Share

Bab 2

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-02-19 11:42:25

Ingatan Raka begitu terus menerawang apa yang sebenarnya terjadi kapada dirinya dan kepada ketiga istrinya ini. Setelah mendengarkan cerita ini mereka begitu senang dan melihat pancaran kedewasaan muncul dari wajah Raka.

“Kanda apakah semua ini sudah cukup menjelaskan keadaan kita saat ini.”

“Sudah cukup aku sedikit mengingatnya.” Aku sangat berutang budi kepada kalian bertiga.

Raka menatap dengan lekat tiga gadis cantik di depannya dengan begitu teliti hingga tidak terlewatkan satu incipun dan memperhatikan bagitu semangat.

“Kamu kemarilah Raka memanggil gadis yang di sebelah kirinya dan menyurunya duduk di sebelah kiri Raka.

“Coba kulihat tangan mu.” Raka memegang tangan yang begitu sempurna putih bersih dan harum. Kamu sedang haid sepertinya.”

Gadis itu pun merah padam dan tersipu malu. Kali ini pertama dalam hidupnya ai di puji oleh lelaki yang begitu tampan dan berwibawa setelah bangun dari mati surinya.

Dizaman ini laki-laki diberikan istri lebih dari tiga. Sehingga hal itu menjadi wajar dan lumrah bahkan itu merupakan pria termiskin di desa karena hanya memiliki tiga istri.

Ya memang benar bahwa Raka orang yang miskin dari sekian banyak penduduk desa.

“Semu aini salah ayahku hingga ia tega membungku ke desa ini dan melibatkan kalian bertika.”

“Kelak aku akan membalas hal ini.” Biar mereka menyadari bahwa aku bukan anak yang tidak berbakat.”

“Ohya apakah kalian punya nama?” Ujar Raka menyeringai kea rah dua gadi yang masih bersimpuh didepannya dengan rambut yang di ikat memanjang dan bentuk dada yang sempurna.

“Saya Aina, ini adik ku Aini, dan di sebelah kakanda Andini adik kedua ku dan kami bertiga adalah istri kanda pemberian dari Lurah Wiroguno.”

“Aini menyela ya kami sangat berterimakasih kepada kanda karena mau menerima kami sebagai istri kanda.” Heem ketiga gadis itu kompak menganggukkan kepala.

****

Andai hal ini terjadi di zaman modern pastilah aku………

Kemudian Raka menggelengkan kepalanya dan Kembali focus kepada apa yang ada di sekitarnya ia mendapati begitu kumuhnya dan rusaknya rumah mereka bahkan itu tidak layak jika untuk di huni, lebih cocok sebagai kendang kambing gunung.

Raka menatap nanar dengan keadaan yang menimpanya

Hal seperti ini tidak akan terjadi jika di zaman modern

“Andai hal ini ada mungkin aku bisa menggunakan pesawat untuk membawa mereka ke hotel mewah ku.”

“Pesawat….Hotel….” mereka bertiga menggaruk-garuk kepala…

Aduh!

Raka melihat wajahnya di cermin lusuh yang sudah tidak layak ya sepertinya tukang loak pun enggan untuk membelinya. Dan memindai rambut panjangnya dengan sempurna serta wajah yang begitu tampan dan gagah berani.

????

Bagaimana bisa pria ini hidup begitu menderita sedangkan ia memiliki tbuh yang sempurna dan sangat kuat untuk bisa melawan dan melindungi ketiga istrinya. Bukan malah menjadi budak dan selalu ditindas Bersama ketiga istrinya.

Benar-benar laki-laki tidak berguna pantas saja ayah membuang nya hingga kedesa terpencil ini. Sungguh Nasib yang sangat tragis.

“Kanda berbaringlah di pangkuan Aini biar aku dan Andini mencari kelinci di bawah perbukitan ini.”

Raka kemudian bernapas berat dan mengeluarkan suara gemuruh dari dadanya

Jangan lakukan hal itu lagi biar aku yang mengerjakannya

Kalian bertiga kemasi rumah ini dan segera bersihkan serta periksa bagian-bagian mana yang masih bisa di perbaiki segera perbaiki. Agar kita berempat bisa melewati mala mini dengan tenang.

Setelah mendengarkan ucapan tegas Raka, tiga bersaudari terdiam dan meneteskan airmata Bahagia karena baru pertama kali peria yang menjadi suaminya ini bisa bergerak begitu aktif dan cekatan.

Sebelum-sebelumnya betapa lemah suami mereka hinga sering di tindas oleh mandor yang mempekerjakan mereka bertiga.

“Baiklah kanda.” Mereka dengan kompaknya.

Kemudian Raka menatap semua yang ada di sekitar dan mendapati lima buah anak panah dan busur panah tua yang sudah tidak digunakan lagi.

“Kanda apa yang akan kanda lakukan dengan busur panah itu.” Ujar Aina

“Aku akan menggunakannya untuk menangkap kijang dihutan mudah-mudahan ada hasil yang bagus untuk kita mala mini.”

“Kalian bertiga jaga rumah ini dengan baik gunakan apa saja untuk melindungi kalian jika ada Binatang buas yang menghampiri rumah ini.”

Ya karena di zaman ini keadaan penduduk begitu berjauhan karena kondisi tanah di bawah lereng gunung sehingga membuat mereka harus membuat ruamah dilereng-lereng gunung namun dengan suasana yang begitu ramai.

Tak lama kemudian Raka berlalu dan di benaknya dia tidak pasti akan menemukan rusa atau kijang di sekitar hutan di belakang rumah mereka karena kondisi lingkungan yang sudah banyak rumah juga.

Raka hanya dapat menyusuri jalan setapak di pinggiran desa dan setelah beberpa lama berjalan dia tidak menemukan satu hal apapun melainkan tatapan-tatapan ketakutan dari penduduk desa.

Ia tidak perduli akan hal itu yang ada di pikirannya adalah makan dan ketiga istrinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 305

    Di tengah kekacauan pelarian, Cakra melihat sosok yang paling ia benci: Patih Aryo, yang sedang menunggang kuda tercepatnya, berusaha kabur. Aryo tidak hanya memimpin penyerangan, ia juga merupakan sumber intrik dan ancaman yang tak berkesudahan bagi Giri Amerta.Cakra, yang jiwanya membara oleh kesetiaan dan kemarahan, segera menaiki kudanya, mengabaikan usianya dan kelelahan pertempuran.Cakra: (Berteriak melengking, suaranya pecah namun penuh amarah) "Bajingan Aryo, Jangan Lari! Kau yang memulai kekacauan ini, kau harus bertanggung jawab! Hadapi aku, pengecut!"Aryo menoleh ke belakang, melihat Cakra yang mengejarnya sendirian. Ia tahu Cakra adalah pahlawan tua Giri Amerta, dan membunuhnya akan menjadi kemenangan simbolis di tengah kekalahan memalukan. Aryo mendorong kudanya lebih cepat, menolak berduel, karena ia tahu tujuannya adalah melarikan diri hidup-hidup.Aryo (Dalam hati): "Aku tidak punya waktu untuk berduel dengan veteran tua ini! Aku harus lolos! Kekalahan ini... ini me

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 304

    Rentetan meriam dari pasukan Surya Manggala dan Negeri Angin mengawali pertempuran. Bola-bola besi menghantam lapisan terluar Benteng Petir dengan suara yang memekakkan telinga.Patih Aryo (Berteriak penuh kemenangan dari kemahnya): "Serang terus! Tembak hingga tembok itu runtuh! Hancurkan pertahanan mereka!"Lapisan dinding pertama, yang sengaja dibuat lebih tipis sebagai umpan dan penyerap kejut, segera ambruk. Debu beterbangan, dan sorak-sorai kemenangan terdengar dari kubu Aryo.Panglima Wirantaka: (Melirik Raka, wajahnya sedikit pucat) "Lapisan pertama runtuh, Paduka! Musuh mengira kita lemah!"Raka: (Sangat tenang, mengawasi dengan teropong) "Biarkan mereka bergembira sesaat, Wirantaka. Lapisan pertama telah menjalankan tugasnya. Itu hanya kulit luar. Inti kita masih utuh. Beri sinyal kepada operator meriam. Sekarang giliran kita menunjukkan kepada mereka apa arti peperangan yang sesungguhnya!"Di balik lapisan kedua benteng yang kokoh, para prajurit Giri Amerta bersiap. Meskipu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 303

    Benteng Petir kini bukan hanya diisi oleh prajurit Giri Amerta, tetapi juga oleh kontingen sekutu yang datang dari kejauhan. Pasukan Negeri Pasir, yang terkenal dengan ketahanan dan keahlian bertarung di medan kering, telah tiba untuk membantu.Di lapangan benteng, Raka berbicara kepada pasukan gabungan tersebut.Raka: "Dengarkan aku, para pejuang Giri Amerta dan saudara-saudara kami dari Negeri Pasir! Musuh kita, Patih Aryo, mengira kita lemah karena duka yang baru melanda. Dia mengira dengan membawa bala bantuan, dia bisa menghancurkan kita!"Kepala Suku Pasir, Malik: (Berdiri di samping Raka) "Dia salah, Rajasa! Rakyat Negeri Pasir menghargai sekutu sejati. Kami mendengar kabar kemakmuran Giri Amerta dan keadilan Rajasa. Kami datang bukan karena paksaan, melainkan karena kami percaya pada kebenaran perjuangan kalian! Kami akan berdiri di samping kalian, di antara Kemusuk dan Petir, hingga tetes darah terakhir!"Seruan persatuan menggema. Rakyat desa sekitar juga ikut membantu, memb

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 302

    Meskipun para penasihat memohon Raka untuk tetap berada di ibu kota demi keselamatan dan moral, Sang Rajasa menolak. Ia tahu, di saat duka dan ancaman ganda, kehadirannya di garis depan adalah simbol tak tergantikan.Di hadapan ribuan prajurit dan sukarelawan rakyat yang siap berangkat, Raka berpidato dengan suara lantang.Raka: "Warga Giri Amerta, kita baru saja kehilangan Ratu Andini, dan kini musuh mengira duka kita adalah kelemahan kita! Mereka datang dari Kemusuk, dipimpin oleh Patih Aryo yang tamak, ingin merampas kemakmuran yang telah kita bangun!"Raka: "Mereka berpikir, kami para pemimpin akan bersembunyi di balik tembok istana! Mereka salah besar! Benteng Petir adalah benteng pertama kita, dan aku, Raka, Rajasa kalian, akan berdiri di sana! Aku tidak akan menyuruh kalian bertempur; aku akan bertempur bersama kalian!"Sorakan prajurit dan rakyat memecahkan keheningan pagi. Raka, dengan baju besi khasnya, memimpin barisan terdepan, didampingi oleh Panglima Wirantaka. Rakyat ya

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 301

    Meskipun Raka menolak pengkultusan, wafatnya Andini tetap membawa duka yang mendalam bagi seluruh rakyat Giri Amerta. Mereka melihat Raka, Sang Rajasa, yang biasanya kokoh, kini menanggung beban yang tak terlihat.Di sudut pasar, dua ibu rumah tangga berbincang lirih sambil membawa keranjang belanja.Ibu Sari: "Kasihan sekali Paduka Rajasa. Baru saja membangun negeri dengan susah payah, kini harus kehilangan Ratu Andini. Dia adalah wanita yang sangat santun, selalu tersenyum saat melewati pasar. Rasanya, duka beliau adalah duka kita semua."Ibu Murni: "Benar, Sari. Dan aku dengar, Paduka Rajasa kini jarang terlihat di Balairung. Katanya, beliau menghabiskan waktu di samping Pangeran Tama. Dia adalah ayah sekaligus pemimpin yang tengah dilanda kesedihan. Semoga Sang Hyang Widhi memberi beliau ketabahan."Ibu Sari: "Kita harus mendoakan pemimpin kita. Di saat beliau sedang rapuh, kita sebagai rakyat harus menunjukkan dukungan. Sebab, takdir Giri Amerta kini bergantung penuh pada ketanggu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 300

    Angin malam berbisik pilu di balik tirai sutra kamar permaisuri. Di sana, Andini, istri ketiga Raka, berjuang melawan penyakit yang diam-diam menggerogoti tubuhnya sejak ia masih gadis belia. Meskipun dirawat oleh tabib terbaik Giri Amerta, takdir berkata lain.Tabib Candra: (Berlutut di hadapan Raka, suaranya tercekat) "Hamba mohon ampun, Paduka Rajasa. Kami telah berusaha sekuat tenaga. Namun, penyakit ini... ia seperti benang sutra yang mengikat jantung sejak lahir. Tubuh mulia Ratu Andini telah terlalu lelah berjuang. Ia... telah pergi menuju keabadian."Suara tangisan tertahan dari para dayang dan pengawal memenuhi ruangan. Andini, yang dikenal sebagai sosok paling lembut dan penuh tawa di Istana, kini terbaring damai, senyum tipis seolah masih terukir di bibirnya. Sebuah lilin di samping ranjang tampak bergetar, seolah turut merasakan getaran duka yang mendalam.**Raka, Sang Rajasa yang tak pernah gentar menghadapi seribu meriam perang, kini berdiri kaku, seolah jiwanya tercabu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status