로그인Bibir Evan sudah menempel sebelum Ashley sempat menolaknya.
Sial, batin Ashley.
Ia seharusnya mendorong pria ini dan menamparnya keras karena ia tidak menginginkan ciuman tersebut namun itu semua hilang ketika Evan mulai memainkan bibirnya dengan lihai sampai dia merasa menginginkan ciuman ini, terbuai oleh permainan awal Evan, dia mulai membuka mulutnya yang langsung disambut penuh nafsu oleh Evan.
.
. .Ashley lebih memilih pulang ke rumah keluarganya dibandingkan masuk kedalam kelas, dia tidak akan bisa berkonsentrasi di dalam kelas jadi dia lebih memilih pulang setelah Evan mengantarnya kembali ke universitas mereka,dia lebih memilih berbalik kembali ke jalanan lalu memanggil taksi untuk mengantarnya pulang.
Seperti biasa, rumah besar ini selalu sepi setiap waktunya, selain dirinya hanya ada beberapa pekerja yang berada di sini. Ashley bahkan tidak ingat kapan rumah ini penuh kehangatan keluarga, mungkin sebelum Ibunya meninggal. Itu sudah lama.
Dia disambut oleh Betty, pelayan baru di rumah ini setelah pelayan sebelumnya yang sangat dekat dengannya di pecat oleh Ayah dan Ibu tirinya karena wanita paruh baya itu dianggap sering mencampuri urusan keluarganya, padahal beliau adalah orang yang sudah berkerja sejak lama dan Ashley udah menganggapnya seperti keluarga.
Ashley tidak suka saja wanita ini karena dia terang-terangan menggoda Ayahnya dan mencoba mengambil hatinya, wanita ini benar-benar memiliki maksud tersembunyi yang buruk, setidaknya ia bersyukur pada Ayahnya tidak tergoda oleh Betty.
Sejak kecil dia memang tidak dekat dengan Ayahnya, banyak hal yang terjadi membuatnya tidak menyukai Ayahnya sampai beliau menikah lagi dengan seorang wanita yang sudah memiliki anak perempuan, mereka menikah demi bisnis keluarga. Itu yang dikatakan Ayahnya. Ashley tidak begitu peduli, ibu tirinya juga sama-sama tidak peduli tentangnya, beliau jarang juga di rumah karena selalu keluar kota mengurusi bisnis dan anak perempuannya yang berbeda dua tahun darinya itu sudah tidak tinggal disini sejak tahun lalu.
Sesampainya di kamar, Ashley segara menjatuhkan dirinya ke atas kasur besar nyamannya itu dan menenggelamkan wajahnya di dalam bantal sambil menghiup aroma bantalnnya yang wangi juga membuatnya mengantuk. Ashley membalikan tubuhnya terlentang, melihat melihat foto keluarganya dulu yang terdapat di sisi kanan dinding kamarnya yang polos dan hanya itu satu-satunya foto yang dimilikinya di sana.
"Aku merindukan kalian,"
Sejujurnya Ashley sangat ingin menghapus wajah Ayahnya dari sana. Di foto yang berukuran besar tersebut terdapat Ibunya dan kakak laki-lakinya, Ibunya sudah meninggal sejak ia berusia tujuh tahun. Ashley ia tidak memiliki banyak kenangan bersama Ibunya mengingat ia masih muda dan Ibunya dulu sibuk bekerja. Foto besar itu adalah satu-satunya foto Ibunya yang terdapat disini karena Ayahnya sudah membakar sisanya.
Ashley memilki kakak laki-laki yang berbeda usia jauh darinya, Jacob Wilson. Jacob meninggalkan rumah sejak lima tahun lalu semenjak selesai seklah dan tidak pernah kembali, terakhir Jacob mengabarinya adalah dua tahun lalu katanya dia ingin mendaftar militer lalu menjemputnya nanti tapi tidak ada kabar lain setelahnya, walaupun terjadi sesuatu pada kakaknya pasti akan menghubungi keluarganya. Ashley tidak berharap, pada akhirnya semua orang akan meninggalkannya.
Alasan Jacob pergi karena Ayah mereka yang selalu mengatur hidupnya terlebih saat dia selesai sekolah, Ayahnya ingin Jacob mempelajari bisnis tapi Jacob tidak mau dia suka berolahraga terlebih american football. Sampai, Ayahnya memutuskan menikah lagi dan Jacob pergi setelahnya.
Mereka berdua memiliki kepribadian yang menurut Ashley mirip jadi, keduanya sama-sama keras dan saat terjadi masalah maka keduanya tidak ingin kalah.
Ashley juga pernah ingin kabur dari rumah tapi ia tidak bisa, mungkin salah satu alasan terbesarnya adalah karena ia masih menunggu Jacob untuk membawanya pergi, ia berpikir sederhana jika ia kabur dan menghilang maka Jacob akan sulit menemukannya. Itulah mengapa sejak dua tahun lalu dirinya mulai tertarik dengan dunia malam.
Mulanya ia hanya ingin mencoba saja bagaimana rasanya pergi ke klub malam dan mulai saat itu ia semakin tertarik lalu terjebak dalam dunia malam, ia mencoba berbagai jenis minuman alkohol di dalam sana lalu menari seperti orang kehilangan akal di lantai dansa untuk melupakan pikirannya dan bertemu orang-orang baru yang tidak akan menghakiminya, semua baik lalu selalu mendengar perkataan juga eluhannya ya walaupun ada beberapa yang nakal juga.
Sejak Jacob pergi Ayahnya mulai memberi perhatian padanya bukan perhatian sebagai Ayah pada anaknya, Ayahnya lebih mendidiknya untuk bisa membantunya di perusahaan padahal ia sama sekali tidak suka bahkan mengerti saja tidak.
Ashley merasa sendirian. Dia memang memiliki dua teman baik, mereka juga adalah alasannya tidak setuju menjadi kekasih palsu Evan, namun mereka tetap orang asing yang tidak akan bisa membantunya dari masalahnya dengan keluarganya. Ibu tirinya juga, dia tidak baik dan tidak buruk juga. Mereka menjalani semuanya masing-masing tapi sodara tirinya itu jelas tidak menyukainya.
Ashley menarik nafas panjang lalu menghembuskan nafasnya pelan ketika merasa kepalanya mulai sedikit berdenyut. Matanya terpejam untuk menghilangkan rasa sakitnya, sampai tiba-tiba dia teringat dengan apa yang terjadi di toko perhiasan tadi, ciuman panasnya dengan Evan.
"Akhhh...Sialan Evan!"
Itu adalah hal yang ingin dilupakannya dan membuatnya tidak masuk kelas tadi. Ashley merutuki apa yang dilakukan mereka di dalam ruangan itu, jika saja pegawai wanita tidak masuk kedalam sana dia tidak tau apa yang akan terjadi antara dirinya dan Evan mungkin mereka akan melakukan hal yang jauh lebih buruk, dia sangat mengutuk hal itu namun ia tidak menampik jika dirinya menikmatinya, menikmati ciuman dengan pria yang bahkan belum ia kenal selama dua puluh empat jam.
Rasanya berbeda dengan ciuman pria lainnya, ia sangat menikmati itu seolah bukan hanya ada nafsu diantara mereka tapi rasa sayang juga yang menghangatkan perasaannya.
Ah, tidak mungkin. Ashley duduk diatas tempat tidurnya dan berteriak pelan sambil menarik rambutnya sendiri, ini konyol karena ia tidak mengingat Evan yang memintanya sebagai kekasih palsu pria itu secara paksa.
"Lebih baik aku berendam saja."
.
.
.
Evan tidak melihat Ashley di kampus setelah ia keluar dari dalam kelas, mereka memiliki jadwal berbeda dan sayangnya hanya ada satu hari mereka dalam kelas yang sama.
Pria itu mengirim pesan pada Ashley dan bertanya dimana keberadaan gadis itu, tapi Ashley tidak segera membalasnya bahkan mengangkat panggilannya saja tidak membuatnya harus menunggu di dalam mobil untuk waktu yang lumayan lama.
Pada mulanya ia tidak percaya, ia pikir Ashley tidak mau menemuinya saja sampai wanita itu mengirim fotonya di kamar dan Evan juga melihat kedua teman Ashley yang hanya berdua.
Ini memang menghabiskan banyak waktu, ia harus membuat peraturan lain bagi wanita itu. Evan menyalakan mesin mobilnya lalu memegang kemudi dan menjalankannya untuk pulang ke apartement pribadinya, di tengah perjalanan ponselnya berdering mendapatkan panggilan dari seorang yang wanita yang ia cintai.
Katherine Anne Whitmore.
Evan menyalakan mode bluetooth dalam mobilnya sehingga ia bisa mendengar suara orang yang ia rindukan, senyumnya merekah lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Hai, Katherine."
Katherine kini tinggal di London, perbedaan jam dan hari sangat menyiksa. Jadi, kebanyakan Evan yang harus menunggu Katherine menghubunginya lebih dulu.
Mereka berbasa-basi mengatakan bagaimana hari mereka, lalu Katherine menjadi serius mengatakan ia ingin kembali ke Amerika dan mungkin segera.
"Evan...." Jeda Katherine di ujung panggilan. "Aku harap kamu menunggu kedatanganku."
Zack hanya bisa menghela nafasnya ketika melihat Ashley yang kembali seperti dulu. Ashley bahkan mau menemani beberapa pria untuk minum seperti yang dulu ia lakukan, malah kalo ini jauh lebih buruk. Jika ada yang di salahkan, Zack lebih menyalahkan pria bernama Evan itu yang sudah membuat Ashley seperti ini tapi malah pria itu sekarang berada di Inggris. Ashley juga tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada mereka, dia hanya berkata bahwa ia sudah tidak tau bagaimana perasaannya terhadap Evan. "Ashley," Panggil Zack menyadarkan Ashley yang setengah tersadar di meja bar. "Kau baik-baik saja,kan?" Ashley mengangguk. "Mereka membuatku minum banyak," Di tengah keramaian di sekitar mereka itu, Zack mengajak Ashley keruangannya. Ashley setuju. "Ahh...kepalaku." Ashley bahkan harus di bopong oleh Zack sampai mereka ke lantai atas tempat ruangan kerja Zack. Ashley langsung berbaring di sofa yang ada disana sambil melepaskan sepatu high heels yang menyiksanya sejak tadi
Penerbangan yang memakan waktu hampir dua belas jam lamanya itu membuat Evan merasa dangat lelah walaupun ia tertidur di dalam pesawat selama penerbangan itu tetap saja tubuhnya terasa kaku dan sakit di kepalanya juga masih belum hilang.Evan tidak mau menghabiskan waktu, dia pergi ke apartemennya nya untuk menaruh koper dan mengambil mobilnya yang bergerak menuju alamat yang diberikan Kenji yaitu apartement Brenda. Evan pikir dia harus bergerak cepat menemui Brenda sebelum Brenda berkerja dan akan sulit baginya menemui wanita itu nantinya.Selama dalam berjalanan, Evan terus membayangkan beberapa hal yang mungkin akan di dapatkannya setelah bertemu Brenda nanti yaitu diacuhkan, mendapatkan pukulan atau diusir paksa nantinya dan kemungkinan Brenda memanggil polisi juga ada.Evan sudah mempersiapkan diri untuk itu, dia juga sudah menyiapkan beberapa perkataan maaf untuknya pada Brenda yang sudah ia siapkan sejak lama. Sungguh, setelah menyadari semuanya ia tidak bisa tenang selama b
"Bagaimana jika aku ternyata memiliki anak?" Tidak ada reaksi dari Ibunya yang diam sampai suara Ayahnya semakin mendekat memanggil nama mereka. Ayahnya menghampiri mereka disaat yang tidak tepat, meminta mereka untuk segera bersiap-siap. "Kau harus ikut Evan," Elle menyela, dia berkata pada suaminya jika Evan sedang tidak enak badan dan meminta suaminya memberikannya pengertian. "Kurasa dia butuh tidur sekarang," "Benarkah?" Evan melirik Ibunya yang memberikan tanda untuk membenarkan ucapannya tadi, jadi dia mengangguk pada Ayahnya. Ibunya tidak sepenuhnya berbohong karena ia memang sedang dalam kondisi tubuh yang tidak baik, kepalanya berdenyut-denyut dan tadi malam ia mimisan. "Baiklah kalau begitu istirahatlah, dan kami akan membatalkan acara makan siang nanti agar kita bisa makan siang disini bersamamu." "Dad. Aku bukan anak kecil lagi, aku bisa mengurus diriku lagipula kalian disana sampai sore dan jangan batalkan acara makan siang kalian yang sudah disiapkan paman
Di tengah keheningan musim dingin itu, Evan tengah duduk bersantai di beranda rumah mendiang kakek-nenek dari Ibunya di Manchester-England sekarang. Pandangannya tertuju pada tanaman yang membeku di pekarangan rumah namun terawat, sekarang rumah ini di tinggali oleh pamannya serta keluarganya, jauh lebih baik dari tahun lalu yang di tinggalkan setelah kakeknya meninggal. Bukan hanya dirinya dan orangtuanya yang pergi ke negara ini, Bibi Anna, Bibi Wanda beserta suaminya juga ikut kemari. Lalu kakeknya juga baru datang kemarin sore bergabung dengan mereka semua. Sejak kemarin, Ibunya sibuk mengajak keluarga Ayahnya untuk berjalan-jalan dan sekarang Ibunya berniat membawa mereka ke The Imperial War Museum North Manchester sesuai keinginan Ayah dan kakeknya yang menagih untuk dibawa ketempat penuh sejarah itu. Bibi Anna dan Bibi Wanda melayangkan protesnya, mereka tidak suka kesana karena tempat itu terlalu membosankan dan menurut Bibi Wanda juga tempat itu tidak cocok untuknya
"Aku baik-baik saja." Itu adalah kata yang di katakan oleh Evan padanya sesaat setelah pria itu memeluknya. Perasaannya sangat lega melihat Evan kembali, ia juga tidak bisa menyembunyikan kerinduannya kepada pria itu dengan memeluk pria itu erat dan menenggelamkan wajahnya di dada pria tersebut. Katherine meninggalkan sepasang kekasih itu dengan berjalan keluar dari apartemen yang ternyata di luar sana ada Anna. Anna bertanya mengapa Katherine keluar. "Dia sedang bersama Ashley, lebih baik kita meninggalkan mereka. " Katherine merangkul lengan Anna lalu mengajaknya kembali turun. "Dan, ceritakan apa yang terjadi?!" Anna juga tidak tau jelasnya, ia hanya mengantar Evan kemarin setelah Evan menghubunginya jadi ia tidak tau banyak "Evan terluka, kenapa tidak ke rumah sakit?" "Katanya masalah akan besar dan ia tidak ingin ada yang mengetahuinya jadi ia memilih pulang."
Dengan pikiran kacau, Ashley datang ke gedung apartemen Evan dimana Katherine sudah menunggunya di lobi apartemen karena ia tidak punya akses untuk bisa masuk kedalam apartemen Evan. Katherine menegurnya dengan canggung lalu menjelaskan apa yang terjadi pada Ashley bahwa Evan menghilang. "Dia tidak bisa di hubungi, keluarga atau temannya juga tidak tau keberadaannya...kami khawatir jika sesuatu terjadi padanya, dan aku tau kamu harus mengetahui ini." Ashley mengerti, "Terima kasih sudah menghubungi ku. Tapi... sebenarnya apa yang terjadi?" Katherine tidak tau, Evan tidak pulang semalam dan tidak bisa di hubungi membuatnya khawatir. "Jangan salah paham, aku tinggal di apartemen bersama Anna juga. Anna sedang mencari Evan keluar sekarang." "Banyak yang ingin aku tanyakan." Katherine mengerti, ia mengajak Ashley untuk masuk ke apartemen Evan agar mereka bisa berbicara lebih aman. Mereka masuk kedalam apartemen Evan, dan Katherine bisa masuk kedalam apartemen itu dengan sidi







