Share

Mimpi

Author: Kikyo de Kira
last update Huling Na-update: 2021-09-04 11:55:04

Mereka bertiga berjalan pelan menuju istana. Hero mendongak melihat langit Kota Gardraff tak berubah sama sekali, masih tampak sendu seperti kemarin. Tak bisa membedakan siang dan malam di sini, para penduduk hanya dapat melihat jam seperti yang diajarkan oleh manusia yang pernah datang.

“Menjelang jam malam, apa ada tanda khusus di kota ini?” tanya Hero, mengingat sejak kedatangannya ke sini Hero belum pernah tidur. Otaknya terlalu sibuk memikirkan banyak hal sehingga ia selalu terjaga di kamarnya.

“Sebentar lagi kau akan melihat ada cahaya yang menyala,” jawab Leander. Dan benar saja, di depan rumah setiap penduduk menyala bola-bola api kecil berwarna ungu pucat.

“Itu ide adikku, dan ayah yang mewujudkannya,” ujar Seema dengan wajah bangga. Ia terlihat bahagia karena Genio bisa memikirkan ide cemerlang. Ini dimulai sejak Seema membakar habis tanaman Leander empat tahun lalu. Genio memang masih anak-anak, tapi menurutnya jika api bisa menyebar luas maka lebih baik benar-benar nyalanya disebar namun tetap dikendalikan.

“Dia jenius, tidak seperti kakaknya,” sindir Lean dan berhasil mendapat tatapan mengerikan dari Seema. “Oops!” kata Lean menutup mulutnya dengan tangan.

“Apa kalian belum pernah melihat matahari, bulan, dan bintang?” Hero mengajukan pertanyaan lagi.

“Jangankan matahari, bulan, dan bintang, saat langit memerah atau berwarna biru saja kami tak pernah melihatnya,” keluh Leander. “Tapi ada di buku, setahuku itu buku yang paling banyak dibaca anak-anak. Para guru di kota ini juga sering mendongeng tentang empat musim yang tidak pernah kami rasakan.” Dalam benaknya Leander juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi 16 tahun lalu, namun ia harus bersabar.

Kota Gardraff masih tampak memukau walau tak berbintang. Dalam belenggu sendunya langit ini, ada pula beberapa peri kecil dari bunga yang kemampuannya tak memudar, mereka menyebarkan cahaya kecil sehingga tanaman di kota ini dapat tumbuh dengan baik. Sayangnya kemampuan mereka tak bisa mengubah warna langit apalagi membuat matahari muncul. Mereka bahkan tidak bisa lagi bersuka cita merayakan pergantian musim.

“Oh iya, bagaimana dengan kekuatan ayahku?” meski Hero agak canggung menyebut Atalla dengan sebutan ayah, ia ingin menuntaskan rasa penasarannya yang satu ini.

 “Selain api ungu, ayahku bisa bergerak dengan cepat dan hebat dalam memanah. Sementara bibi Xalma, selain memiliki kekuatan yang dapat mengendalikan pohon dia juga terkenal karena keahlian meracik obat-obatan. Lalu paman Atalla ... ayahmu, Hero, dia petarung yang sangat kuat, dapat mengendalikan air, dan seperti yang kau tahu ... dia dapat memanggil manusia ke sini, dan mungkin ada kekuatan lain yang tidak kami ketahui,” jelas Seema. Ia kemudian melanjutkan, “Ayahku pernah bercerita, paman Atalla harusnya memiliki pedang keluarga Gladiolus, namun 16 tahun lalu pedang itu hilang. Aku bahkan sudah sekuat tenaga diam-diam mencarinya di setiap sudut kota ini,” ujar Seema.

Mereka kemudian sama-sama terdiam, sibuk dengan isi kepala masing-masing. Seema ingat dulu Atalla mendatangkan hujan buatan saat apinya menjalar nyaris tak terkendali. Dan Leander dalam diamnya masih digerogoti tanya tentang peri sekelas bangsawan seperti dirinya masih tak bisa terbang.

Sejauh ini dalam perkiraan Leander, kemungkinan terbesar yang terjadi adalah disebabkan pernikahan antara peri dan manusia sejak 16 tahun lalu. Mungkin ada perjanjian terikat sehingga kekuatan bangsa peri di Kota Gardraff banyak yang memudar, atau ada kekuatan lebih besar yang telah menyegel kemampuan setiap peri di kota ini hingga menjadi sangat terbatas.

Sementara itu, Hero hari ini bisa mengusir beberapa rasa ingin tahunya. Cerita dari Seema dan Leander selama mengelilingi kota pelan-pelan mulai mengikis rasa penasaran.

***

Seema dan Leander masuk ke istana, dan memutuskan untuk istirahat sebab keesokannya juga dipenuhi kegiatan penting. Mereka akan mengasah kembali kemampuan berpedang.

Hero awalnya ingin melangkahkan kaki untuk masuk, namun ia merasa butuh menyendiri saat ini. Berjalanlah ia menuju gerbang suci Kota Gardraff. Terpaan angin menggerakkan rambutnya, bunga-bunga wisteria juga bergerak pelan. Hero melihat satu pohon bunga yang tampak baru ditanam, di sanalah Seema menemukan cincin ruby merah.

Hero lelah, ia duduk bersandar di gerbang sambil memandangi pohon raksasa yang pertama kali ia lihat saat tiba di Gardraff. Dalam benaknya Hero berpikir keras tentang apa yang bisa ia lakukan untuk Kota Gardraff dan penduduknya. Ia tidak bisa apa-apa.

Saat dibendung rasa bingung seperti ini Hero takut jika kehadirannya hanya merugikan orang lain. Ia tidak ingin hanya menjadi beban dan hidup senang di sini. Jelas Hero harus melakukan sesuatu.

Hero membenarkan letak punggungnya yang bersandar di bagian dalam gerbang, rasa lelah pun membuatnya terlelap.

***

"Di mana ini? Apa aku terlempar ke dunia lain lagi?" Hero memicingkan mata kala semburat cahaya menyeruak di hadapannya. Ada seseorang di sana, tepat di balik cahaya, namun Hero tak mengenali perempuan berambut merah gelap yang berdiri membelakanginya.

Di sebuah tempat dengan dinding berwarna kuning keemasan itu, Hero merasakan kehangatan menjalari seisi hatinya, seperti sebuah pelukan perjumpaan dari orang yang sangat mencintai Hero.

“Hero, Hero ... bangunlah.”

Suara itu, Mana menepuk-nepuk pelan lengan Hero. Membuka mata, rupanya tadi Hero hanya bermimpi. Ia tak sadar sudah terlelap.

 “Ibu tidak bermaksud mengganggumu, tapi kenapa kau terlelap di sini?” Mana memancarkan aura keibuan dan amat perhatian, namun bukanlah Mana yang dilihat Hero dalam mimpinya tadi.

 “Maafkan aku, Ibu ... tadi kami berkeliling kota dan sepulangnya aku ke sini,” jelas Hero. Ia takut sekali membuat Mana khawatir, di sisi lain juga senang ada sosok yang kini mengkhawatirkannya.

Tiga istana di Kota Gardraff ini sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu, masing-masing memiliki tiga lantai, tersedia belasan kamar yang mewah, dan banyak ruangan lainnya. Istana keluarga Gladiolus berdinding putih dan atapnya berwarna merah. Sementara istana keluarga Wisteria berdinding putih dengan atapnya berwarna ungu gelap, sedangkan istana keluarga Lupine juga berdiri kokoh dengan dinding putih dan atapnya yang berwarna hijau.

Dalam perjalanan ke istana bersama Mana, Hero masih tak tahu siapa perempuan yang tadi sempat singgah dalam mimpinya? Sontak langkah Hero terhenti ketika mengingat sesuatu, perempuan yang memiliki rambut merah gelap panjang dan bergelombang itu memakai cincin ruby merah di jari manis tangan kanannya.

Hero mengingat lagi, perempuan itu juga mengenakan gaun panjang berwarna perak dan memakai mahkota bunga. Tak ada sepatah kata yang terucap, bahkan Hero tak melihat wajahnya, hanya saja ada percikan bahagia saat ia melihat perempuan itu dari belakang. Besok Hero akan menemui Eireena untuk melihat cincin ruby merah lagi, barangkali ada sesuatu yang ia lewatkan.

Mengingat di siang hari mereka akan latihan berpedang, Hero harus mengunjungi perpustakaan pada malamnya. Sekarang ia memiliki misi yang perlahan mulai jelas, tentang hal-hal apa saja yang ingin Hero lakukan di Kota Gardraff. Bisa atau tidaknya, itu urusan nanti, yang pasti ia benar-benar ingin menyingkirkan langit sendu yang menyelimuti kota ini.

Hero ingin membuat seluruh penduduk kota dapat memandangi langit biru di siang hari dan menatap bintang-bintang bertaburan di langit malam. Seperti malam itu, malam yang Hero kira akan menjadi akhir hidupnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hero Gladiolus and The Gate of Gardraff   Ayah dan Anak

    Setiap orangtua tentu menginginkan hal terbaik untuk anaknya. Begitu pula Atalla yang sudah menyanggupi tantangan Hero. Ia ingin melihat putranya tumbuh menjadi lebih kuat dan mampu melindungi banyak orang.Sementara itu, Hero bertaruh pada keberanian dan latihannya selama ini. Remaja lelaki yang menguncir setengah rambutnya itu pun tahu bahwa tidak mudah untuk mengalahkan Atalla. Namun, ia masih ingin mencoba dan tak mau menyia-nyiakan kesempatan sekecil apa pun.“Tidak masalah jika kau ingin mundur sekarang, Hero,” gertak Atalla sebelum pertarungan mereka dimulai.“Itu adalah hal yang tak mungkin kulakukan, Ayah,” ucap Hero dengan raut wajah yang serius.“Tapi ... kau bisa terluka,” kata Atalla sambil mengeluarkan pedang.“Hal yang sama juga berlaku untukmu, Ayah.” Hero tampak bersiap-siap untuk melancarkan serangan.Di detik selanjutnya ketika denting pedang beradu, pertarungan antara ayah d

  • Hero Gladiolus and The Gate of Gardraff   Lawan yang Seimbang

    Kekalahan tidak selamanya hanya menelurkan rasa putus asa, melainkan juga dapat menjadi sebuah motivasi untuk memperbaiki diri dan terus berlatih hingga mencapai versi terbaik diri sendiri.Seema tak hanya sekali atau dua kali saja kalah dari Arion, ia sama sekali belum pernah memiliki kesempatan untuk menang. Dengan memilih Arion sebagai lawannya di momen ujian ini, Seema ingin membuktikan bahwa kemampuannya sudah jauh lebih baik.“Arion, kau tak perlu ragu untuk menyerangku dengan alasan apa pun!” tantang Seema agar Arion tetap serius meski sedang bertarung dengan seorang gadis.“Tentu, aku tak pernah berpikir untuk mengalah,” ucap Arion sambil bersiaga.Seema cenderung lebih berani dan nekat dari gadis seusianya, tetapi bukan berarti ia tidak memiliki rasa takut. Jauh di dalam hatinya, ia merasa cemas jika teman-temannya dilukai oleh para iblis dan ia pun khawatir penduduk akan diserang.“Kali ini aku akan mengalahk

  • Hero Gladiolus and The Gate of Gardraff   Lupine Bersaudara

    Di bawah segel yang menyelimuti Kota Gardraff, kemampuan kaum peri memang terbatas, tetapi semenjak Atalla mengajarkan untuk memberi nama pada setiap kemampuan setidaknya energi mereka tak akan berkurang kecuali sudah benar-benar terluka parah.Tidak pernah terbayangkan oleh Leander harus berhadapan dengan Dann seserius sekarang. Mereka saling mengacungkan pedang dan bersiap untuk menyerang, sementara Lyonell dan Flash tampak siaga.“Aku tidak akan kalah darimu, Lean!” tukas Dann dengan mata cokelatnya yang menatap penuh hati-hati ke arah Leander.“Oh, ayolah! Aku pun tak akan membiarkanmu menang, Dann.” Leander mulai melancarkan serangan.Denting suara pedang yang beradu memecah keheningan hutan. Leander menangkis kecepatan Denocyphaca brassa milik Dann dengan bantuan akar-akar pohon. Hebatnya, Dann menggunakan dua pedang sehingga membuat Leander cukup kesulitan.Di detik selanjutnya, Leander melilit tubuh Dann dengan akar-

  • Hero Gladiolus and The Gate of Gardraff   Ujian Dimulai

    Dini hari dengan udara dingin menyeruak yang membuat bulu kuduk berdiri, wajah Hero dan Leander justru dipenuhi keringat karena berlomba menghancurkan dinding yang menghubungkan ruangan mereka.“Lihat saja, aku pasti bisa menghancurkan dinding ini lebih dulu!” ucap Leander yang sama sekali tak peduli dengan perban di tangannya.“Tak akan kubiarkan, lihatlah dinding ini sudah retak!” kata Hero sambil melayangkan pukulan tanpa henti seolah dinding itu adalah tumpukan pasir.“Dasar, kekanakan!” umpat Seema seraya mengatur napasnya.Mereka bertiga menunggu waktu pembebasan dari hukuman sebab hari ini ujian akan dimulai, sementara enam anggota sembilan pedang suci lainnya telah siap dengan segala bentuk ujian yang akan dilewati.“Tiga ruangan di pojok lantai atas cukup heboh,” komentar Dann sambil berjalan-jalan pelan memeriksa persenjataan yang akan digunakan. “Tombak ini sepertinya cocok denganku,&

  • Hero Gladiolus and The Gate of Gardraff   Mengalahkan Rasa Takut

    Setiap orang pasti memiliki rasa takut dalam dirinya, ketakutan akan kehilangan sesuatu, takut pada kegelapan, dan takut berhadapan dengan sosok yang jauh lebih kuat, serta ketakutan lainnya yang diam-diam bersemayam dalam hati.“Lean, apa kau tidak takut gagal melewati ujian besok?” tanya Hero sambil duduk bersandar di dinding. Keringat tampak mengalir di wajahnya karena latihan terus menerus.“Sejujurnya ... tentu takut, tapi aku percaya bahwa tak hanya ketampanan yang kumiliki, kemampuan dan kekuatan fisik juga,” jawab Leander percaya diri.“Konon, orang yang sombong akan kalah sebelum pertarungan dimulai,” timpal Seema yang menyinggung Leander.“Aku tidak menyombongkan diri, Seema! Memang itulah kenyataannya,” sanggah Leander dan perdebatan pun dimulai.Hero tersenyum mendengar kedua temannya bercekcok. Ia memandangi kedua tangannya yang sama sekali tak memiliki bekas luka meskipun Hero terus memu

  • Hero Gladiolus and The Gate of Gardraff   Ibu

    Pengalaman hadir sebagai peringatan agar tak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kelalaian atau kecerobohan yang telah dilakukan memiliki peran layaknya sebuah pelajaran.Di dalam ruangan sempit, Hero terlelap dengan sebilah pedang di tangannya. Deru napas yang sangat kelelahan membuat remaja itu meringkuk dengan tenang. Ia memiliki alis tebal dan bulu mata yang lurus, jika benar-benar diperhatikan Hero memiliki tahi lalat kecil di bawah dagu.Di alam bawah sadarnya, Hero kembali lagi ke tempat itu dan seseorang yang mengaku sebagai ibunya sedang tersenyum lalu duduk di sebelah Hero.“Hero, tanganmu berdarah,” ucap perempuan itu sambil memegang kedua tangan Hero. Sejenak kemudian, luka lecet dan darah di tangan Hero pun hilang setelah diusap oleh perempuan berambut merah gelap itu.Cuaca di sana hangat, langitnya biru cerah, dan angin yang bertiup pelan menggerakkan rambut panjang bergelombang milik seseorang di sebelah Hero.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status