"Mana kecoa? Mana?"
"Di kolong ranjang rumahmu..""Uuh, Rey bohong! Dasar!"Cuma pengen kena bumperku saja! - Joy merutuk sebal, sedangkan Rey tertawa-tawa saja, kesenangan."Nakal kamu, sebel ih, tega-teganya ngerjain aku." geramnya sambil memukul-mukul dada Rey."Aww, jangan Joy, ah ha ha ha, maaf, maaf. Kecoanya aku saja dah!"Mereka jatuh berguling-guling di atas pasir, habislah sudah jas ningrat Rey dan gaun putih Joy yang tadinya rapi tertata itu, jadi abu-abu karena pasir yang basah. Akhirnya mereka saling merangkul dan lama sekali saling menatap mesra, lama tak bersuara. Hingga akhirnya Rey gak tahan lagi."Tapi kamu senang kan." goda cowok pengantin baru itu pada pasangannya sambil terus berpelukan. Sama-sama menahan tawa. Benar-benar adegan jorok setelah makan."Enggak." Joy meleletkan lidah."Enggak salah lagi.""Memangnya enak?" tambah si singa betina yang sedikit-sedikit ngomong makanan."Iya, hangat dan empuk.""Memangnya bantal?""Susu bantal." Rey menirukan iklan terkenal masa kanak-kanak."Ah, gak lucu.""Dasar Joy, hard to please.""Awas yaa.."Mereka bangun dan bersih-bersih sekedarnya lalu kembali makan dessert kue, cheesecake kesukaan Joy. Rey tak begitu suka kue, tapi hari itu ia disuapi Joy terus.
"Kau terlalu kurus langsing. Pangeran tak boleh terlalu kecil, nanti gak berwibawa.""Takut perutku jadi gemuk seperti Winney de Pyuh." sahut Rey."Iya, kamu sekarang masih seperti Pigleetz, babi kecil yang lucu.""Kamu Tig-girl.""Kok si macan? Dia kan cowok." protes Joy."Bouncy trouncy sih." Rey sedikit menggodanya."Apaku sih yang bouncy?""Rahasia.""Nih." Joy menyodorkannya sepotong kue. Rey menggigitnya, dan Joy tiba-tiba ikutan.Berdua mereka berlomba menghabiskan hingga pipi mereka berlepotan krim keju, hingga akhirnya bibir mereka bertemu.Uhh, lembut banget - Joy merasa tiap kali ia mencium bibir tipis Rey, ada rasa hangat, nyaman, melelehkan jiwa raganya. Sekaligus seperti menyatukan dua kutub magnet. Susah betul mau lepas darinya.
"Manis." batin Rey di sisi lain. Bibir Joy juga enak sekali, tebal, lebar tapi seksi. "Lebih enak dari kue ini. Dan buat aku gak tahan lagi, rasanya mau buru-buru aja... Tapi ini masih terlalu dini, gak seru ah." ia perlahan menyudahi ciuman mereka.
"Uh." Joy merutuk sebal, tapi ia juga butuh sedikit napas, jadi mereka kembali ke posisi semula, sedikit minum dan kembali makan."Kayak tadi upacara makan kue ya." Joy mengingat acara tadi siang, seremoni potong kue pengantin.
"Ups, tadi gigit kue barengnya lama sekali, Mr. Brokoli iseng mengerjai kita, disuruh tahan pose melulu! Pasti pulang dari sini habis aku diledekin Yin dan Yang. 'Cie cie, Rey pengantin baru'.""Makan kue denganmu paling asyik.""Iya, tapi aku rindu kita makan spaghetti bareng juga, terus mulut saling bertemu di ujungnya.""Ah, malu aku Rey. Mana mama memergoki kita lagi!" Joy tertawa-tawa."Tapi senang kan?" Rey meletakkan piring dan gelasnya. "Yuk kita ke..""Ke mana?""Ke ranjang pengantin kita dong.""Hah. Ran.. jang?"
"A.. apaaa??" Joy masih sedikit kagetan, maklum, ini pertama kalinya ia akan 'menghabiskan malam' dengan Rey, bukan cuma bersebelahan kamar, tapi sekamar. Eh, di pulau seperti ini sepertinya tak ada kamar pengantin. Bangunan nyaris tak ada, hanya gazebo pernikahan terbuka mereka yang terhias indah.
Masa 'sih di situ kita akan bermalam? - Joy masih belum balik dari berpikir kerasnya. Rey malah tiba-tiba menarik lengannya.
"Yuk, kita ke tempat rahasia kita. Tapi.. gak jadi ah, nanti saja, soalnya jadi gak seru.""Uhh, kamu ini ulur-ulur waktu aja, tolong jangan buat aku penasaran."Joy masih agak deg-degan juga memikirkan malam pertamanya ini, seumur-umur si gadis jelata, ia baru kali ini akan... ahh, takut juga ya, pertama kali bersama seorang cowok tanpa bisa kemana-mana lagi!
Sudah terperangkap di hati Rey, dan sebentar lagi...
"Suka tempat ini? Gak ada apa-apa sih, bukan resort mewah atau hotel bintang lima."
Pantai tropis Evernesia di malam hari. Di langit, bulan bertambah tinggi, melingkar berpendar terang sekali, dikelilingi awan tipis dan taburan bintang-bintang bak berlian putih. Berkelap-kelip genit seakan meledek, menatap, menonton, mengintip kemesraan mereka berdua.
"Aku suka sunyi. Tak suka keramaian." Joy senang. "Debur ombak dan cowok imut sepertimu adalah kombinasi sempurna." dipandangnya Rey yang memang punya paras awet muda menggemaskan.
"Di sampingmu sebagai istrimu, kadang aku merasa seperti ibumu, bukan pasanganmu." keluh Joy yang memang jauh lebih tomboy.
"Ma, aku mau dimanja." bukannya menjawab Joy ia tak seburuk keluhannya itu, malah Rey dengan sedikit nakal mendekatkan kepalanya ke dada pengantin wanita barunya itu. Dan bersandar nyaman di sana - uh, sudah halal ini, siapa berani melarang?
"R.. rey, idih.." Joy kaget bukan kepalang, tapi ia senang sekali Rey begitu, desah napasnya hangat dan rambut hitam lembutnya menempel erat tepat di bawah leher Joy, sementara kedua tangannya memeluk pinggul Joy yang berisi. Tangannya yang hangat sesekali membelai, yang Joy balas dengan belaian gemas. "Heran, cowokku, eh suamiku ini kok lembut banget, tapi tetap cowok." Dulu jauh sebelum mereka pacaran, Joy selalu berpikir semua laki-laki pasti lebih kasar dan bulky seperti tipe om-om atau cowok macho bin maskulin. Ternyata, Rey, walau begitu manis, tetap saja sifatnya seratus persen 'cowok banget' dan 'liar bukan main'.
Pangeran yang paling cool, alim dan innocent tapi bisa jadi sangat nakal. Unpredictable.
Walau begitu, Rey tetap pria setia. Dan hari ini telah dibuktikannya dengan janji suci, akan selalu bersama Joy dalam suka maupun duka.
"Iya, bantal ini enak sekali, so bouncy and cuddly." Rey lagi-lagi menggodanya. "Tak malu-malu lagi kan, aku begini."
"Ehh, sedikit." Joy merona."Jangan kuatir! Di sini paling aman sedunia bahkan dibanding istanaku di Evertonia, dimana CCTV ada di tiap sudut.""Iya, seram betul, kalau di mana-mana tak bisa berbuat apa-apa kecuali di kamar." Joy merinding mengingat pengamanan ekstra ketat di istana Evertonia.
"Nah, di sini, kenapa kubilang kita bebas? Karena,'" suara Rey semakin rendah, nge-bas dan seksi, hembusan napasnya hangat terasa di tengkuk dan belikat Joy, "bila kita lepas semua tanpa sehelai benangpun, takkan ada yang peduli."
"Hah? tan.. pa, sehelai, be nang, punnnn ??" Joy merasa mukanya memanas, pasti sudah semerah tomat kematangan nyaris busuk. "Bagaimana kalau ada drone diam-diam mengintai kita? Atau ada kamera Mbah Gugel, pesawat alien, UFO?" ia coba-coba mencari alasan.
"Bodoh amat, karena kalau aku mau kita begitu, aku akan tetap mau kita begitu. Siapa suruh kau begitu menggoda? Yuk, kita ke sarang rahasia kita. Pondok Cinta. Dan kita habiskan malam ini sampai tuntas." Rey bertambah berani dan bertambah panas.
"Uh oh." Joy semakin jengah.
"Kita bermalam di sini?" polos pengantin baru tomboy Joy, saat Rey sang pangeran imut sang mempelai pria, menggandengnya mesra ke sebuah tenda yang hanya berselubung kain putih berenda halus semi transparan, indah dan romantis berhiaskan bunga-bunga mawar segar dan di bawahnya, di atas pasir putih, berderet puluhan lilin-lilin imitasi yang telah dinyalakan sebelumnya.Rey mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Biasanya ia lebih suka tampil sederhana, tapi malam ini tampaknya ia betul-betul all-out mempersiapkan bulan madunya dengan Joy. Membawanya ke tempat terpencil di ujung dunia dimana tak ada seorang pelayanpun, nyaris tak ada fasilitas mewah, kecuali semua yang telah dirancang khusus olehnya. Rey memang pangeran yang walau sangat down-to-earth, tapi juga sangat sophisticated."Mengerikan." Joy malah sedikit bergidik membayangkan akan bermalam di dalam sana, walaupun di atas sebuah peraduan berwarna pink nan empuk dan nyaman -bukan ranjang- yang berhiaskan seprai s
Joy malam itu tertidur dalam buai Rey, Keduanya begitu lelah, tapi pula terlalu senang hingga tak ingim memejamkan mata. Saling bercerita di tengah usaha mereka mengeksplorasi cinta. Cinta yang sedalam-dalamnya antara pria dan wanita dewasa, yang sekarang bukan lagi pintu terkunci di dalam taman rahasia surgawi.Hmm, dini hari Joy sempat terjaga sementara Rey masih pulas. Setengah sadar dan masih di awang-awang, ia berpikir, "Lho, di mana aku kini, aih aih.. kok di sebelahku..""Rey terlelap hanya berselubung selimut tipis, dan mengapa aku juga... ," panik Joy seraya memegang tubuhnya yang terasa polos, tak memakai piyama seperti biasa. "Apa yang kami lakukan, ini di mana? Dan, di mana mamaku?""Joy, kamu.." Rey tersenyum dalam tidur, sepertinya mengigau. "Tadi sangat menyenangkan. Yuk, kita coba lagi. Ah, aku kecanduan dirimu. Ternyata bercinta itu luar biasa sekali ya."Joy terhenyak. "R.. rey? Kamu di sini?
Belum pernah seumur hidupnya, Joy merasakan sesuatu seperti yang ia rasakan sebelum 24 jam lalu, sebelum bersama Rey dalam arti bersama sedalam-dalamnya. Ada rasa gembira, bercampur malu nan begitu nikmat memabukkan bagaikan candu. Tak bisa lepas lagi dan hanya ingin selama mungkin merasakannya, mencobanya lagi, memutar ulang sensasi itu hanya berdua dengan Rey."Ayo, ambil handukmu, atau kimonomu. Kita ke sana berdua, mau mandi pagi enggak?" Rey sedikit gemas karena Joy agak lambat berpikir. Ditariknya ujung selimut yang menutupi tubuh istrinya, hingga Joy akhirnya menjerit panik dan menarik balik selimut itu, karena sungguh,masih malu banget walau semalam mereka sudah lalui berdua entah berapa kali. Tapi di terang benderang seperti pagi menjelang siang ini, kok Joy masih segan.Rey tersenyum simpul tak mau marah, namun juga tak mau kalah. Ia menyelinap masuk dan menyergap Joy di dalamnya."Uh, gemas, nakal kamu, lepaskan aku! Nanti aku teriak lho." Joy geregetan
Teringatlah Joy pada masa-masa pertama kali ia mengenal kenikmatan itu, yang pertama kalinya membuatnya malu sekaligus takut akan dosa, karena kata orang-orang jaman dahulu, itu hal yang tabu. Tabu untuk dibahas, dibicarakan, apalagi diumbar.Saat pertama kali melihat bayangannya yang tanpa sehelai benangpun pada sebuah cermin rias di depan wastafel, mungkin di hotel tempat wisata saat masih ABG bersama keluarganya. Saat ia masih remaja ting-ting dan baru belajar mengenakan bra.Jauh sebelum mengenal Rey.Sejak Joy tahu kenikmatan itu, ia jadi lebih berani, walau hanya di kamarnya sendiri. Mengunci pintu, lalu membuka semua yang ada di tubuhnya. Telentang di ranjang, berfantasi seolah ada pria tak dikenal sedang mengintipnya. Kadang telungkup, dibayangkannya ada sosok lelaki yang menggodanya, mengajaknya bercumbu.Rasanya malu. Tapi melihat, menatap, mengekspos bayangan tubuhnya sendiri terasa begitu nikmat memabukkan. Apalagi menyentuhnya. Terasa ada yang pe
"Kok bisa ya, tak bosan-bosannya begini denganmu walau kita sudah tahu sebanyak-banyaknya bagaimana kita luar-dalam?" Joy tiba-tiba bertanya. "Aneh bukan, kamu pernah bertanya-tanya hal yang sama, Rey Baby Hubby?"Rey pertama-tama diam saja. Wajahnya, terutama matanya yang kecil, tiba-tiba tersenyum, smize - smiling eyes, istilah Joy. Manis memikat."Sama seperti makanan, tiap hari kita mesti makan tapi dengan sedikit variasi, pasti akan terasa berbeda dan lebih lezat, iya kan?" mata sipit Rey membentuk emotikon ^_^."Ma, ma, maksudmu?""Seperti saat ini, kau tak biasa berbusana pantai, tapi siang ini kau memakai bikini." Rey menatapnya lekat-lekat, dimana Joy selalu berhasil dibuatnya jengah."Memangnya, bodiku bagus?" Joy selalu mengeluhkan betisnya yang besar dan membulat, pahanya yang tak begitu jenjang, serta pinggulnya yang besar, walau berat badannya masih ideal. Bahkan Rey lebih langsing dan ramping berkat keahliannya menjaga makan."Bagiku kau
Malam itu, Rey membawakan kejutan lagi untuk Joy. Sebuah 'peti harta karun' yang besar sekali, ia letakkan di dalam pondok cinta mereka."Kamu nemu harta karun? Ini harta bajak lautkah?" polos Joy, tapi ia sebenarnya agak 'tahu' itu apa. Tadi siang sudah ada bocoran dari sang pangeran imut."Pesta Piyama, dan ini prop-nya." Rey menyeringai nakal. "Impianmu sejak kecil kan, tapi yang ini plus plus dan ada aku..""Rey juga ikutan?""Aku mah tetap jadi pangeran saja, atau kau mau aku jadi incubus?" seringai Rey tambah lebar, mata sipitnya berkilauan."Idih, seksi tapi serem. Aku lebih suka kau yang innocent.""Tapi liar di ranjang. Joy has unleashed the beast within me." Rey pura-pura menerkam istrinya."Eh, jangan buru-buru ah, enggak lucu." Joy meleletkan lidah, menghindar, bersembunyi di balik peti."Yuk buruan kita buka, penasaran.""Kuncinya ada di balik celanaku." goda Rey. "Ambilkan? Takut ya?""Uuuh, enggak lucu." Joy
"Baju kita basah kuyup." Joy dan Rey setelah mandi, baru sadar kalau baju pasangan penjelajah mereka yang mirip seragam pramuka itu tadi bekas terendam lumpur hutan cokelat tebal. Mereka sudah mencucinya di danau, tapi kini tak punya gantinya. Menunggu kering, masih sangat lama. Mungkin besok baru bisa dipakai kembali!Syukurlah, di pulau Cinta ini mereka seperti Adam dan Hawa, hanya sepasang manusia berdua saja bersama hewan-hewan hutan atau pantai, dan sesekali juga masih ada hewan pengganggu. Hanya saja, nggak mungkin juga terus tak berbaju, 'bahaya' juga dong, walau mereka sudah halal jadi pasangan."Di tas ranselku ada handuk kecil dan handuk besar. Ambillah yang besar, Joy. Aku cukup yang kecil saja." Rey membuka ransel petualang anti airnya.Dikenakannya sehelai handuk putih yang cukup untuk melingkari pinggangnya, sementara Joy buru-buru membentuk handuknya menjadi kemben yang pas menutup dada hingga setengah paha. Uh, syukurlah, cowok yang ada di sini suda
Joy diam-diam suka mengamati Rey, semua tentang Rey, wajah dan juga tubuhnya. Sedari pertama mereka bertemu dan pacaran, cowok imut yang satu ini sudah menarik hatinya. Dari senyumnya, cara tertawanya, suaranya yang rendah ngebas dan juga tenor bila sedang menyanyi atau tertawa, cowok banget. Herannya ia tak terlalu maskulin secara lahiriah. Justru cenderung manis dan hampir-hampir feminin, dengan kulit cerah cenderung tak berbulu kecuali di bawah lengan, sedikit di dada, dan uhh, bagian pribadinya tentu saja. Rambutnya pun sangat hitam legam dan lembut, berbeda dengan rambut Joy yang kaku, kasar, cokelat dan lebat seperti sapu ijuk. Rey betul-betul Berbi dalam wujud cowok, bukan Ken. Dan ia tetap cowok banget. Jakunnya menonjol, mata cokelat sipitnya yang tajam dan indah, dan tentu saja tubuhnya yang ramping. Joy suka sekali membelai pipinya dan tengkuknya yang halus, serta tentu saja mencium keseluruhannya. Aroma tubuhnya yang tetap enak walau sedang tak berparfum sekalipun, apala