Share

Azriel dan Imajinasi Kirana

Reisqa sudah sampai di hotel, ia telah masuk ke kamar dan menaruh kopernya. Saat ia ingin melepas pakaiannya, ponsel Reisqa berdering. Ia langsung menjawab panggilan Wildan.

Sebenarnya Reisqa cukup terkejut atas panggilan dari Wildan. Mengapa pria itu masih sempat menghubunginya sedangkan ia sangat marah seperti tadi?

Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres di rumah. Ini membuat Reisqa jadi penasaran.

"Ada apa, Wildan?" jawab Reisqa.

Reisqa merasa, Wildan tak merasa bersalah. Pria itu sangat tangguh terhadap pendiriannya. Sampai rasanya, ia tidak malu untuk menelepon Reisqa padahal ia sudah mengusirnya.

Di sana, Wildan langsung bertanya kepada Reisqa, di mana keberadaannya sekarang? Wildan perlu informasi yang tepat. Ia sangat berada dalam bahaya.

"Aku berada di hotel Amarinth. Ada apa memangnya?" tanya Reisqa.

Pria itu tak perlu basa-basi dari Reisqa. Ia hanya ingin Reisqa sampai rumah sekarang. Terpaksa, Wildan harus menjilat ludahnya sekarang. Karena, ia memerlukan Reisqa lagi.

"Aku akan menjemputmu. Pastikan, kau jangan pergi ke mana-mana."

Wildan terpaksa berkata seperti itu dengan tujuan untuk membuat Reisqa tenang. Dengan begini, Reisqa tak akan membuat Wildan dalam posisi bahaya. Pria itu tahu, ayahnya pasti datang dengan tujuan melihat keadaan Reisqa. Di kantor tadi, ia tak memberikan informasi apapun.

Sekarang, Reisqa sedang bingung. Apa yang akan Wildan lakukan kepadanya? Apakah akan ada keluarga yang datang ke rumah? Ia tahu apa yang membuat Wildan dalam bahaya.

Keluarga Sasmita sangat menjaga hubungan dengan keluarga Reisqa. Mereka baik dan sangat berkompeten. Hampir semua orang mengenali keluarga Sasmita. Mereka adalah orang yang dermawan. Ini membuat keluarga mereka sangat dikagumi.

Hampir lupa, Reisqa langsung bersiap-siap dan segera membersihkan dirinya. Karena Wildan, ia jadi menyia-nyiakan uang untuk tidur di sini.

Sekitar pukul enam lebih tigapuluh menit, Reisqa mendapat telepon lagi dari Wildan. Pria itu mengatakan bahwa ia ada di halaman hotel menggunakan mobil berwarna merah. Tentu saja Reisqa harus segera ke sana. Namun, ia tak serta merta membawa koper.

Sudah pasti Wildan akan menendangnya dari rumah setelah keluarga mereka pergi. Reisqa sadar betul akan hal itu.

"Ayo kita pergi!" ajak Wildan pada Reisqa yang sudah berada di hadapannya.

Tak ada pembicaraan khusus selama ini. Mereka menjalani pernikahan seperti pekerjaan yang kontraknya bisa habis.

Yang membuat Reisqa kesal, mengapa ia tak dapat melakukan apapun sebagai dirinya sendiri? Wildan menetapkannya sebagai istri yang terlihat hanya mengurus rumah.

Pergaulan Reisqa juga memburuk. Ia tak memiliki teman pergi seperti saat masih sendiri.

"Ada apa engkau meneleponku, Wildan? Apakah ada sesuatu yang mendesak di rumah?" tanya Reisqa, memberanikan diri.

Pria itu terdiam beberapa saat sembari fokus mengemudi. Ia menjawab, "Ayah akan datang. Pastikan kau berada di rumah."

Benar dugaan Reisqa, bahwa ayah Wildan akan datang. Kalau begini. Siapa yang akan disalahkan apabila mereka sudah ketahuan?

***

Sementara itu, pertengkaran hebat tengah melanda keluarga seorang pria. Kesalahpahaman yang berujung perceraian. Ini sudah bukan masalah yang dapat diperjuangkan.

Azriel Devano menikahi seorang perempuan kejam yang bahkan tak menyayangi anaknya sendiri. Terpaksa, Azriel harus melayangkan gugatan cerai pada perempuan yang ia anggap kejam ini.

"Baiklah kalau itu yang kau mau, Azriel. Aku akan segera pergi dari sini. Aku tidak bisa hidup dalam aturanmu yang merenggut kebahagiaanku."

Zefany, perempuan yang dinikahi Azriel memang tak dapat dilarang atas semua yang ia mau. Kehidupannya ada di dalam sebuah batasan atas peraturan dari Azriel. Ini membuat Zefany kesal dan memilih untuk menandatangi surat permohonan cerai.

Memang bukan hal yang mudah bagi Azriel. Ini pernikahan yang ia inginkan dan impikan. Tapi, benar apa yang dikatakan mendiang ibundanya, jangan salah memilih pasangan.

Mungkin, penyesalan adalah hal yang paling akhir dalam kehidupan seseorang. Ini tak akan bisa terulang lagi di kemudian hari.

Azriel mengingat masalah ini hanya akan memperkeruh keluarga kecilnya. Perceraiannya dengan Zefany akan menimbulkan trauma bagi anaknya, Kirana.

Tak semudah yang ia pikirkan. Masalah keluarga memang harus dipikirkan untuk semua anggota di dalamnya, termasuk anak yang mungkin masih sangat kecil.

Malam ini, Zefany meninggalkan keluarganya. Ia tidak memikirkan bagaimana nasib Kirana. Dirinya sangat senang karena terbebas dengan Azriel. Kehidupannya yang serba berkecukupan tak dapat ia tinggalkan hanya karena Kirana.

Kini, tinggal Azriel yang bisa mengurus Kirana kecil. Setelah menyelesaikan semua urusan ia akan pergi bersama Kirana ke tempat terbaik yang ia pilih.

"Papa," ucap Kirana. Ia terbangun tengah malam. Melihat ayahnya berada di sisinya.

Azriel langsung melihat putri kecilnya yang terbangun dari tidur. Ia kira, Kirana tidur nyenyak. Apakah ia sudah cukup tertidur untuk hari ini?

"Ada apa, Kana?" jawab Azriel.

Pria itu mengelus kepala putrinya. Menyuruh Kirana untuk tidur kembali. Ini masih sangat malam. Kebutuhan tidur Kirana masih sangat banyak.

"Aku bermimpi bertemu seseorang, Papa."

Kali ini apa yang Kirana impikan? Putri kecilnya sangat lugu. Ia mempercayai semua yang ada di dalam mimpi. Berharap mimpinya bisa menjadi kenyataan.

"Seperti apa dia? Apakah kau bertemu dengan ibu peri lagi?"

Imajinasi Kirana yang luas membuat Azriel cukup bangga. Putrinya bisa mengalihkan pikirannya terhadap objek lain. Hampir, Kirana tak pernah bercerita tentang Zefany.

Sebagai ayah, Azriel tidak mau anaknya tak menghormati ibundanya. Ia mau putrinya menerima semua yang ada dalam hidupnya dan mensyukurinya. Akan tetapi, Azriel tak bisa berharap banyak. Zefany saja tidak terlalu peduli dengan anaknya.

Semoga saja, Zefany akan berubah pikiran dan mau mengurus anaknya. 

Ini membuat tanggung jawab Azriel sebagai ayah cukup ringan. Ia harus membuat Kirana tak memiliki masa lalu buruk.

"Aku bertemu seseorang yang sangat cantik. Ia lebih tinggi daripada Mama. Ia hampir sama tingginya dengan papa."

Azriel tersenyum. Imajinasi Kana sangat baik. Ia bertemu orang baru dalam mimpi, hal itu membuat Kana lebih cepat tertidur. Imajinasi itu membuat Kirana tidak sulit tidur.

"Apakah ia cantik? Seperti apa dia?"

Kirana mengangguk senang. Gadis berusia enam tahun itu selalu menganggap apa yang ada dalam mimpinya bisa ia lihat di kehidupan ini. Bagi Kirana, mereka semua baik. Selalu mengajaknya bermain dan makan permen coklat setiap kali.

"Jadi, putri kecil papa ingin permen coklat dari ibu peri?"

Kana meringis karena senang. Ayahnya dapat menebak apa yang ia inginkan. Akan tetapi, ia rindu dengan seseorang. Sangat rindu untuk sekadar bermain bersama.

Kirana kecil belum tahu tentang semua masalah Azriel dan Zefany. Azriel juga tak mau Kirana tahu sekarang. Ia harus fokus belajar dan mengembangkan bakatnya. 

"Aku ingin pergi bersama Mama, Pa."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status