"Sebaiknya kamu tanya langsung ke Kenan. Apa alasan Naya tinggal lama-lama di rumah kamu. Enggak logis banget, dia punya warisan banyak, kok, malah numpang."Refan memberi saran setelah mendengar keluhan Hasna. Awalnya temannya itu tak mau bercerita, tetapi melihat raut kusut Hasna, membuatnya penasaran. "Percuma nanya, jawaban Kenan selalu aja sama. Sangat beresiko membiarkan gadis itu seorang diri." Hasna menjawab dengan malas. Dia meletakkan kepalanya begitu saja ke atas meja kerja. Semangatnya tak ada lagi sejak Naya mulai mengintervensi hidupnya. Bahkan, gadis itu sekarang bekerja di kantor pusat Kenan di bagian administrasi. Karena satu kantor, keduanya kerap pergi dan pulang bersama-sama. Hasna tak menampik ada cemburu terbersit di hatinya. Namun, dia mencoba mengusir pikiran itu. Meski belum bertahun-tahun mengenal Kenan, Hasna yakin pria itu tipe setia. Lagipula, Naya adalah sepupu si pria, tidak mungkin Kenan tega berbuat yang aneh-aneh di belakangnya."Ya, tanya lagi samp
Sepanjang perjalanan pulang, Hasna hanya diam. Tatapan matanya kosong. Dia hidup, tetapi mati. Takdir sungguh senang bermain dengan hatinya. Susah payah bangkit mengutip patahan hati, lalu merekatnya dengan tekun agar mampu mencintai lagi. Namun, saat dia kembali meletakkan kepercayaan dan membiarkan Kenan menjelajah masuk ke hatinya, pria itu justru melukai lebih dalam. Apalagi saat melihat sorot mata Naya yang seolah-olah mengejeknya. Hasna menolak ajakan Kenan berbicara di dalam hotel. Pantang baginya masuk ke tempat yang mungkin saja sudah ditiduri mereka berdua."Kamu baik-baik aja?" Refan yang mengendarai mobil, melirik sebentar ke arah Hasna.Hasna bergeming. Dia tak punya kekuatan meski untuk menggerakkan bibirnya saja."Sebaiknya kita mampir dulu ke suatu tempat. Kamu butuh berpikir jernih sebelum menghadapi Kenan."Hasna tak menjawab. Dia tak peduli Refan membawanya ke mana. Dia menutup kelopak mata, membiarkan semilir angin mengeringkan air mata yang luruh di pipinya. Hasna
Hujan masih saja betah menyirami bumi. Langit seolah-olah tak pernah kehabisan stok menumpahkan kandungan air dari rahimnya. Mungkin bagi sebagian orang hujan mendatangkan masalah, tetapi untuk yang lain, hujan adalah berkah. Pun Hasna, hujan adalah cara dia menikmati keindahan alam. Pernah sengaja membiarkan tubuhnya basah, berada di bawah hujan bisa menangis tanpa diketahui oleh siapa pun. Seperti hari ini, setelah pengakuan Kenan tentang pernikahan sirinya dengan Naya, Hasna tak tahu bagaimana bentuk hatinya. Mungkin sudah hancur lebam tak berbentuk lagi dalam sana, tetapi dia mencoba tegar, tak ingin memperlihatkan kerapuhannya di hadapan Kenan dan Naya. Dia yakin ini yang diinginkan gadis itu. Hasna semakin menyadari, Naya gadis yang sangat licik dan berbahaya. Menggunakan kesempatan saat Mak rusli meninggal untuk menekan suaminya. Meski Kenan berkata menikah Naya hanya demi kemanusiaan, tetap saja ada luka bersarang di hati Hasna. Dia tidak mengira pria yang dia beri cap setia,
"Apa kabar?"Hasna tersenyum dan menyambut uluran tangan Azka dengan canggung. "Baik."Azka menggangguk, ikut tersenyum. Dia tak mengira Hasna yang menangani promosi usaha barunya."Silakan duduk." Azka berjalan menuju kursinya, setelah Hasna bergerak duduk di depannya. Ada gelombang aneh, tapi menyenangkan merambat ke dada Azka, melihat Hasna berada tepat di hadapan. Wanita itu masih terlihat memesona. Auranya pun memancarkan kepercayaan diri yang sangat kuat."Aku enggak ngira kalau kamu photografernya," ujar Azka memulai pembicaraan."Aku juga enggak ngira kamu yang punya kafe." Hasna membalas singkat.Azka mengangkat bahunya ringan, dia tersenyum menatap Hasna dengan lembut. "Aku juga enggak ngira usahaku bisa berkembang kayak gini. Semua ketidaksengajaan aja." Sadar mengucapkan kalimat yang sama berkali-kali, keduanya kembali melempar senyum canggung."Kamu masih kerja di BUMN, kan?"Pria itu menggeleng. "Aku dipecat," ujar Azka ringan."Kenapa?" tanya Hasna dengan raut terkejut
Kenal mengendarai mobil dengan pikiran kacau. Senyum Hasna dan interaksi dengan mantan suaminya, terus terbayang-bayang di pelupuk mata sang pria. Dia bertanya-tanya, sejak kapan mereka bertemu lagi? Setahunya hubungan keduanya tidak baik setelah perceraian, tetapi dari yang dia lihat tadi, mereka seperti tidak ada masalah. Bahkan terkesan cukup dekat. Apalagi saat melihat cara mantan suami Hasna itu memandang si wanita, sebagai seorang pria, dia tahu tatapan itu. Ada panas yang merambat cepat ke dada, membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Dia harus mencari tahu, apa maksud pria itu mendekati Hasna. Tentang Naya, dia sudah berkonsultasi dengan psikiater yang direkomendasikan temannya. Menghadapi kondisi seorang yang terobsesi, dia harus bersikap tegas. Ternyata, rasa kasihan dan bersalahnya malah membuat situasi menjadi runyam. Dia harus menyakinkan Naya, bahwa apa yang dia lakukan tak lebih sekadar kemanusiaan saja. Dituntut kesabaran untuk menyakinkan apa yang dikira cinta han
Kenan sangat kesal. Hari ini dia kembali mencari Hasna ke studio foto, tetapi lagi-lagi wanita itu tidak ada di sana. Dan yang membuat pria itu meradang adalah, salah seorang karyawan Hasna mengatakan bahwa istrinya itu sedang ada proyek di kota Surabaya. Bagaimana bisa Hasna pergi tanpa pamit padanya? Prilaku istrinya belakangan ini memang seringkali membuat kesal. Wanita itu seakan-akan menantang untuk terus berkonfrontasi. Mereka jarang bicara, bahkan untuk sarapan di meja yang sama pun tidak pernah dilakukan lagi. Sejak kehadiran Naya, keadaan rumah tangga mereka bagai api dalam sekam.Saat salah seorang karyawan Hasna menjelaskan tentang proyek apa yang sedang ditangani istrinya di Surabaya, Kenan segera mencari tahu di instagram. Dia membuka akunnya yang sudah berlumut. Kenan memang tak terlalu aktif di media sosialnya akhir-akhir ini. Pikiran yang kacau membuatnya menyerahkan promosi di sosial media kepada bagian pemasaran. Itu pun khusus instagram outlet ayam gepreknya.Dahi
Kenan menyugar rambutnya. Hampir saja pertahanannya jebol karena godaan Naya. Ternyata imannya tak sekuat yang dia pikirkan. Andai saja telepon pintarnya tak berdering, mungkin saat ini dia sudah mendaki kenikmatan yang kemudian akan mengantarkan pada neraka dunia. Sikap gadis tersebut tak bisa diprediksi, membuat Kenan harus bertindak segera. Dia sudah berpikir seharian ini, untuk mengembalikan kepada keluarga almarhum Ibu Naya. Seharusnya, memang merekalah yang bertanggung jawab atas gadis tersebut. Mengingat teleponnya, Kenan merogoh kantong celana bahan. Dia penasaran siapa yang menelepon tengah malam buta seperti ini. Terlihat nama Salwa sebagai pemanggil di layar. Dahi pria itu berkerut, apakah terjadi sesuatu pada adiknya? Ingin mendapat jawaban, dia memutuskan menelepon balik."Ada apa, Salwa?" Kenan bertanya setelah panggilan terhubung."Enggak ada pa-pa, Kak. Aku kebangun karna mimpi buruk, trus ingat Kakak. Jadi, aku telepon. Kakak baik-baik aja, kan?" Terdengar suara lemb
Hasna masih bertahan dalam mobil Refan. Setelah dua hari di Surabaya, rasanya malas sekali kembali ke rumah sendiri. Dia bahkan tinggal di studio foto selama dua hari. Bangunan yang berada di pusat kota Jakarta itu adalah rumah kedua baginya. Bila dikejar dead line atau sedang bermasalah, dia lebih suka tinggal di sana. Selain lantai dasar yang diperuntukkan untuk kantor, lantai dua disulapnya menjadi kamar pribadi yang sangat nyaman. Dengan kaca lebar dan besar menghadap jalan raya, Hasna bebas menikmati kerlip lampu-lampu kendaraan yang berlalu-lalang. Bagian atap kamarnya, sebagian dipasangi atap transparan, hingga saat tidur pun dia bebas mengamati langit malam.Hasna menatap dengan wajah murung rumah berlantai dua di hadapan. Dua pilar seperti raksasa menyangga bagian depan. Deretan bunga-bunga hias yang dulu menjadi favoritnya, kini tak lagi tersentuh. Gemericik dari air mancur kecil di samping rumah tak lagi mampu menyejukkan hati Hasna."Kamu enggak mau masuk?" tanya Refan den