Share

Hari Pertama

Alice menyiapkan dirinya, menyisir surai hitamnya lalu mengikat dengan satu ikatan di belakang. Ia sudah mengenakan tunic berwarna putih tulang dengan potongan punggung sedikit rendah. Celana jeans dan sepatu kets berwarna putih. Ia mematut dirinya di cermin.

"Perduli apa dengan pakaian mahal, aku tak akan berada di garda terdepan, aku juga tidak sedang menarik perhatian pria. Dasar! Kenapa tak sekalian memakai seragam tukang bersih-bersih toilet saja?" gerutunya.

"Sayangnya aku tak bisa melamar jadi sekretaris perusahaan yang bisa banyak tahu urusan pribadimu," gumamnya lagi. "Oh Erick, aku pasti akan menemukan siapa yang telah membuat kita terpisah seperti ini, aku akan membalas mereka Erick." 

Sementara itu Fien Clark telah mengubah kantor pribadi Erick menjadi dapur spesial untuknya. Ia juga membuat sebuah kamar tidur seperti suite room sebuah hotel. Ia melakukan perombakan total agar tidak terlalu meninggalkan jejak Erick Davis di dalam hidupnya.

"Aku berhak mendapatkan ini semua," seringainya saat mendapati ruangannya penuh dengan ornamen favoritnya.

Ketukan keras membuatnya terusik. 

"Ayah?" gumam Fien sedikit terkejut karena tak menyangka akan kehadiran ayahnya.

Tuan Fernandez memasuki ruangan bersama asisten pribadinya. Tanpa senyuman atau sapaan yang menghangatkan untuk Fien Clark. Tatapan matanya dingin dan mendominasi. Dia adalah pria yang paling Fien segani.

"Ini adalah kantor, tempat Erick putraku berjuang membangun kerajaan ini, tapi lihatlah dirimu? Kau hanya bisa memanfaatkan kesuksesan orang lain. Jangan lupakan bagaimana kau bisa mendapatkan semua ini hanya dengan duduk bersantai dengan gadis-gadis murahan itu," ujar ayahnya perlahan tapi cukup menyudutkan Fien Clark.

"Ayah, aku memang hanya bekerja melanjutkan usaha Erick, tapi bukankah aku tetaplah harus bertanggung jawab? Percayalah Ayah, aku bisa melakukannya."

Fernandez menatap Fien Clark tajam, baginya putra sulungnya ini selalu bertingkah konyol. Namun bagaimana lagi ia akan bisa berharap? Fien Clark adalah putranya semata wayang sekarang. Andaikan perusahaan milik Erick runtuh, Fernandez masih memiliki aset yang bisa dipakai Fien Clark berfoya-foya hingga tujuh turunan. Ia hanya ingin memastikan apakah Fien mampu bertanggung jawab.

"Baik, aku harus memastikan tak ada sedikitpun usaha Erick menjadi merosot dan hancur, ingat itu!"

"Ayah...," Fien merasa ayahnya terlalu menuntut.

"Selama ini, lihatlah siapa dirimu dibandingkan dengan adikmu!" hardik ayahnya yang kemudian pergi meninggalkan Fien Clark yang kecewa.

Ya, Fien Clark kecewa dengan cara ayahnya mengungkit semua kepemilikan yang sebenarnya sekarang telah menjadi urusannya. Fien yang sedang memegang sebuah gelas tanpa sadar meremasnya sehingga telapak tangan Fien terluka.

Fien melangkah ke wastafel, lalu ia mencabut pecahan kaca yang menancap di telapak tangannya. Perlahan ia membersihkan darah yang menetes di telapak tangannya dengan kucuran air keran di wastafel. Rasa perih kian terasa saat beberapa robekan tersiram air dingin.

"Ayah, kau pasti tahu bahwa aku membenci semua ini!" BRAKK! Kali ini Fien menghantam cermin di hadapannya dengan kepalan tinjunya.

Tak berselang lama seseorang mengetuk pintunya.

"Sial!" umpat Fien, tapi ia segera teringat ia telah meminta seorang karyawan baru untuk memasak dan melayani keperluannya khusus di ruang pribadi miliknya tersebut.

Fien beranjak dengan tangan berbalut handuk putih. Ia segera memutar handle pintu untuk membukanya.

"Fien, apa yang terjadi dengan tanganmu?" kata seorang wanita yang tiba-tiba menerobos masuk ruangan tersebut. "Kau terluka, Fien?" 

Fien mengibaskan sentuhan Grace.

"Grace, apa yang kau lakukan di sini?"  Fien sungguh tak menyangka Grace sudah ada di ruangan tersebut.

"Fien, aku membawa masakan kesukaanmu. Aku membuatnya sendiri," kata Grace sambil mengeluarkan beberapa box yang berisi ayam goreng dan omelette dengan saus keju.

Ia menatapnya kesal, tak menyukai Grace yang selalu muncul di hadapannya terlebih di tempat pribadinya. Bisa dipastikan Grace pasti menerobos penjagaan dengan segala cara.

"Baik, sekarang pergilah keluar dari tempat ini, Grace. Dan jangan pernah masuk ke ruangan ini lagi."

"Fien, kenapa kau selalu begitu? Aku tahu kau belum bisa memaafkan aku, tapi bukankah kau juga bersalah? Kau bahkan berselingkuh dariku, Fien. Kau tahu aku sangat mencintaimu, ini hanya salah faham Fien. Kita bisa memulainya lagi bukan?"

"Hentikan Grace! Apakah berciuman tak memiliki arti? Apakah kau sama dengan gadis-gadis yang datang menyerahkan tubuhnya kepada siapapun? Tidak! Aku merasa jijik denganmu Grace, pergilah selagi aku masih berbaik hati!"

Grace menghela nafas. Ia kesal karena satu kesalahan pada dirinya waktu itu selalu dibesar-besarkan Fien. Sementara Grace melihat Fien juga tak kalah brengsek. Sangat sering Fien kedapatan berpesta dengan para gadis berpakaian terbuka. Grace bahkan tak mempermasalahkan hal itu selama hati Fien adalah miliknya.

"Baiklah, aku menyerah. Tapi biarkan aku membantumu mengobati luka di tanganmu. Bukankah itu sangat menyakitkan?"  Grace langsung menyambar tangan Fien Clark dan membuka balutan handuk yang terdapat noda darah.

Grace mengambil obat luka dan juga perban untuk menutupi luka yang terdapat dipunggung tangan dan juga telapak tangan.

Fien sangat marah sebenarnya, tapi ia benar-benar tak bisa mengelak dari Grace.

"Fien, tolong biarkan aku datang beberapa kali saja dalam sebulan."

"Tidak Grace, kekasihku akan segera sampai. Sekarang pergilah dari tempat ini," ujarnya dengan menarik tangannya dari sentuhan Grace. Ia berdiri dan menyeret Grace keluar pintu. "Pergilah! Jangan sampai kekasihku marah!"

Sungguh saat yang tepat untuk mengusir Grace saat itu karena tiba-tiba saja Alice muncul di dekat pintu. Alice yang tak mengerti apa yang terjadi hanya bisa tergagap saat tangannya diseret masuk oleh Fien Clark lalu terkunci di dalamnya.

Grace hanya bisa mendapati pintu itu tertutup di hadapannya.

"Aku tak akan berhenti Fien, aku tak bisa, siapapun dia aku akan membuatnya menyerah!" geramnya dibalik pintu.

Alice yang terseret kasar meringis karena pergelangan tangannya sakit. Ada bekas merah di kulit putihnya.

"Apa kau gila? Kenapa kau menyeretku seperti karung?" gerutunya tak jauh dari Fien. 

"Hei! Kau kesiangan di hari pertamamu, apa kau pikir aku tak akan memberimu hukuman? Untung saja kau muncul sebelum pintu tertutup, atau aku akan memecatmu, hah?!" balas Fien lebih sengit. "Kau pikir siapa kamu sehingga berani mengritik aku?"

Alice menunduk. Kalau dia sampai dipecat, maka sia-sialah perjuangannya. "Maaf," lirihnya.

Fien Clark mendengkus kesal. "Sekarang, masaklah untukku dan buang semua makanan yang ada di atas meja!" perintahnya lalu meninggalkan Alice yang masih kebingungan.

'Dia benar-benar sangat berbeda dari Erick Davis, pria ini sungguh kasar dan menyebalkan. Aku yakin kau adalah pelakunya. Lihat saja, aku pasti akan membuktikannya,' batin Alice menggerutu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status