Share

Humming of Death
Humming of Death
Author: SILAN

Bab 1

Author: SILAN
last update Last Updated: 2025-08-12 10:59:52

"Kau bebas mulai hari ini."

Suara dentang pintu besi yang berat menggema di lorong sempit penjara remaja. Derap langkah pelan menyertai bunyi itu, seorang remaja pria berjalan keluar dari ruang tahanan, mengikuti sipir yang mempersilahkannya berganti pakaian. Wajahnya muda, tapi sorot matanya keras dan penuh luka masa lalu.

Hari ini, setelah setahun menghabiskan masa tahanan di balik jeruji besi, Piero akhirnya menghirup udara bebas. Tapi kebebasan baginya bukan akhir, melainkan awal dari sesuatu yang jauh lebih gelap.

“Kau masih muda. Jalani hidupmu dengan benar. Jangan ulangi kesalahan yang sama, Nak,” ucap seorang sipir tua, menatapnya dengan nada tulus.

Piero tidak menjawab. Tatapannya tajam, dingin, namun bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang entah bermakna syukur… atau ironi. Ia berganti pakaian tanpa sepatah kata, lalu melangkah keluar, meninggalkan suara pintu besi yang tertutup perlahan di belakangnya.

Begitu kaki menjejak tanah di luar, udara musim semi langsung menerpa wajahnya. Harum bunga bercampur aroma tanah basah, tapi Piero tak sempat menikmatinya. Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya.

Seorang pria keluar, melemparkan sebuah jaket kulit hitam ke arahnya. “Kau sudah bebas,” katanya. “Mau makan enak dulu?”

Piero menangkap jaket itu, lalu mengenakannya dengan tenang. Ia masuk ke dalam mobil tanpa bicara banyak, hanya mengangguk pelan. Mobil itu melaju menjauh, meninggalkan dinding dingin penjara yang telah menjadi rumah sementaranya selama setahun terakhir.

Di dalam mobil, dunia luar berkelebat di balik kaca jendela. Tapi yang berputar dalam benak Piero bukan pemandangan jalanan atau langit biru, melainkan ingatan tujuh tahun silam.

Saat ia baru berusia dua belas tahun… saat ia menyaksikan sendiri kakak laki-lakinya disiksa dan dibunuh oleh sekelompok remaja. Suara tawa, teriakan, dan tubuh yang tak lagi bernyawa itu masih terpatri kuat dalam pikirannya. Ia mengingat satu per satu wajah pelaku. Dan ia juga mengingat satu hal lagi.

Ia tidak sempat menyelamatkan kakaknya. Tapi ia bersumpah akan membalaskan dendamnya.

Tahun lalu, satu dari mereka sudah merasakan apa yang dirasakannya, rasa takut, luka, dan kematian. Tapi masih ada empat nama tersisa. Empat wajah yang terus menghantui tidurnya. Empat orang yang masih tertawa bebas, seolah tak pernah melakukan dosa, mereka masih berkeliaran di luar sana.

Piero memejamkan mata, lalu membuka kembali. Matanya tajam, penuh nyala tekad yang dingin dan nyaris tak berperasaan.

“Aku belum selesai. Dendamku masih utuh. Dan kalian… kalian akan membayar semuanya. Nyawa... harus dibalas dengan nyawa.”

Mobil terus melaju, membawa Piero pada kehidupan barunya.

"Kau yakin tidak ingin pulang di kediaman keluarga Dawson?" tanya Luke, sahabatnya.

Piero menoleh, lalu menggeleng. "Aku tidak ingin melibatkan keluargaku ke dalam masalahku, cukup antar aku di apartemen lamaku, sementara aku akan tinggal disana."

Luke hanya mengangguk, tidak protes sama sekali.

**

Malam menurunkan sunyinya ke kota yang dingin, sementara di lantai atas sebuah gedung apartemen, suara jaket kulit yang dilempar kasar ke atas ranjang memecah keheningan. Piero baru saja kembali. Apartemen itu masih sama seperti dulu, bersih, teratur, tak ada debu menempel di perabotnya. Jelas, seseorang rutin datang merawatnya selama ia berada di balik jeruji. Mungkin perintah dari adik ayahnya. Tapi Piero tak peduli.

Tempat ini hanya persinggahan. Ia tak berniat berlama-lama.

Dengan gerakan lelah, Piero menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Spring bed empuk itu langsung menyambut tubuh kekarnya, dan untuk pertama kalinya dalam setahun, ia bisa berbaring tanpa dinding dingin dan kasur yang tidak nyaman.

Ia memejamkan mata. Satu lengan terangkat, menutupi keningnya. Ada kesunyian yang menyergap, tapi pikirannya tak diam.

“Tenang saja, Henry…” bisiknya lirih ke udara kosong, “...dirimu akan beristirahat dengan tenang setelah aku mengantarkan mereka menyusulmu ke alam baka. Nanti kau bisa melanjutkan tugasku untuk mengeksekusi mereka di sana."

Ia membuka matanya perlahan, bangkit, lalu melepas kaus dari tubuhnya. Udara malam menyentuh kulitnya yang dipenuhi otot terlatih. Di depan cermin besar yang terpasang di dinding, ia menatap bayangannya sendiri.

Satu tahun terakhir bukan hanya tentang bertahan hidup di dalam penjara, tapi membentuk kekuatan fisik yang dibutuhkan untuk balas dendam. Hasilnya tampak jelas di tubuhnya, kekar, tegas, dan siap menghancurkan siapapun yang menghalangi jalannya.

Namun, Piero tahu… otot saja tidak cukup. Dunia di luar penjara lebih rumit. Ia butuh rencana. Butuh strategi. Dan yang paling penting, ia butuh anggota yang bisa membantunya.

“Aku tidak bisa sendirian. Untuk menjatuhkan empat bajingan itu, aku butuh kelompok anak-anak liar, para pengacau kota, yang tak peduli hukum, yang bisa kupoles, kugunakan, dan kulempar ke medan api.”

Ia memutar lehernya, tulangnya berbunyi. Tatapannya berubah dingin, penuh arah dan niat. Dendam di dadanya masih menyala, dan kini tubuhnya siap menjadi senjata.

Langkah pertamanya sudah dimulai… ia pastikan, tidak akan ada satupun orang yang terlibat dalam pembunuhan kakaknya lepas, mereka harus menanggung akibatnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Humming of Death   Bab 19

    Berita tentang rencana pernikahan Garrett dan Laura merajalela di media. Dari televisi, portal online, hingga forum-forum bisnis, semuanya membicarakan sosok Garrett Carpenter. Bukan hanya karena statusnya sebagai CEO muda perusahaan Carpenter, tapi juga karena ia selalu tampil misterius. Tak seorang pun pernah melihat siapa wanita yang akan mendampinginya, dan justru hal itu membuat rasa penasaran publik semakin membuncah.Nama Garrett kini seperti bintang di langit Boston. Dari kalangan bisnis, politik, hingga masyarakat biasa, semua hampir memujinya tanpa henti. Popularitasnya melambung, reputasinya seakan tak tergoyahkan.Namun di sudut ruang gelap apartemennya, Piero menatap layar laptop yang menampilkan berita itu. Tangannya meraih segelas kopi dingin, lalu ia menyandarkan bahu ke kursi. Sekilas, wajahnya tampak tenang. Tetapi begitu matanya menajam, sudut bibirnya terangkat membentuk seringai yang menusuk.“Permainan… dimulai.” gumamnya dingin.__Malam itu, suasana di markas b

  • Humming of Death   Bab 18

    Seperti yang sudah Piero janjikan pada Laura, diam-diam ia membawa Laura pergi menuju ke makam tempat peristirahatan terakhir Henry berada. Meskipun sebenarnya Piero tau, setiap langkah yang ia ambil ini mengandung resiko, anak buah Garrett bisa saja mengikutinya, dan karena itu Piero harus lebih cerdas untuk mengelabui mereka.“Apa hubunganmu dengan Henry sebenarnya, mengapa kau bisa tahu dimana dia dimakamkan?” tanya Laura tiba-tiba, suaranya datar tapi penuh penasaran.Piero melempar senyum tipis, setengah menutupi rasa tegang. “Aku mengenalnya, cukup itu saja yang kau tahu.”Perjalanan panjang berujung pada kecurigaan yang terkonfirmasi, bayangan di belakang mereka bukan kebetulan. Ada orang yang membuntuti. Piero menelan nafas, menahan cemas. Dia menengahi rute, mengarahkan langkah ke makam lain yang jauh dari tujuan sebenarnya, sebuah gerakan kecil untuk menyingkirkan pengikut.“Di mana makam kedua orang tuamu?” Piero balik bertanya, nada suaranya dibuat ringan agar tidak menimb

  • Humming of Death   Bab 17

    Hari-hari berlalu, dan Piero terus berusaha menjaga langkahnya. Ia tak boleh membuat kesalahan sekecil apa pun. Setiap tugas dari Garrett ia selesaikan dengan mulus, tanpa cela, seolah benar-benar anak buah yang setia. Dan hasilnya, Garrett mulai mempercayainya. Ia sering mengajak Piero ikut serta dalam aksi kotor, membawanya ke tempat-tempat di mana rahasia kelamnya tersimpan. Namun, semakin dalam Piero menyelami dunianya, semakin ia sadar, Garrett tidak memiliki hati nurani. Pria itu memperlakukan nyawa orang lain seperti debu, bisa dibuang kapan saja. Dan itu membuat dendam dalam hati Piero tumbuh semakin besar. Tapi menghadapi Garrett tak bisa sembrono, salah langkah, nyawanya akan berakhir seketika. Hari itu, mereka berada di sebuah gudang senjata. Situasi kacau. Tembakan bersahutan, ledakan kecil terdengar dari sudut-sudut ruangan. Asap mesiu memenuhi udara. “Pier, kiri!” teriak salah satu rekan Garrett. Refleks, Piero menunduk, berguling ke tanah, tangannya meraih pistol yan

  • Humming of Death   Bab 16

    Hari demi hari bergulir. Sejak bergabung, Piero mulai mendapat tugas dari Garrett lebih sering dari biasanya. Tugas-tugas yang membuat tangannya kotor, yang memperlihatkan langsung sisi kelam Garrett, kejahatan yang tidak pernah masuk berita, kejahatan yang dunia tidak pernah tahu.Sebulan penuh ia menyelami lingkaran pria itu, dan barulah Piero menemukan alasan mengapa sang kepala sekolah mau menjadi boneka Garrett. Ancaman. Jika ia tak patuh, sekolah akan diledakkan saat ribuan siswa masih berada di dalam kelas. Pilihan itu tak manusiawi, dan sang kepala sekolah memilih tunduk agar anak-anak itu tetap bernafas.Hari ini, Piero berdiri di belakang panggung, menyaksikan Garrett diwawancarai media. Senyumnya penuh karisma, setiap kata yang keluar dari bibirnya seolah mampu menghipnotis semua orang. Para jurnalis terpukau, publik akan semakin mengaguminya. Dan itu membuat perut Piero mual.Ketika wawancara usai, Piero mengikuti Garrett menuju mobil. Di perjalanan, Garrett bersandar sant

  • Humming of Death   Bab 15

    Satu minggu telah berlalu tanpa ada tugas atau panggilan dari Garrett. Namun Piero tidak pernah berhenti mengawasi, ia tahu pria itu tidak pernah diam. Sore itu, langkah kakinya membawanya ke sebuah gedung tua, tempat berkumpulnya orang-orang yang seakan sudah tidak dianggap sebagai manusia lagi.Begitu pintu berderit terbuka, aroma busuk menusuk hidungnya. Campuran alkohol basi, keringat, dan sesuatu yang lebih gelap. Di dalam, tubuh-tubuh kurus dengan mata sayu berkeliaran bagai mayat hidup. Bahu mereka membungkuk, tangan terkulai, seakan siap jatuh kapan saja.Lantai dipenuhi botol kaca kosong, sebagian masih berisi cairan berbahaya yang membuat mereka menjadi zombie yang merangkak dalam dunia halusinasi. Jumlahnya menggunung, menandakan betapa banyaknya orang yang sudah terseret dalam cengkraman Garrett.“Carlo, ada pemasukan dari Garrett beberapa hari terakhir?” suara Piero terdengar tenang, tapi matanya awas, mengamati setiap gerak di ruangan itu.Carlo yang tengah duduk santai

  • Humming of Death   Bab 14

    Keesokan harinya, Piero dipanggil kembali ke kediaman wanita yang semalam ia temui. Ia tidak tahu apa alasan panggilan itu, namun pria berambut cepak yang kemarin menyambutnya langsung mengarahkan langkah ke halaman belakang. “Nona ingin bicara denganmu,” ucap pria itu dingin. Piero melangkah perlahan, dan dari kejauhan, ia melihat sosok Laura duduk di bawah pohon flamboyan tua. Angin sore menggerakkan helaian rambut hitamnya yang terurai, membuatnya tampak seperti sosok rapuh yang terkunci dalam dunia asing. Piero berhenti tiga meter di belakangnya. “Duduklah,” ucap Laura tanpa menoleh. Piero berdehem singkat lalu mendekat, duduk di kursi besi berkarat yang berhadapan dengannya. Meja bulat kecil di antara mereka menjadi batas tipis, seakan garis pemisah antara dua rahasia besar. “Apa yang membuatmu memanggilku kemari?” tanya Piero, suaranya sengaja datar. Laura menatapnya lekat, matanya seperti berusaha menembus wajah Piero. Namun di balik tatapan itu, tersimpan kesedihan yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status