Share

Bab 4

Author: Natalie
Calvin mengatupkan bibir tipisnya rapat-rapat, hatinya dipenuhi perasaan yang aneh.

Ketika Jessica mengangkat kepala, pandangannya bertemu dengan Calvin. Dia terdiam sejenak, sedikit menaikkan alis. "Ada apa?"

Setelah Jessica bertanya, Calvin entah mengapa merasa gelisah dan tidak senang.

Jessica adalah istrinya, Calvin juga kembali ke kamar mereka sendiri, tetapi kenapa reaksinya seperti ini?

Kemarahan yang aneh seakan menumpuk di dada Calvin, membuatnya perlu memastikan sesuatu. Calvin mendekat dengan langkah besar, lalu mendorong Jessica ke kepala tempat tidur.

Bibir tipisnya turun, tetapi Jessica memiringkan kepalanya sedikit.

Bibir dingin Calvin hanya mendarat di sudut bibir Jessica.

Jessica menatapnya dengan tenang, lalu bertanya, "Apa maksudmu?"

Sikap Jessica yang seperti ini membuat Calvin merasa makin marah.

Dia menyeringai, lalu membalas dengan nada sinis, "Aku kira kamu membuat masalah untuk ini."

Setelah menikah dengan Calvin, mereka jarang melakukan hal semacam itu.

Kecuali saat mabuk dan karena dorongan dari Harto.

Sebagian besar waktu, mereka hanya berbagi tempat tidur, tetapi tidak berbagi mimpi.

Kemudian, saat Ricky tumbuh besar, keintiman di antara mereka menjadi makin berkurang.

Jessica membalas tatapan Calvin, tetapi dia tidak merasa marah atau pun terluka.

Sebenarnya, Jessica sudah terbiasa dengan semua ini.

"Aku sedang datang bulan," ujar Jessica.

Jessica menghindari sentuhan Calvin, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Kalau kamu membutuhkannya, lebih baik kamu mencari Nona Sindy."

Karena Jessica akan segera pergi, untuk apa masih meninggalkan keterikatan?

Lagi pula, pria sama seperti sikat gigi, tidak boleh dipakai bersama.

Sikap acuh tak acuh Jessica membuat Calvin tertawa dingin.

"Jessica, hubunganku dan Sindy nggak seperti yang kamu pikirkan. Apa kamu kira dia seperti kamu yang memiliki banyak trik licik?" balas Calvin.

Calvin menutup pintu dengan keras, hanya meninggalkan kalimat sinis, "Kalau begitu, lain kali jangan suka mengadu. Kalau bukan karena rencanamu dulu, aku sama sekali nggak akan mau menyentuhmu."

Jessica menatap pintu yang tertutup rapat. Tiba-tiba, dia teringat pada malam itu, ketika dirinya dan Calvin kehilangan kendali.

Saat itu otak Jessica kacau, sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi.

Setelah terbangun, Jessica memang merasa lega ketika mengetahui bahwa pria yang bersamanya adalah Calvin.

Karena panik, Jessica pergi dengan tergesa-gesa.

Kemudian, Calvin menemuinya ketika mengetahui bahwa Jessica hamil. Mata dinginnya memancarkan sedikit sindiran serta kebencian.

"Jessica, aku akan menikahimu seperti yang kamu inginkan," ujar Calvin.

Saat itu Jessica merasa gelisah sekaligus ketakutan. Masalah Keluarga Sudarso dan orang tuanya, ditambah masalah anak, membuat Jessica tidak menyadari sikap dingin pria itu. Dia mencintai Calvin sepenuh hati. Jadi, Jessica menikahi pria itu dengan gembira seperti ngengat yang terbang ke dalam api.

Jika bisa memilih lagi ....

Jessica memejamkan mata sambil berpikir.

Jika memungkinkan, Jessica berharap dirinya dan Calvin tidak pernah bertemu.

Calvin tidak pulang semalaman.

Keesokan harinya, Jessica mengantarkan Ricky ke sekolah.

Dia tidak menelepon untuk menanyakan di mana Calvin, tetapi pesan dari Sindy sudah masuk.

Hanya ada sebuah foto yang tampak sederhana.

Itu adalah sebuah dasi berwarna biru.

Ini adalah dasi yang sering dipakai oleh Calvin.

[Jessica, memang sangat jelas apakah seseorang mencintaimu atau nggak. Dasi ini aku berikan untuknya. Tadi malam, dia memakai dasi ini untuk mengikat tanganku ....]

Jessica tidak tertarik dengan permainan intim antara Sindy dan Calvin.

Jika ini dulu, mungkin Jessica akan merasa sakit hati dan sedih.

Namun, sekarang dia merasa lebih tenang.

Jessica sudah memutuskan untuk pergi. Tentu saja dia tidak akan lagi ikut campur dalam pilihan Calvin.

Jessica pergi ke rumah Profesor Calla.

Selain menjenguknya, Jessica juga ingin lebih mengenal Pak Dany itu.

Ketika melihat Jessica, Profesor Calla merasa sangat senang.

Dia tiba-tiba teringat tentang Jessica dan Calvin, lalu bergurau, "Apa kamu sudah memberi tahu Calvin kalau kamu akan pergi ke Kota Ronawa? Dulu kamu selalu mengikutinya. Semua orang tahu kalau murid kebanggaanku terpesona dengan seorang pria. Beberapa hari lalu, Profesor Suli bertanya padaku apakah kamu masih ingin terus mengikuti kelasnya."

Jessica dan Calvin bersekolah di universitas yang sama.

Sebenarnya, Jessica bersikap sangat rendah hati ketika menyukai Calvin dulu. Selain pengakuan yang tak pernah sempat diutarakan saat kelulusan, Jessica tidak pernah mengganggu Calvin.

Dulu, cinta di masa muda selalu tampak sangat jelas.

Demi bisa melihat Calvin sekali lagi, Jessica pernah mengikuti kelas keuangan selama satu semester.

Profesor yang mengajar kelas itu berteman baik dengan Profesor Calla.

Oleh karena itu, dia beberapa kali menggoda Jessica dengan sengaja.

"Nggak."

Jessica berkata dengan suara pelan, "Pak Calla, Pak Dany membutuh kerahasiaan. Aku ingin kamu membantuku merahasiakan masalah kunjunganku ke Kota Ronawa."

Profesor Calla terdiam sejenak, tetapi dengan cepat bisa memahaminya. Dia pun mendesah.

Awalnya, dia mengira Jessica mengorbankan kariernya demi cinta. Baru setelah menyadari semuanya, Jessica akhirnya setuju untuk memberikan pengobatan.

Sekarang, tampaknya muridnya ini sudah terluka cukup parah.

Hanya ketika seseorang mencapai jalan buntu, barulah dia akan menyadari semuanya.

Jessica tidak tinggal lama di rumah Profesor Calla.

Dia mengambil data informasi yang relevan, lalu bersiap untuk pulang.

Ketika Jessica sampai di persimpangan, sebuah kendaraan bermotor melintas di depannya dengan kencang.

Jessica bereaksi dengan cepat. Baru saja dia hendak menghindar, tetapi dia bertabrakan dengan motor yang tiba-tiba muncul.

Kecelakaan datang dengan tidak terduga.

Tubuh Jessica merasakan rasa sakit yang hebat. Keringat dingin mengalir dari pelipis Jessica.

Dia tersenyum pahit.

Mungkin dia tidak cocok dengan lingkungan kota ini.

Cedera yang dialami Jessica tidak terlalu serius, tidak sampai melukai tulangnya.

Hanya kulit saja yang tergores sampai mengeluarkan banyak darah, sehingga terlihat cukup mengerikan.

Sungguh menegangkan.

Selain itu, Jessica sedikit takut dengan darah. Jadi, ketika dia tersadar, wajahnya tampak pucat pasi.

"Nona, sebaiknya kamu menghubungi keluargamu." Seorang polisi lalu lintas yang tidak tega melihatnya, mengingatkan Jessica dengan suara pelan.

Jessica awalnya ingin mengatakan bahwa dia bisa melakukannya sendiri. Namun, ketika melihat polisi masih bersikeras, dia pun akhirnya menelepon Calvin.

Dia tidak berharap Calvin akan datang sendiri. Pria itu memiliki sekretaris, jadi siapa saja bisa mengantar Jessica ke rumah sakit.

Tak lama kemudian, suara seorang pria terdengar dari ujung lain telepon.

"Ada apa?"

"Calvin, aku ...."

Jessica menahan rasa sakit parah. Baru saja dia hendak berbicara, suara lembut Sindy terdengar dari telepon.

"Calvin, hasil pemeriksaan sudah keluar. Aku nggak mengerti, bisakah kamu membantuku melihatnya?"

Pria itu sedang menemani Sindy.

Sebelum Jessica sempat mengatakan apa pun, Calvin sudah menutup telepon. "Nggak peduli apa pun masalahnya, tunggu sampai aku pulang."

"Baiklah."

Jessica menjawab dengan suara pelan.

Jessica menolak bantuan polisi, menyelesaikan masalah kecelakaannya sendiri, lalu naik taksi untuk pergi ke rumah sakit.

Kebetulan sekali, baru saja dia selesai mendaftar, suara anaknya yang polos terdengar tidak jauh dari sana.

"Bibi Sindy, apakah masih sakit? Aku akan membantu Bibi Sindy meniupnya."

Jessica tanpa sadar melihat ke arah suara. Tidak jauh dari sana, Jessica melihat Calvin sedang membawa putranya menemani Sindy yang baru saja selesai melakukan pemeriksaan.

Mata hitam Calvin yang selalu dingin kini memancarkan kekhawatiran.

"Nggak apa-apa."

Sindy tersenyum lembut, berbicara dengan suara halus sambil mengelus kepala Ricky yang ada di sampingnya, "Dengan adanya Ricky yang menemani Bibi, penyakit Bibi pasti akan segera sembuh."

Setelah mendengar kata-kata Sindy, dia mengangkat wajah polosnya, menatapnya dengan mata berbinar. "Bibi, seandainya saja penyakit di tubuh Bibi bisa dipindahkan ke Ibu. Dengan begitu, Bibi nggak akan merasa sakit lagi."

Setelah Ricky berkata demikian, Jessica terdiam.

"Jangan bicara sembarangan." Calvin mengerutkan kening, memarahi putranya dengan suara rendah, tetapi tidak keras, "Dia tetap adalah ibumu."

"Lebih baik Ibu meninggal saja. Aku nggak ingin melihatnya. Dengan begitu, Bibi Sindy bisa menjadi ibuku."

Anak kecil itu mengerucutkan bibirnya. Ketika mengingat ibunya tidak memasak selama dua hari ini, dia makin merasa tidak senang.

Namun, baru saja dia selesai bicara, Calvin mengangkat kepala, melihat Jessica yang berada tidak jauh dari sana.

Penampilan wanita itu terlihat acak-acakan. Ujung rambutnya berantakan, roknya bernoda darah, sementara lukanya terlihat begitu mengerikan.

Namun, ini justru membuatnya tampak bersinar dengan cara yang berbeda.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 100

    Calvin mengernyit, suaranya dalam dan berat saat berkata, "Tapi, di hatiku cuma ada kamu."Begitu kalimat itu keluar, Jessica tiba-tiba tertawa.Tawa di dalam ruangan makin keras, membuat ekspresi Calvin tampak khawatir. Dia menatap Jessica dengan cemas.Beberapa detik kemudian.Jessica menyeka air mata di sudut matanya, lalu membuka mulut, mengucapkan setiap kata dengan tegas."Di hatimu benaran cuma ada aku atau cuma karena sifat posesifmu?"Selama tujuh tahun menikah, berapa kali Calvin lebih memilih Sindy daripada dirinya?Sekarang, masih bisa-bisanya pura-pura sangat cinta?Jessica menyunggingkan senyum tipis, lalu berbalik pergi tanpa menoleh sedikit pun.Calvin sempat mengulurkan tangan, tetapi matanya penuh penyesalan.Melihat sosok ramping itu benar-benar menghilang dari pandangan, dia berdiri terpaku dan tak bisa bergerak.Sementara itu.Cahaya pagi menembus jendela dan jatuh ke dalam kamar.Setelah Jessica kembali, dia mendapati Ella sudah terbangun.Gadis itu menatap kosong

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 99

    Calvin mendengar pertanyaan Ricky. Gerakannya sempat terhenti sejenak, teringat akan sikap dingin Jessica kemarin.Karena insiden pura-pura sakit waktu itu, dia tahu Jessica sudah kehilangan kepercayaan pada mereka berdua.Namun.Saat menatap mata Ricky yang penuh harap, Calvin membuka mulut, suaranya agak serak."Ricky, Ayah akan cari cara."Ricky menunduk kecewa karena tak mendapat jawaban pasti.Beberapa saat kemudian.Ricky berkata dengan lirih, "Sayangnya, aku nggak ketemu kunang-kunang."Mendengar itu, ekspresi Calvin langsung dingin. Nada suaranya tegas saat dia berujar, "Lain kali kamu nggak boleh pergi sendiri ke tempat berbahaya. Paham?"Ricky memalingkan wajahnya. Dia menggumam."Tapi, aku mau tangkap kunang-kunang buat Ibu. Kalau Ibu senang, dia mau ajak aku ke taman hiburan. Ayah 'kan sibuk terus, makanya aku pergi sendiri."Kelopak mata Calvin sedikit berkedut. Hatinya campur aduk antara lelah dan perih. Dia hendak bicara saat tiba-tiba ….Tok, tok!Terdengar ketukan pint

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 98

    Jessica bisa memahami perasaan Dany saat ini. Dia mengangguk ringan dan berkata dengan suara pengertian."Ya, kalau butuh bantuan, bilang saja."Setelah Dany pergi, suasana di sekitar langsung hening.Kamar rumah sakit ini cukup luas. Selain ranjang tempat Ella berbaring, di sebelahnya juga ada satu ranjang lipat untuk pendamping.Jessica berencana bermalam di sini malam ini. Dia merogoh saku, hendak mengambil ponselnya, tetapi malah menemukan dua ponsel.Ternyata, saat buru-buru keluar tadi, dia tak sengaja membawa ponsel milik Ella.Tring!Suara notifikasi pesan tiba-tiba terdengar.Jessica melirik ke arah Ella yang tertidur pulas, lalu tanpa sadar matanya menatap ke layar ponsel yang menyala."Kematian Soni itu salah kamu!""Kalau saja kamu nggak minta putus, dia nggak akan nekat bunuh diri.""Kamu masih bisa hidup setelah semua itu?"…Mata Jessica membelalak, pupil matanya menyempit. Melihat pesan-pesan jahat itu, rasa penasaran yang selama ini dia simpan akhirnya terjawab.Pantas

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 97

    Jessica mengernyitkan dahi. Begitu melihat Calvin, reaksi pertamanya adalah menghindar. Dia tak ingin terlibat urusan apa pun lagi dengan mereka.Namun.Tepat saat itu, Calvin seperti menyadari keberadaannya, lalu menoleh dan melihat ke arahnya.Pandangan mereka bertemu. Tatapan mereka saling mengunci.Sorot mata Calvin agak cerah. Dia melangkah cepat mendekat, suaranya terdengar agak terkejut."Jessica, kamu juga di sini?"Lalu, ekspresinya berubah jadi cemas dan perhatian."Ada apa? Kamu sakit?"Jessica menatapnya dingin, menggeleng pelan. Dia menjawab, "Terima kasih atas perhatian Pak Calvin. Aku baik-baik saja."Calvin menghela napas lega, tetapi melihat sikap dinginnya, hatinya terasa sesak.Suasana mendadak jadi canggung.Jessica menatap mereka berdua dengan sorot dingin, lalu berbalik hendak pergi. Namun, Calvin tiba-tiba menarik pergelangan tangannya."Jessica, dengar dulu penjelasanku."Ekspresinya penuh keteguhan. Dia langsung menumpahkan semua yang belum sempat dikatakan di

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 96

    Wajah Ella pucat seperti kertas, tubuhnya sedingin es, dan dia sudah pingsan karena kehilangan terlalu banyak darah.Dany langsung menggendongnya dan melangkah cepat menuruni tangga, sementara Jessica memungut ponselnya dan segera menyusul.Tak lama, mereka tiba di rumah sakit. Ella langsung dibawa ke ruang gawat darurat.Di lorong rumah sakit.Jessica menunduk. Ekspresinya penuh penyesalan dan rasa bersalah. Nada suaranya terdengar berat."Ini semua salahku. Kalau saja aku lebih cepat menyadari perubahan suasana hati Ella, semua ini pasti nggak akan terjadi."Beberapa hari ini, dia terlalu sibuk menyelidiki masalah Keluarga Sudarso, ditambah Ella memang sudah lama tidak kambuh, makanya Jessica menjadi lengah.Namun, Dany sama sekali tidak menyalahkannya. Dia mengepalkan tangan dan memukulkannya ke dinding dengan keras, seolah tak merasakan sakit sedikit pun."Ini bukan salahmu. Aku juga gagal jadi seorang kakak."Suaranya serak, penyesalannya sama dalamnya dengan Jessica.Namun.Karen

  • Hitung Mundur Kepergian Nona Jessica   Bab 95

    Ricky terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat dan mulutnya terus bergumam."Ibu."Calvin mengernyit. Hatinya ikut teriris. Dia mencoba menenangkannya."Ricky, kalau kamu sembuh, Ayah akan ajak kamu ketemu Ibu, oke?"Mendengar itu, Ricky pun berhenti rewel. Dia memejamkan mata dan tertidur lelap.Sindy menggigit bibir bawahnya.Anak tak tahu terima kasih ini … Dia sampai rela mempertaruhkan nyawa demi menemani anak itu cari kunang-kunang ke luar kota, tetapi yang ada di kepala anak itu tetap saja Jessica.Dia berpikir sejenak, merasa tak terima begitu saja, lalu mulai menjelekkan Jessica di depan Calvin."Calvin, Nona Jessica benar-benar kejam. Dia memanfaatkan kerinduan Ricky padanya buat mendorong Ricky melakukan hal berbahaya begitu."Begitu kata-kata itu meluncur, suasana di dalam kamar seketika membeku.Calvin mengerutkan kening lebih dalam. Dia berkata dengan nada tak senang, "Jessica bukan orang seperti itu. Ini pasti ada kesalahpahaman. Aku nggak mau dengar ucapan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status