Tiga tahun lalu, Ayla berdiri di altar dengan gaun impiannya, menunggu pria yang berjanji tidak akan pernah meninggalkannya. Tapi Victor Noelle justru menghilang tanpa jejak, meninggalkan luka yang tak pernah benar-benar sembuh. Kini, takdir kembali mempertemukan mereka. Bukan sebagai pasangan, tetapi sebagai manajer dan talent—hubungan profesional yang seharusnya tetap dingin dan tak berperasaan. Namun, bagaimana jika percikan masa lalu masih menyala di antara kebencian dan penyesalan? Ayla bersumpah tidak akan membiarkan Victor menyentuh hatinya lagi. Sementara Victor… mungkin kali ini ia tidak akan membiarkan Ayla pergi. Tapi apa yang tersisa di antara mereka? Luka? Penyesalan? Atau sesuatu yang bahkan lebih berbahaya—perasaan yang seharusnya sudah mati?
view more“Apa-apaan ini, Ryan?!”
Ayla mendorong pintu ruang ganti dengan kasar. Engsel pintu berderit keras, hampir copot karena kekuatannya. Suaranya menggema memenuhi ruangan. Di sinilah Ryan Kenzie berada bersama seorang aktris cantik pendatang baru. Pandangan Ayla menatap penampilan Ryan berantakan. Jas hitam Ryan tergeletak di lantai. Kemeja putih yang kusut dan tersingkap, memperlihatkan dada bidang Ryan yang terbuka. Wajahnya tetap santai, seolah tidak melakukan kesalahan apapun. Di pangkuannya, aktris bergaun merah tampak kaget setengah mati. Wajahnya memerah. Ia buru-buru melompat berdiri dan merapikan gaunnya yang jelas berantakan. Ryan menoleh dengan tenang. “Oh? Kau sudah datang?” Suaranya rendah dan malas, penuh percaya diri yang menyebalkan. Ayla hampir kehilangan kata-kata. Napasnya memburu, jemarinya mengepal erat di sisi tubuhnya. “Kau pikir ini lelucon?!” hardik Ayla. Suaranya bergetar menahan amarah. “Kita punya pemotretan penting dalam 15 menit. Tapi, kau di sini ....” Ayla melayangkan pandangan ke aktris itu, “kau malah bersenang-senang seperti anak SMA?!” Ryan hanya mengangkat bahu, seolah masalah ini tak lebih dari setitik debu di hidupnya. "Aku punya waktu. Santai saja!” Santai?! Ayla melangkah mendekat, tatapannya tajam dan menusuk. “Kau tahu berapa banyak uang yang dipertaruhkan di sini? Berapa banyak orang yang bergantung pada proyek ini? Kau pikir hanya karena kau bintang, kau bisa semena-mena mengacaukan semuanya?!” Wajah Ryan masih tenang, tapi mata hazelnya mulai memancarkan ketidaksabaran. “Ayla, kau terlalu serius.” Ia bangkit perlahan, menyamakan tinggi badan mereka. “Ini cuma pekerjaan.” Ayla tertawa sinis. “Cuma pekerjaan?” Napasnya pendek dan berat. “Ryan, ini bukan cuma pekerjaan untukku! Ini karierku, reputasiku! Dan kau dengan egoisnya merusak semuanya hanya karena nafsu!” Alih-alih merasa bersalah, Ryan justru tersenyum miring. “Kalau kau terus-terusan seperti ini, mungkin kau harus mempertimbangkan untuk bercinta denganku.” Ayla nyaris tak percaya dengan apa yang baru ia dengar. “Apa?!” Ryan melangkah lebih dekat, menurunkan suaranya. “Kau terlalu tegang. Mungkin kalau kita tidur bersama, kau akan lebih santai.” Brengsek! Ayla mendongak menatap Ryan. Matanya berkilat marah. “Jangan gila! Aku manajer kamu, Ryan. Bukan wanita yang bisa kau ajak tidur kapan saja.” Ryan menyeringai kecil, tatapannya dalam dan menantang. “Kau berbicara seolah itu sesuatu yang mustahil.” Ayla mendengus. “Memang mustahil.” Alih-alih tersinggung, Ryan malah tersenyum. Senyum penuh arogansi. “Kau akan menyesal karena menolak bercinta denganku, Ayla.” Sebelum Ayla sempat membalas, suara langkah berat terdengar dari belakang mereka. “Apa yang terjadi di sini?” Ayla menoleh. Kail, CEO agensi, berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam. Ayla tak menunggu sedetik pun untuk berbicara. “Ryan sedang bersenang-senang, sementara kita semua menunggunya untuk pemotretan penting.” Kail menatap Ryan, lalu Ayla. Kemudian, ia menghela napas panjang. “Sudah cukup, Ayla!" Ayla mengerutkan dahi. “Apa maksud Anda?” “Kau gagal mempertahankan Ryan.” Suara Kail dingin. Ayla tertegun. “Apa? Tapi ini bukan salahku! Ryan yang tidak profesional, dia—” “Cukup!” Kail memotongnya tajam. “Aku butuh seseorang yang bisa mengelola bintang sekelas Ryan, dan jelas kau bukan orangnya.” Jantung Ayla mencelos. “Apa maksudnya…?” “Kau dipecat.” Dunia Ayla seolah runtuh dalam sekejap. Ryan, yang berdiri di belakang Kail, tersenyum puas. “Selamat tinggal, Ayla.” Suara itu seperti belati yang menusuk jantung Ayla. Ia menatap mereka berdua. Rasa marah dan kecewa bercampur menjadi satu. Tanpa berkata lagi, Ayla berbalik dan melangkah pergi. Setelah pintu itu tertutup di belakangnya, Ayla merasa dadanya sesak. Napasnya pendek dan terburu-buru. Bukan hanya karena marah, tapi karena rasa frustrasi yang membakar. Sialan! Langkah Ayla cepat meninggalkan studio. Ia bahkan tidak peduli dengan pandangan kru yang menatapnya dengan campuran iba dan penasaran. Di mana satu-satunya tempat yang masuk akal sekarang? Bar. Ayla bukan peminum berat. Tapi hari ini… ia butuh sesuatu yang bisa meredam bara dalam dirinya. Begitu masuk ke bar kecil di sudut kota, ia langsung duduk di meja bartender dan memesan bourbon tanpa banyak bicara. Gelas pertama tandas dalam sekali teguk. Gelas kedua, mulai menghangatkan tenggorokannya. Tapi pikirannya tetap dipenuhi amarah. Ryan Kenzie. Bajingan itu menghancurkan kariernya dalam sekejap. Dan yang lebih menyakitkan, semua itu karena ia menolak melayani nafsunya. Ayla mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. Namun, ketika ia mengangkat ponselnya dan membuka media sosial, dunia seakan menamparnya sekali lagi. “Ryan Kenzie Resmi Bergabung dengan Star Vision!” Berita itu terpampang jelas di layar. Foto Ryan diapit oleh CEO Star Vision dan .... Bianca. Ayla mengepalkan tangan. Tentu saja! Bianca, rival abadi Ayla. Wanita itu selalu menunggu kesempatan untuk menusuknya dari belakang. Dan sekarang, Bianca berdiri di sebelah Ryan dalam foto itu, memamerkan senyum kemenangannya yang khas. Ayla merasakan perutnya bergejolak. Tidak cukup Ryan merusak pekerjaannya, sekarang dia juga berada di bawah naungan Bianca? Ini bukan hanya sekadar pukulan telak. Ini penghinaan! Ayla menaruh ponselnya di atas meja dengan kasar, mengisyaratkan bartender untuk menuangkan satu gelas lagi. Jika Ryan dan Bianca berpikir ini sudah berakhir…. Mereka salah besar!Ayla mengumpulkan keberaniannya, tubuhnya menggigil entah karena marah, malu, atau karena sesuatu yang lain yang bahkan tak ingin ia akui. Dengan gerakan tiba-tiba, ia mengangkat kedua tangannya dan mendorong dada Victor dengan sekuat tenaga.Namun tangan Victor lebih cepat. Ia menangkap pergelangan tangan Ayla, mencengkeramnya dengan lembut namun cukup kuat untuk membuat Ayla tak bisa melawan.“Lepaskan!” desis Ayla, berusaha melepaskan cengkeraman itu, tapi tubuh Victor terlalu dekat.“Aku bilang lepaskan, brengsek!”Bukannya menurut, Victor justru menarik Ayla mendekat.“Ah...”Air di bathtub langsung berombak ketika tubuh Ayla sedikit terangkat dari posisi nyaman sebelumnya. Dada mereka hampir bersentuhan. Nafas mereka bertabrakan. Mata Victor menatap dalam ke iris gelap Ayla yang sekarang terbuka lebar dengan ketegangan dan kemarahan.Namun Victor hanya diam beberapa detik. Mempelajari ekspresi wanita di depannya. Lalu ia mencondongkan wajahnya dan mengecup bibir Ayla dengan ger
“Dasar brengsek mesum!” teriak Ayla, tubuhnya melonjak setengah berdiri dari dalam air.Dengan sekuat tenaga, ia menyambar botol sabun di dekatnya dan melemparkannya ke arah Victor. Botol itu melayang dan nyaris mengenai kepalanya.“Keluar dari sini, brengsek sialan!”Victor hanya terkekeh, menangkis botol sabun itu dengan lengan santainya. “Kenapa? Bukannya kau ingin aku bergabung?” ucapnya tenang, matanya menelusuri tubuh Ayla yang separuh tersembunyi di balik uap air dan busa. “Karena itu kau di sini, kan? Menungguku?”“Jangan kepedean, Victor!” Ayla nyaris berteriak, menggertakkan giginya, wajahnya merah padam.Victor menurunkan bra itu perlahan, menjatuhkannya ke lantai. Matanya tetap tertuju pada Ayla, lekat, tajam seperti elang yang sudah mengunci buruannya.Tanpa berkata-kata, ia mulai membuka kancing bajunya satu per satu. Gerakannya tenang, seperti tak terganggu oleh kemarahan Ayla. Justru ia seolah menikmati reaksi wanita itu.Satu, dua... tiga kancing terlepas.Hingga akh
Ayla berjalan gontai melewati koridor villa yang senyap, hanya suara langkah hak tingginya yang terdengar mengetuk-ngetuk lantai kayu. Lampu lorong temaram, dan bayangannya mengikuti di dinding, seperti mengingatkannya pada apa yang baru saja ia lakukan.Entah mengapa malam itu terasa lebih sepi dari hari biasanya. Begitu pintu kamarnya terbuka dan tertutup kembali, dia mendesah keras.“Sialan, Ayla…” gumamnya dengan separuh napas. Ia melepaskan clutch kecil dari tangannya dan melemparkannya asal ke atas tempat tidur. “Bagaimana mungkin kau menciumnya!” Kali ini suara gerutunya terdengar lebih keras, nyaris marah. “Brengsek…”Ia menjatuhkan diri duduk di tepi ranjang, kemudian dengan kasar melepaskan sepatunya satu per satu, hingga kedua hak tinggi itu jatuh sembarangan ke lantai. Kakinya berdenyut, tapi bukan itu yang membuat kepalanya pening.Bibirnya masih hangat. Ia bisa mengingat tekanan ciumannya sendiri. Brutal, panas dan tak terkendali.“Ah, Ayla Dewita bodoh! Kau menggali ku
“Brengsek! Mengapa juga aku kesal.”Ayla mendengus seraya melangkah cepat, menuruni anak tangga dengan napas yang tetap teratur, meskipun dadanya sesak seperti dihimpit sesuatu yang tak kasat mata. Lampu-lampu bar yang remang memantulkan bayangannya di trotoar basah. Tidak ada air mata. Tidak ada kata. Hanya dingin. Kosong.Saat ia hampir melewati pintu keluar, sebuah suara memanggil pelan."Ayla."Suara berat itu membuatnya menghentikan langkah. Kenzo berdiri di sisi luar, bersandar di pagar besi dengan tangan dalam saku hoodie hitamnya. Matanya menatap Ayla dengan khawatir, tapi tidak mendesak. Ia tahu, perempuan itu sedang tidak butuh kalimat tanya.Ayla menoleh perlahan. Mata mereka bertemu dalam jarak yang cukup dekat."Apa kau mengikutiku?" tanyanya datar.Kenzo mengangkat bahu sedikit. “Cuma penasaran. Kau terlihat aneh tadi saat keluar dari villa tadi.”Ayla mendekat pelan. Tidak tergesa. Tapi dalam setiap langkahnya ada niat yang tajam. Napasnya masih stabil, wajahnya tetap
Lampu temaram menari-nari di langit-langit bar eksklusif yang terletak tak jauh dari lokasi syuting. Musik berdentum, bass berat bercampur irama elektronik yang menekan dada. Bau alkohol, parfum mahal, dan tubuh yang berkeringat memenuhi udara. Di sudut ruangan, bar panjang dengan kursi tinggi menghadap bartender yang cekatan meracik minuman.Victor duduk sendirian di kursi bar, mengenakan kemeja hitam yang bagian atasnya terbuka sedikit, memperlihatkan kulit lehernya yang kencang dan sebagian tulang selangka. Sebotol whiskey berdiri anggun di hadapannya, gelas kristal di tangan kanannya, dan tatapan kosong yang menembus kaca bar, seolah mencari sesuatu yang tak ada.“Sendirian?”Suara lembut tapi penuh tekanan itu datang dari arah kiri. Seorang wanita dengan rambut cokelat gelap yang diikat tinggi berdiri di sampingnya, kulitnya cokelat keemasan, kakinya panjang dalam balutan sepatu hak tinggi, dan tubuhnya hanya dibalut bikini hitam serta jaring tipis yang berkilau. Seorang penar
“Cut!”Suara lantang dari sutradara membuat seluruh tim produksi seolah menarik napas lega bersamaan. Beberapa detik kemudian, sorak kecil pun terdengar dari arah kru kamera.“Nice banget!” ucap salah satu asisten sutradara sambil mengacungkan jempol. “Great energy, guys!”“Terima kasih semuanya!” tim lighting berseru hampir bersamaan saat mulai mematikan lampu satu per satu.“Good job, Victor, Luna!” seru kru wardrobe sambil melintas membawa tumpukan kostum cadangan.Beberapa kru lain menepuk-nepuk bahu sesama, sebagian bercanda santai saat mulai membongkar peralatan. Suasana sedikit rileks, namun tetap teratur. Seseorang dari tim audio bahkan menyalakan musik ringan dari ponselnya, membuat suasana lebih santai. Beberapa peserta mulai berdiri dari kursi santai mereka, beringsut menuju area kamar untuk mengganti pakaian. Ada yang memesan jus kelapa muda dari kru katering yang baru datang.Victor berdiri perlahan dari kursi rotannya, mengambil sebotol air mineral dari atas meja bunda
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments