Share

Hold Me Tight
Hold Me Tight
Author: Gitapuccino

HMT 1 - PERUBAHAN BESAR

Kegiatan pertama yang selalu dilakukan Anna ketika terbangun dari tidur panjangnya adalah mengambil buku pengeluaran yang terletak di atas nakas dan berkutat dalam waktu cukup lama. Anna menghela napasnya ketika melihat angka pengeluaran yang telah dia atur untuk satu bulan ke depan, ternyata tidak sebanding dengan pemasukan selama ini.

Jemari Anna kembali bermain lincah di atas kalkulator, menghitung ulang angka yang dia tahu jelas adalah sia-sia. Helaan napas Anna pun kembali terdengar. Anna tampaknya harus kembali memutar otak secepat mungkin untuk mencari jalan keluar dari permasalahannya itu.

Pintu bercat putih itu lalu terbuka. Menampilkan sosok wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang sudah tidak muda lagi dibalik pintu. Dia adalah Pamela, ibu biologis Anna.

“Jika kau sudah bangun sejak tadi, kenapa kau tidak lekas turun ke bawah lalu sarapan denganku, Sayang?” Pamela menyuarakan aksi protesnya pagi itu karena sang putri tercinta tak kunjung keluar dari kamarnya.

“Kau sudah membuatku kesepian semalam, Anna. Ayolah, temani aku sarapan pagi ini.”

Senyuman milik Anna merekah lalu menghentikan kegiatan menghitungnya dengan segera.

“Kau membuatku bahkan tidak bisa membantah satu kata pun, Mom,” tukasnya lalu beranjak dari atas ranjang dan bersiap mengganti gaun tidurnya dengan kaos lengan pendek yang lebih santai dan nyaman.

Pamela menatap Anna dalam diam. Wanita itu kemudian duduk di bibir ranjang melirik buku yang tergeletak di atas ranjang dengan posisi masih terbuka. Pamela saja tahu arti angka yang diberi tanda khusus oleh putrinya itu.

“Apa defisit lagi?” Pamela tiba-tiba bertanya. Tangannya sudah lebih dulu membuka lembar demi lembar segala perhitungan yang dilakukan putrinya. Pamela mungkin tidak pintar, tapi bukan berarti dia mudah merasa puas dengan gelengan kepala singkat Anna saat menjawab pertanyaan yang dia lontarkan barusan.

“Kau tidak perlu ikut memikirkannya, Mom. Aku akan mencari cara mengatasi masalah ini. Aku bisa menambah satu pekerjaan lagi di akhir pekan sebelum musim dingin tiba.”

“Izinkan aku membantumu, Sayang. Kalau kau bisa menambah satu pekerjaan, kenapa aku tidak? Kita hidup hanya berdua dan sudah sepantasnya kita harus saling mendukung satu sama lain.”

“Mom, aku tidak ingin merepotkanmu. Lagi pula kau—”

Pamela menggeleng. “Jangan pernah menyebutku tua! Usiaku bahkan belum setua itu.”

Anna mengerjap. Pamela paling tidak suka jika seseorang mempermasalahkan usianya.

“Aku tidak bisa hanya duduk tenang sementara putriku bekerja keras memikirkan semuanya sendiri. Aku pun tahu jika kau berusaha mengumpulkan uang untuk melunasi seluruh utang Richie semasa hidupnya. Apa menurutmu dia akan bahagia melihat putri kecilnya sengsara di alam sana? Tentu saja tidak. Dia pasti sangat sedih,” timpal Pamela yang langsung membungkam mulut Anna seketika.

Wanita itu lalu menarik kedua tangan Anna dan memintanya untuk duduk di dekatnya.

“Aku tahu kau menyayangiku, tapi kau juga harus tahu kalau aku jauh lebih menyayangimu daripada nyawaku sendiri. Jadi, hentikan bersikap seolah-olah aku adalah wanita tua tidak berguna yang harus dikasihani. Mengerti?” 

Anna terpaksa mengangguk untuk menghindari perdebatan mereka yang bisa saja melebar ke mana-mana. Karena faktanya dia dan Pamela sama-sama dua wanita yang keras kepala.

“Kita lanjutkan pembicaraan ini nanti, Mom. Aku harus pergi ke kedai sekarang.”

***

“Kau tahu tidak, apa yang pelanggan pria katakan tentangmu?” Samantha alias Sam, teman sekaligus partner Anna pagi ini tiba-tiba menyuarakan pendapatnya. Wanita itu menutup laci mesin kasir lalu berbalik arah padanya.

“Ice Princess,” lanjut Samantha.

Dahi Anna berkerut. “Enak saja. Apa menurut mereka aku sedingin itu?” tanya Anna tanpa sedikit pun menghentikan gerakan tangannya mengeringkan gelas.

“Ya. Karena kau tampak sulit sekali untuk didekati. Kau terlalu dingin untuk urusan seperti ini. Isi otakmu selalu saja uang dan uang. Uang tidak akan bisa membeli kebahagiaan Anna.”

“Tapi, tanpa uang kau tidak akan bisa merasakan artinya kebahagiaan, Sam. Jangan bersikap terlalu idealis. Karena tolak ukur kebahagiaan untuk orang rendah seperti kita, selalu berasal dari urusan perut,” balas Anna kemudian.

Samantha tertawa. “Isi otakku tidaklah secemerlang dirimu, Anna. Kau bahkan terlalu pintar untuk sekadar menjadi seorang barista di kedai kecil seperti ini. Masih banyak pekerjaan yang layak di luar sana yang mampu membayar mahal isi otakmu itu.”

Semua berawal sejak pemutusan kontrak kerja yang dilakukan oleh perusahaan tempat Anna bekerja enam bulan lalu. Bagaimana marahnya Anna ketika itu, masih melekat di memori otak Anna tentang gosip yang beredar mengenai dirinya di sana. Pelacur murahan, begitulah yang mereka katakan.

Anna tahu siapa dalang yang menyebarkan gosip murahan itu. Seorang wanita menjijikkan yang dengan sukarela memberikan tubuhnya secara gratis hanya untuk kedudukan semata. Mengingatnya saja membuat Anna mual, apalagi ketika dia memergoki wanita itu mendesah di ruang kerja bersama atasannya. Mencoreng nama baik seseorang adalah tindakan paling kejam yang ada di dunia ini dan Anna merasakan imbasnya akibat kekejaman itu. Dia harus kehilangan pekerjaan yang dicintainya.

“Bicara soal uang, aku ada sedikit saran untukmu jika kau tidak keberatan.” Samantha kembali melanjutkan celotehnya. Wanita itu kemudian memosisikan diri dihadapan Anna.

“Aku sangat yakin pekerjaan ini cocok untukmu.”

“Katakan saja.” Anna mempersilahkan. Baginya untuk saat ini yang terpenting adalah caranya mendapatkan uang secepat yang dia bisa.

“Ada sebuah platform menulis untuk cerita on-going. Kebetulan aku memiliki teman yang juga menjadi penulis, dan yang kudengar darinya kalau bayaran yang didapat hampir setara dengan bayaran menjadi seorang barista di sini.”

“Really? Apa kau yakin kalau ini bukanlah modus penipuan?” tanya Anna lagi.

Samantha mengangguk mantap. Wanita itu menyandarkan punggungnya pada meja counter tepat di belakangnya.

“Aku mengenalnya cukup baik, Anna. Sayangnya, dia menawarkan pekerjaan yang tidak bisa kulakukan. Jika kau berminat, kau bisa mencobanya. Aku tahu diam-diam kau suka menulis sesuatu di ponsel bahkan buku catatan lusuh yang selalu kau bawa di dalam tas.”

Anna melebarkan matanya. “Bagaimana kau tahu? Aku bahkan tidak pernah mengatakan pada siapa pun, termasuk pada ibuku sendiri. Tampaknya menjadi agen mata-mata FBI jauh lebih cocok daripada menjadi penjaga mesin kasir.”

“Well, sejujurnya menjadi agen FBI adalah cita-citaku sejak kecil namun sayangnya isi otakku tidaklah secerdas itu.” Samantha lalu tertawa geli dengan kedua tangannya yang sengaja dimasukkan ke dalam saku apron. Wanita berkulit pucat itu berusaha sekali meyakinkan Anna agar mau mengikuti jejak temannya.

“At least, kau lihat saja dulu bagaimana cara kerjanya. Kupikir sangat disayangkan sekali jika hobi yang kau miliki itu tidak bisa dijadikan lembaran dolar. Bukankah kau sangat menyukai uang?”

Samantha benar. Tidak pernah terpikirkan oleh Anna kalau hobi yang dia miliki sejak masih sekolah bisa menghasilkan. Sudah tidak ada waktu untuk Anna berpikir terlalu rumit. Isi perut adalah prioritas dan kerikil masalah yang menyumbat otaknya sejak pagi harus segara dimusnahkan. Mungkin saja beginilah cara Tuhan memberikan jalan penyelesaian untuknya.

Dalam diam Anna mengecek platform melalui ponsel miliknya. Seketika mata Anna melebar. Bukan karena masalah sampul buku yang terlihat vulgar, tapi … ah, Anna berubah merona sendiri saat membaca bagaimana isi ceritanya.

“Ini mustahil untukku, Sam. Aku tidak bisa,” cetus Anna kemudian menyimpan kembali ponsel miliknya. “Aku menghargai niat baikmu, tapi I’m sorry I can’t.” Anna mencoba menegaskan.

“Tapi, kenapa? Ini hanya sekadar tulisan, Anna. Aku yakin kau sanggup.”

Anna menggeleng kuat. Menjadi seorang penulis mungkin pernah terbesit dalam pikirannya ketika kecil, tapi menjadi penulis erotis sungguh tidak pernah masuk di dalam kamus miliknya.

Seharusnya, Anna menaruh curiga sejak awal. Kalau ajakan menulis bisa jatuh pada Samantha yang suka dengan hal-hal berbau erotis, maka sudah pasti dapat diprediksi bagaimana isi dari platform itu. Oh Anna, kenapa kau begitu polos?

Samantha kembali membujuk Anna. “Demi isi dompet sekaligus isi perut, Anna.”

“No,” tolak Anna singkat.

“Demi membayar bill apartemen.”

“I said no, Sam.”

“Kalau begitu cukup lakukan demi bibi Pamela.” Samantha menyentuh pundak Anna. Wanita itu benar-benar tahu di mana kelemahannya.

“Kau sudah bekerja di dua tempat sekaligus dan aku yakin bibi Pamela pasti akan melarangmu menambah pekerjaan lagi. Tidak ada waktu untuk berpikir; itu mustahil. Ambil atau kau akan menyesal. Cukup ingat apa yang menjadi prioritasmu sekarang.”

Siàlan. Samantha benar. Anna bahkan tidak bisa membantahnya lagi.

                                                                                                                                       

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status