Ashley diam mendengarkan apa yang Evan katakan lewat panggilan telpon, dia ingin sekali menurunkan ponselnya dari telinga kanannya lalu melupakan apa yang baru Evan katakan. Evan bertanya keberadaannya dan ingin Ashley makan bersamanya.
"Aku sedang berada di luar bersama teman-temanku." Tolak Ashley datar, ia melihat pada Jane dan Linda di dalam restaurant.
"Tapi bukan berarti kau tidak memiliki waktu setelahnya-kan? Aku tau jadwalmu, jadi setelah kau makan siang temui aku di depan taman, okay?"
Ashley tidak bisa bersuara lagi saat Evan tiba-tiba menutup panggilan tersebut, ia bahkan belum bertanya taman bagian mana yang di maksud Evan. Wilayah kampus mereka ini sangat luas dan di kelilingi oleh taman di setiap sudutnya. Sialan Evan.
Dengan lesu seolah energinya sudah habis hari ini, Ashley kembali ke dalam restaurant yang bertepatan dengan makanan mereka yang datang telat. Ini jam makan siang jadi banyak yang memesan di waktu bersamaan. Jane mengangkat tangannya, meminta padanya untuk cepat makan sebelum dingin dan Linda yang sudah mulai mengunyah makanannya.
Linda dan Jane ada kelas lain setelah ini, jadi keduanya berlari menuju kampus mereka dengan perut yang kram karena baru makan siang. Ashley tidak ada kelas lain dalam waktu dekat, jadi ia makan siang dengan tenang bahkan sebenarnya ia tidak berselara, makanan ini tidak akan mengembalikan energinya.
Setelah kedua temannya pergi lebih dulu, Ashley sendiri memilih untuk diam di restaurant tersebut dengan tenang menghabiskan makan siangnya karena dia masih memiliki kelas lain dua jam kedepan. Ashley keluar dari dalam restaurant dengan santai, Ashley berniat mengulur waktu lama agar tidak bertemu dengan Evan namun sialnya pria yang baru saja terlintas di pikirannya itu malah bertemu dengannya di pinggir jalan dekat restaurant.
Evan menggunakan kaca mata hitam, berdiri di depan mobil mewahnya itu sambil menyilangkan kedua tangannya dan membuka kacamatanya lalu melihat kearah Ashley dengan tatapan yang Ashley juga tidak tau,. Ashley tidak tau tatapan apa yang Evan berikan padanya, terlihat tajam tapi tidak juga.
"Aku tau dari teman-temanmu kau berada disini."
Evan sudah menjawab apa yang akan Ashley tanyakan, dia hanya diam dan ingin pergi dari sini segera mungkin. Evan melihat kearah jam ditangannya, "Masih ada waktu sembilan puluh menit lebih sebelum kau masuk kelas, jadi aku ingin mengajakmu berjalan-jalan."
Bagaimana bisa juga Evan mengetahui jadwalnya, Ashley mencurigai kedua temannya itu yang benar-benar pasti sudah memberitahu semuanya pada Evan.
"Aku tidak mau!"
"Dan aku akan memaksa!"
Tangan pria itu menarik lengannya lalu mendorongnya masuk kedalam sisi mobil, Ashley tau percuma saja ia menolak Evan karena pada akhirnya pria itu akan selalu menang karena dia menyimpan rahasia terbesarnya. Evan duduk di sebelahnya dan mulai melajukan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi membuatnya sempat memekik karena belum sempat menggunakan sabuk pengaman, pria gila.
Ashley melihat Evan tersenyum miring, senyuman khasnya. Lihatlah bagaimana lihainya pria itu mengendarai mobil ini membelah jalanan kota Los Angeles yang ramai siang itu, mungkin karena ini jam makan siang.
"Kita akan kemana?" Tanya Ashley sedikit keras karena suara disekitar mereka yang berisik dengan suara kendaraan.
Evan menoleh sebentar padanya dan menaikan bahunya, jawaban yang ambigu itu membuat dirinya bertanya-tanya sendiri jalan-jalan yang di maksud Evan sebelumnya, tidak mungkinkan pria itu benar-benar mengajaknya jalan-jalan biasa di taman atau di tempat lainnya.
Beberapa saat kemudian, Evan menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang dipenuhi pertokoan di sisinya. Ashley jarang ke daerah ini, ia tidak tau kemana Evan akan membawanya dan ia ikut keluar dari dalam mobil setelah Evan keluar, tangannya di tarik kembali oleh tangan besar Evan yang sedikit kasar dan dingin, sangat dingin.
"Evan, kita..."
Ashley tidak melanjutkan lagi prkataannya ketika mereka masuk kedalam sebuah toko perhiasan yang cukup terkenal, ia pernah mendengar toko ini. Mereka di sambut dengan seorang wanita berpakaian rapih yang sepertinya mengenal Evan.
"Selamat siang, Tuan. Johnson" Sapa pegawai wanita itu dengan nada ramah dan sikap sopannya. "Apa yang anda butuhkan, Tuan?"
Evan melihat sekitarnya, lebih tepatnya pada lemari kaca di sana yang terdapat berbagai jenis perhiasan. "Aku membutuhkan cincin pasangan untuk ku dan kekasihku."
"Apa anda mencari cincin pertunangan?"
"Bukan, hanya cincin untuk pasangan kekasih saja," Ralat Evan kemudian dia mengikuti wanita tersebut yang menawarkan sebuah cincin model terbaru.
Ashley hanya menurut ketika Evan menariknya mengikuti pegawai wanita tersebut, mereka masuk kedalam bagian dalam toko tersebut dan yang menurutnya aneh ketika mereka masuk kedalam sebuah ruangan khusus yang terlihat asing, di dalam sana terdapat sofa panjang berwarna hitam kemerahan dengan meja kaca di depannya, serta terdapat beberapa lukisan dan vas bunga di sekitarnya yang sangat klasik dan mewah.
Pegawai wanita tersebut meminta keduanya untuk menunggu sebentar dan saat itu ia melayangkan pertanyaan kepada Evan tentang keberadaan mereka sekarang. Evan tertawa di depannya, pria itu berkata Ashley juga berasal dari keluarga yang kaya tapi mengapa tingkah dirinya seperti gadis yang berasal dari dalam gua.
Tunggu, apa dia baru saja menghinanya?
Tapi, tidak sepenuhnya salah karena ini memang baru pertama kali Ashley pergi ketempat seperti ini. Ashley baru sadar, bagaimana Evan mengetahui juga ia berasal dari keluarga berada? Memang tidak sekaya Evan tapi keluarga Ayahnya cukup kaya juga. Ashley memasang wajah bertanya yang seolah di mengerti oleh Evan.
“Aku sudah mencari tahu tentangmu, kau memang tepat aku sebut cinderella.”
“Aku yakin kau bahkan tidak pernah menonton film cinderella,”
Evan membenarkan itu. “Tapi, aku tau dia juga berasal dari keluarga bangsawan.”
Ashley hanya menghela nafasnya, ia melihat sekeliling lalu mengalihkan pembicaraan. "Kenapa kita perlu cincin pasangan?"
"Agar semua percaya bahwa kita sepasang kekasih,"
"Kurasa kita tidak perlu menggunakan cincin, itu berlebihan di jaman sekarang terlebih untuk sepasang kekasih."
"Itu malah akan membuat mereka semakin percaya dan berpikir hubungan kita serius."
Tidak bisa dibantah, lagipula Evan yang akan membayarnya. Ashley hanya bisa menghela nafasnya, dia memang tidak bisa menang dari Evan, kepalanya melihat sekeliling ruangan tersebut yang sangat bagus, tentu saja ini ruangan vip.
"Apa kekasihmu tidak apa-apa dengan ini?"
Pria itu melipat kedua kakinya sambil bersandar di sofa yang tengah ia duduki, Evan menggelengkan kepalanya pelan dan memperlikannya senyuman menyeringai yang membuat Ashley tiba-tiba merinding atas senyuman tersebut, senyuman tersebut terlihat menyeramkan baginya, seperti pria mesum.
Evan aneh, dia tiba-tiba tersenyum menakutkan bagi Ashley padahal ia hanya mengajukan pertanyaan biasa.
"Kau benar-benar sangat menarik Ashley, bagaimana bisa kau tampak berbeda dari malam itu?"
Ashley jelas tau maksud perkataan Evan, dirinya juga menyadari jika ia memang berbeda ketika berada di klub malam, ia seakan kehilangan jati dirinya dan melakukan apapun yang bisa melupakan tentang kehidupan nyatanya yang menurut dirinya sendiri sangat menyedihkan.
"Kau terlihat polos sekarang, seperti anak kecil."
Evan kembali mengingat ketika malam ia bertemu dengan Ashley, jujur saja saat ia melihat gadis ini menari di lantai dansa dengan tarian yang luar biasa itu sangatlah menggiurkannya, tatapan matanya pun tidak seperti sekarang, tatapan polos itu tidak ada sama sekali melainkan tatapan menggoda yang akan membuat semua pria mendekatinya dan ingin menariknya untuk menjadi teman tidurnya. Itu juga sempat ada di pikirannya malam itu, sebentar. Ia laki-laki normal.
Malam itu juga ia meminta bantuan kenalannya untuk mencari tahu gadis tersebut. Dia sudah tertarik dengannya saat itu, tertarik dalam makna lain bukan cinta namun dia tertarik untuk mengenal gadis tersebut dan menjadikannya kekasih palsunya. Beberapa fakta sangat mengejutkannya, dalam satu hari kenalannya itu mengumpulkan data mengenai Ashley, mulai dari keluarganya dan yang mengejutkannya adalah gadis yang dia incar itu adalah teman satu jurusannya. Ini kebetulan yang luar biasa, dia semakin tertarik ketika melihat perubahan Ashley yang menjadi gadis polos yang kikuk di universitas dan sangat berbeda dengan gadis yang ia temui semalam.
"Apa kau yakin tidak memiliki penyakit kepribadian ganda?""Aku tidak memiliki kelainan seperti itu, aku sangat sehat. Semua orang pasti ada sisi baik dan buruk yang ingin di tutupinya."
Evan tersenyum kembali, senyuman khasnya yang bisa membuat wanita manapun bertekuk lutut di hadapannya dan tatapannya terlihat tengah menggodanya. Senyuman menakutkan menurut Ashley tadi itu sudah hilang.
Dengan senyuman itu membuat Ashley sempat kehilangan diri sejak menyadari pesona Evan yang memang kuat, pantas para wanita mengejarnya, tiba-tiba tangannya ditarik keras sehingga ia kehilangan keseimbangan dan jatuh tepat di atas paha pria tersebut. Terlebih senyumannya tadi tidak membuatnya takut, itu malah menggelitik perutnya.
Apa yang dipikirkannya?
Wanita itu langsung berteriak kaget ketika Evan menarik lengannya kuat sampai dia yang tadinya berdiri di hadapan pria itu kini terduduk di atas pahanya, tubuhnya akan berdiri kembali tetapi Evan kembali menariknya dan kali ini dia melingkarkan tangannya di sekitar pinggangnya membuat dirinya kini berhadapan dengan pria tersebut dalam keadaan sangat dekat.
"Evan!"
"Ya?" "Lepaskan!"Evan menggeleng sambil menyeringai pada Ashley di hadapannya. Dia mengakui sekarang, di lihat dari dekat gadis ini memang cantik tanpa makeup berlebih, mata abu tua gadis ini memang indah, bentuk hidung dan bibirnya sangat sempurna dengan bentuk wajahnya yang terlihat sedikit berisi membuatnya ingin mencubit kedua pipi yang berisi tersebut, lebih dari itu ia sangat ingin mencoba bagaimana rasa bibir kecil tersebut yang berwarna buah cherry manis.
"Aku ingin menciummu lagi.”
Entah mengapa cuaca terasa panas hari ini, lebih panas dari kemarin. Ashley juga merasa sangat lelah, dan terus minum. Hari ini sangat menguras energi ya padahal baru setengah hari, dan ia bersyukur karena sudah tidak ada lagi orang-orang yang membicarakannya.Mungkin masih ada, tapi tidak di depannya langsung seperti tadi pagi. Semuanya kembali normal walaupun sesekali ada beberapa orang yang masih melihatnya aneh.Ashley melihat penampilannya sendiri sebelum keluar kelas, ia berpikir memang harus sedikit mengganggati gaya pakaiannya agar terlihat pantas dengan Evan.Apa?! Tunggu, apa yang ia pikirkan tadi? Pantas? Hah siapa juga yang peduli dengan hubungan palsu ini.Setelah kelas berakhir, tepat di depan pintu kelas, Linda langsung menarik Ashley kedalam toilet yang tidak jauh dari sana, diikuti Jane sambil menenteng beberapa paperbag ditangannya, mereka berdua bahkan membuat toilet perempuan tersebut kosong dengan menaruh tanda rusak di depan agar tidak ada seorang pun masuk kedal
"Bagaimana kau bisa tau tempat tinggal ku?" "Aku tau segala tentangmu babe," Ashley berjalan ragu kearah Evan, dia takut jika Ayahnya di dalam rumah mengetahui ia pergi bersama pria. Mungkin, beliau mungkin tidak peduli tapi Ashley ia peduli dan ia tidak tau bagaimana reaksi Ibu tirinya jika ia bersama Evan yang kemungkinan mereka mengenal siapa itu Evan. Tidak seperti kemarin, ternyata gadis ini masuk kedalam mobilnya tanpa penolakan bahkan meminta Evan untuk cepat masuk kedalam mobil. Evan sempat bingung tapi ia melakukan yang Ashley minta. "Kamu...tampak berbeda?" "Apa?" Ashley tidak tau dia memangnya ada apa dengannya. Ia merasa tetap sama saja, hanya suasana hatinya yang buruk karena pria itu Evan melajukan mobilnya dan kembali bertanya"Kamu tampak berbeda dari kemarin, kau masuk kedalam mobilku begitu saja." "Aku hanya takut Ayahku melihatnya," Ashley menjawab dengan jujur karena ia harus memberitahu Evan tentang ini agar pria itu tidak berani menjemputnya, "Kau tidak bo
"Tentu, aku sangat menunggumu kedatanganmu. Aku selalu menunggumu,"Tanpa ragu Evan membalasnya, bagaimanapun ia akan selalu menungggu Katherine. Entah berapa lama wanita itu menjauh, ia akan selalu menunggunya sampai Katherine bisa terbebas dari suaminya.Katherine adalah temannya sekolahnya saat sekolah dasar, mereka tidak satu kelas. Katherine lebih tua tiga tahun dari Evan, sejak saat itu Evan sudah mengagumi Katherine yang memiliki senyuman cantik dan sikapnya yang dewasa.Mereka lalu sering bertemu di berbagai acara amal atau acara lainnya, tapi saat itu Katherine hanya melihatnya sebagai adik kecil dan Katherine juga selalu memiliki pasangan. Mereka menjalani hidup masing-masing yang sejujurnya masa remaja Evan itu buruk. Sampai, Kathrine melihatnya lalu mereka menjalin hubungan tapi tiba-tiba saja Kathrine di jodohkan lalu menikah dengan pria.Kathrine berkata dia tidak ada pilihan, lagipula ini karena hubungannya dan Evan yang di ketahui oleh keluarga mereka berdua. Mereka ti
Bibir Evan sudah menempel sebelum Ashley sempat menolaknya.Sial, batin Ashley.Ia seharusnya mendorong pria ini dan menamparnya keras karena ia tidak menginginkan ciuman tersebut namun itu semua hilang ketika Evan mulai memainkan bibirnya dengan lihai sampai dia merasa menginginkan ciuman ini, terbuai oleh permainan awal Evan, dia mulai membuka mulutnya yang langsung disambut penuh nafsu oleh Evan....Ashley lebih memilih pulang ke rumah keluarganya dibandingkan masuk kedalam kelas, dia tidak akan bisa berkonsentrasi di dalam kelas jadi dia lebih memilih pulang setelah Evan mengantarnya kembali ke universitas mereka,dia lebih memilih berbalik kembali ke jalanan lalu memanggil taksi untuk mengantarnya pulang.Seperti biasa, rumah besar ini selalu sepi setiap waktunya, selain dirinya hanya ada beberapa pekerja yang berada di sini. Ashley bahkan tidak ingat kapan rumah ini penuh kehangatan keluarga, mungkin sebelum Ibunya meninggal. Itu sudah lama.Dia disambut oleh Betty, pelayan ba
Ashley diam mendengarkan apa yang Evan katakan lewat panggilan telpon, dia ingin sekali menurunkan ponselnya dari telinga kanannya lalu melupakan apa yang baru Evan katakan. Evan bertanya keberadaannya dan ingin Ashley makan bersamanya."Aku sedang berada di luar bersama teman-temanku." Tolak Ashley datar, ia melihat pada Jane dan Linda di dalam restaurant."Tapi bukan berarti kau tidak memiliki waktu setelahnya-kan? Aku tau jadwalmu, jadi setelah kau makan siang temui aku di depan taman, okay?"Ashley tidak bisa bersuara lagi saat Evan tiba-tiba menutup panggilan tersebut, ia bahkan belum bertanya taman bagian mana yang di maksud Evan. Wilayah kampus mereka ini sangat luas dan di kelilingi oleh taman di setiap sudutnya. Sialan Evan.Dengan lesu seolah energinya sudah habis hari ini, Ashley kembali ke dalam restaurant yang bertepatan dengan makanan mereka yang datang telat. Ini jam makan siang jadi banyak yang memesan di waktu bersamaan. Jane mengangkat tangannya, meminta padanya untu
Ashley benar-benar tidak nyaman dengan pandangan beberapa wanita di sana yang mengarah padanya, sehingga dia harus membawa Linda dan Jane keluar dari lingkungan kampus mereka, lalu membawa mereka ke restaurant cepat saji sekaligus makan siang untuk menceritakan apa yang terjadi. Linda terus mengucapkan rasa tidak percayanya karena Ashley berkencan dengan seorang Evan yang disebutnya sebagai pria nomor satu di kampus mereka. Jane juga menunjukan reaksi yang sama namun dia menanggapinya dengan tenang dan bersabar menunggu cerita langsung dari Ashley sendiri, ia tidak mau menyimpulkan sendiri.Yang pertama Ashley lakukan adalah meminta maaf karena tidak memberi tahu mereka tentang hubungan ini, karena ini terjadi begitu saja lalu ia juga khawatir ada yang mengetahui hubungan mereka, bukannya ia tidak mempercayai kedua sahabatnya itu tetapi dia dengan Evan memilih untuk merahasiakan hubungan mereka lebih dulu selagi mereka masih dalam tahap mengenal juga. Sesuai cerita karangan Evan, As