa yang sebenarnya terjadi. Carla pun berlari meninggalkan si dokter angkuh, mencoba untuk mengejar Carla.

“Hadiah itu tidak kekanak-kanakan tapi yang memberikannya memang anak usia sembilan tahun. Dia memberikannya dengan segala ketulusan hati, tanpa maksud apa  pun,” ucap Carla yang tiba-tiba menghentikan larinya dan kembali menoleh ke Sbastian yang masih berdiri di tempatnya.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Carla kembali berlari untuk mengejar Cheril. Sbastian terpaku di tempatnya. Ia menatap nanar sebungkus cokelat batang yang kini tergeletak di atas lantai depan ruangannya.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status