Share

Sudut Kota Gardraff

“Oh iya, Lean ... apa manusia yang dipanggil ke sini memiliki kriteria tertentu?” Hero tak henti meluncurkan pertanyaan di sepanjang jalan.

“Kami tidak tahu terlalu banyak tentang masalah orang dewasa, Hero. Namun dari penyelidikanku selama ini ada dua hal penting yang harus ada di diri manusia itu, suka menolong dan kebaikan hatinya murni,” jelas Leander seraya tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya. Ia kembali menepuk bahu Hero seolah menegaskan bahwa Hero memang pantas berada di Gardraff.

“Saat Kota Gardraff resmi berdiri, paman Atalla melakukan pemanggilan. Setiap tahun begitu, dan mereka para manusia itu sudah mengajari kami banyak hal,” lanjut Lean.

Mereka kemudian berhenti sejenak, sebelah Timur Kota Gardraff sangatlah indah. Di sini semua penduduk memiliki ladang, daerah Timurlah yang menopang kebutuhan makanan pokok semua penduduk kota. Sayur, buah, hingga berbagai macam bunga tumbuh subur. Daerah Timur Kota Gardraff khusus untuk mengembangkan pertanian.

“Hero, Lean ... ambil ini!” Seema melempar dua buah jeruk dari jauh.

“Hei, Seema ... jangan mencuri!” canda Lean.

“Kau keterlaluan sekali, bukannya berterima kasih malah menuduhku mencuri. Aku sudah pamit sama pemiliknya,” keluh Seema yang sudah amat bosan meladeni perdebatan kecil dengan sepupunya itu.

“Apa semua tanaman di sini ditumbuhkan dengan kekuatan kalian?” Hero makin penasaran.

“Tentu tidak, Hero. Dulu bangsa peri memang bisa melakukannya, namun sejak 16 tahun lalu kekuatan itu menjadi pudar. Beberapa peri yang memang berbakat sepertiku masih bisa melakukannya, tapi sangat terbatas. Aku hanya bisa mengendalikan mereka dan menyembuhkan tanaman yang layu, menanam biji kemudian bisa berbuah dalam semalam sudah tidak bisa lagi kami lakukan,” terang Leander sambil mengingat beberapa buku yang pernah dibacanya.

“Wah, tercium aroma kesombongan. Berhati-hatilah saat berada di dekatnya, Hero! Sifat sombong Leander bisa saja menular,” umpat Seema saat mendengar Leander menyebut dirinya berbakat. Malangnya sejenak kemudian Seema jatuh tersandung potongan kayu. “Ini pasti ulahmu, kan?” ia melirik tajam ke arah Lean.

“Enak saja! Seema, sejak dulu kukatakan bahwa kelemahanmu adalah gegabah dan cepat marah sampai hilang konsentrasi dan sekarang jatuh,” ledek Lean sambil terkekeh puas.

Hero ikut tertawa namun ekspresinya langsung datar saat dilihat Seema, terlebih dengan tetapan mematikannya gadis itu mengunci dua jarinya ke arah mata Hero. Jelas membuat Hero tak berkutik.

“Hero, dia memang seperti hewan buas, kalau Seema mengamuk rasanya seperti di neraka,” bisik Lean. Ini adalah pelajaran penting yang tak ingin diulangi Leander, dulu ia pernah bertengkar hingga mematahkan anak panah Seema, gadis itu marah besar sampai membakar habis tanaman kesayangan Lean di depan istana. Penduduk Kota Gardraff sangat waspada agar tak terlibat dengan amarahnya Seema.

***

Jika sebelah Timur kota fokus pada pertanian, bagian Selatan adalah peternakan bahkan juga terdapat area berkuda. Sementara penduduk di bagian Barat sangat pandai membuat peralatan yang menunjang aktivitas sehari-hari, baik alat-alat yang terbuat dari tanah liat, kayu, besi, kaca, hingga berbagai macam perhiasan.

Dan di sini mereka sekarang, bagian Utara Kota Gardraff. Berdiri sebuah perpustakaan besar, yang bersebelahan dengan gedung sekolah. Di Kota Gardraff, anak-anak tidak sekolah seperti manusia pada umumnya, sejak kecil mereka bisa mempelajari lebih dalam tentang hal-hal yang disukai. Mereka dikelompokkan berdasarkan hal-hal yang mereka kuasai.

“Dulu, sistem sekolah dibuat oleh manusia yang pernah ke sini, aku sendiri memperdalam Ilmu Pengetahuan Alam, Eireena lebih tertarik dengan buku sehingga dia memutuskan untuk lebih banyak menulis, kalau Seema sangat gila pada sejarah. Ada ruangan untuk benda-benda bersejarah di dalam perpustakaan, sebagian besarnya ditemukan oleh Seema. Dia berjuang keras sekali mencari benda sisa-sisa peperangan. Seema bahkan mengambil beberapa koleksi berharga ayahnya,” cerita Lean saat mereka memasuki perpustakaan.

“Hai, kalian sedang mencari apa?” Eireena menghampiri mereka bertiga, gadis dengan rambut panjang bergelombang itu memiliki kepribadian yang berbeda dengan saudara kembarnya. Menurut Seema, ekspresi di wajah bulat Eireena selalu ceria dan bersahaja, sementara Lean berwajah suram karena terlalu serius dan terlalu banyak berpikir. Rambut pendek Leander yang berwarna pirang semakin menunjang penampilannya yang terlihat lebih dewasa dari usianya.

“Kami hanya berkeliling dan melihat kegiatan penduduk kota,” jawab Hero lalu melempar senyum pada Eireena.

“Hero, kalau kau mencari buku beritahu saja, aku hapal letak semua buku di sini,” kata Eireena dengan mata yang berbinar indah. Membahas tentang buku membuatnya semangat sekali.

“Oh iya, ayo ke sana ... kau mungkin ingin melihat benda-benda bersejarah,” ajak Seema lalu menuntun Hero ke sebuah ruangan yang diisi berbagai macam benda peninggalan perang.

“Apa aku boleh menyentuhnya?” tanya Hero saat menatap satu per satu benda-benda itu. Ia melihat tombak yang patah, pedang berkarat, belati perak, serpihan baju zirah, ikat kepala, busur dan anak panah yang patah, kompas, pecahan guci, mangkuk dari tanah liat, koin perak yang diambil Seema dari lemari ayahnya, hingga peralatan dapur bangsa peri.

“Boleh, selama tidak menghancurkannya,” jawab Eireena.

“Aku baru ingat ... kebetulan sekali, Eireena ... aku menemukan ini.” Seema memberikan cincin ruby merah.

“Luar biasa, indah sekali cincin ini ...” gumam Eireena. “Di mana kau menemukannya?” tanyanya setelah beberapa jenak mengagumi cincin itu.

“Di dekat gerbang kota, sebelum kedatangan Hero. Awalnya aku ingin menanam bunga wisteria di sana, saat menggali tanah aku menemukan cincin ini,” jawab Seema. Ia bahkan belum sempat memberitahu orangtuanya tentang penemuan kali ini, saat Hero datang semua orang tampak sibuk.

“Aku akan menaruhnya di kotak kaca, mengingat cincin ini ditemukan di dekat gerbang suci, mungkin saja cincin ini sangat penting.” Eireena bergegas.

***

Puas mengunjungi tempat-tempat menakjubkan di setiap sudut Kota Gardraff, mereka bertiga berpamitan pada Eireena. Hero berniat kembali lagi ke perpustakaan di lain waktu, terlebih Eireena menyatakan siap membantu kapan saja. Dari pengamatan Hero, Leander dan Eireena memang memiliki banyak perbedaan namun kecerdasan dan telitinya mereka mirip sekali. Gadis itu bahkan sudah menulis beberapa buku terkait tanaman.

Bagian Utara Kota Gardraff menjadi pusat pendidikan, selain perpustakaan dan gedung-gedung untuk belajar, ada juga laboratorium penelitian, pusat kesehatan dan taman bermain.

Menurut Hero, luas Kota Gardraff nyaris sama dengan kota yang menjadi tempat tinggalnya di dunia sebelum ini, hanya saja kepadatan dan jumlah penduduk jauh berbeda. Di Gardraff juga didominasi hutan, hijau sejauh mata memandang.

“Seema, bisakah aku bertemu dengan manusia yang juga dipanggil sepertiku?”

“Tidak bisa, Hero. Mereka mungkin sudah kembali ke dunia mereka,” kata Seema. Sejujurnya ia juga tidak banyak tahu tentang itu, pemanggilan manusia ke Kota Gardraff sejak 16 tahun lalu hanya bisa dilakukan oleh Atalla Gladiolus. Rahasia tentang cara kedatangan dan kepergian manusia dari Gardraff tidak pernah diterangkan, terlebih pada anak-anak dan remaja.

Hero mengangguk paham, apalagi tadi saat di perpustakaan ia juga melihat sebuah ruangan yang memiliki segel pelindung, di dalamnya terdapat buku-buku penting tentang rentetan kejadian 16 tahun lalu. Eireena yang berhari-hari mendekam di sana bahkan tidak pernah bisa membuka segel ruangan itu.

Kaki mereka bertiga mulai terasa pegal, sudah saatnya kembali ke istana dan istirahat. Dalam hatinya Hero sangat bahagia bisa menghabiskan waktu dengan teman-temannya, dulu ia tak pernah berbincang selama dan senyaman ini dengan orang lain.

Hero tahu ke depannya ia pasti akan merasa nyaman tinggal di sini, rongga-rongga kosong di dadanya kini bagai diisi oleh bunga-bunga yang merekah indah. Walau masih diliputi tanda tanya, Hero tak ingin kehilangan kebahagiaan yang ia rasakan saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status