“Nggak pulang?”
Ratna menatap Angga yang berdiri disampingnya “Belum selesai, mas. Mastikan ini dulu baru pulang, mas sendiri?” “Mau pulang imi, mau ditungguin?” Ratna menggelengkan kepalanya “Mas pulang aja, kasihan nanti ceweknya.” “Cewek mana? Kamu tahu kalau aku baru diselingkuhi, malah tanya masalah cewek. Teman kamu mana?” “Cari makan sama Mas Nando.” Angga mengajak berbicara tentang pekerjaan yang ada didepan mata mereka, tidak saling menatap karena matanya fokus pada mereka yang sedang bekerja. Hubungan mereka memang baru berjalan sebentar, tapi setidaknya mereka berdua rekan yang cocok dalam berdiskusi tentang masalah pekerjaan. “Kalian...sini makan malam dulu.” Angga dan Ratna membalikkan tubuhnya mendapati Nando sedang mengangkat kantong berisi makanan, saling menatap satu sama lain dan mengikuti apa yang dikatakan Nando. Melangkahkan kakinya menuju tempat dimana Nando, mencari tempat yang bisa mereka menghabiskan waktu untuk makan bersama. Menu yang dibeli Nando dan Vita bukan menu mewah, setidaknya menu ini bisa membuat perut mereka kenyang sampai waktu pekerja itu selesai. “Kira-kira masih lama?” tanya Nando membuka pembicaraan. “Kurang dikit bakalan selesai,” jawab Ratna menatap pekerja yang masih mengerjakan pekerjaannya “Lusa bakalan butuh tenaga lebih.” “Pastikan klien puas sama kinerja kita, sebelum hari H di cek lagi. Setelah ini langsung pulang dan istirahat, terutama Ratna jangan beli kopi.” Angga menatap penuh peringatan pada Ratna yang memilih menganggukkan kepalanya pasrah. “Keluarga calon pengantin katanya orang penting, beneran?” tanya Vita mengalihkan pembahasan tentang acara. “Gosipnya begitu, lagian yang ketemu bukan aku melainkan anak marketing.” Angga menjawab sambil lalu “Anak marketing sih bilang begitu, mereka ketemunya sama calon pengantin kalau ada orang tua juga nggak semua ikut, kalian tahu bagaimana sibuknya mereka-mereka itu, lagian siapapun klien kita tetap memberikan yang terbaik.” Ratna memilih tidak menghiraukan kalimat atau informasi yang dikatakan Vita, sahabatnya. Paham atas apa yang dibahas, tapi bukankah dirinya bekerja di belakang acara dan pastinya tidak akan bertemu dengan para public figure, bukan semua public figure tapi hanya satu. Hubungan mereka harusnya baik-baik saja, tapi hati Ratna belum bisa mengatakan berakhir dengan baik-baik saja seperti mantannya yang lain. “Kalian pulang, udah selesai itu. Aku yang akan cek terakhir, nggak ada bantahan.” Angga menatap tajam Ratna “Aku yang bertanggung jawab, bukan kamu. Sekarang pulang kalian berdua, besok butuh tenaga besar.” Tidak memiliki pilihan lain, mengikuti instruksi Angga yang harus pulang dan istirahat. Ratna bisa melihat jika pekerjaan telah selesai dan sesuai dengan yang diinginkan, pulang bersama Vita dengan kendaraan yang sama tapi tujuan berbeda. “Kamu kudu siap-siap besok.” Vita membuka suaranya. “Siap-siap? Memang harus siap-siap, banyak yang dipersiapkan.” Vita berdecih pelan “Bukan itu.” “Terus apaan? Pekerjaan kita banyak besok buat mastikan semuanya lagi.” “Public figure, kamu nggak penasaran kabar Diego?” “Nggak.” Ratna menjawab cepat “Hubungan kita sudah berakhir, dia yang memilih itu.” “Kamu nggak mau dengerin penjelasan dia? Aku tahu udah lama hubungan kalian berakhir, tapi setidaknya bisa baik-baik saja seperti mantan kamu yang lain.” “Apalagi, Vit? Kamu tahu kalau dia cuman buat aku jadi bahan taruhan...” “Kamu selingkuh dari dia juga, kalau kamu ingat. Apa yang kalian lakukan sama-sama salah, nggak bisa kamu menyalahkan dia saja. Waktu sudah lama berlalu, jangan terlalu dalam menyimpan perasaan dendam.” Vita memotong dengan mengingatkan kesalahan Ratna lagi. “Aku hanya memanfaatkan perbuatan dia, lagian aku nggak benar-benar sama Erwin. Dia kalau terbuka mata hatinya pasti tahu aku nggak selingkuh, cuman perbuatan dia juga salah yaitu menjadikan hubungan kita sebagai bahan taruhan. Kalau kamu jadi aku apa nggak sakit hati? Kamu maafin dia? Apa aku salah buat dia memandang begitu?” Ratna menatap Vita yang akhirnya memilih diam “Acara besar seperti itu pastinya nggak mudah buat ketemu, kalaupun ketemu dia pasti pura-pura nggak kenal.” “Benar sih,” ucap Vita sambil menganggukkan kepalanya “Apa nggak bisa dianggap impas? Kalian berdua sama-sama salah.” “Aku sudah maafin dia, tapi aku nggak bisa melupakan apa yang sudah dia lakukan. Vit, jangan membahas tentang dia lagi. Please!” Ratna menangkupkan kedua tangannya di dada dengan tatapan memohon. Vita menghembuskan napas panjangnya “Baiklah.” Keheningan menemani mereka, suara musik lebih mendominasi dibandingkan suara mereka sendiri. Menghentikan mobil pada bangunan rumah yang sering didatanginya sejak sekolah, Vita menatap Ratna yang menghembuskan napas kasarnya. “Mau tidur disini?” tanya Vita membuka pembicaraan. Ratna menggelengkan kepalanya “Salam buat tante dan om, aku langsung balik aja.” Menjalankan mobilnya saat Vita sudah keluar, menembus jalanan malam yang tidak pernah tidur. Pembicaraan tentang laki-laki terkenal itu sudah sering mereka lakukan, bukan dendam tapi rasa sakit masih terasa walaupun dirinya sudah membalas dengan melakukan perselingkuhan. Jarak rumah Vita dengan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai, tapi jarak ke kantor tetap saja membutuhkan waktu lama. Memasuki rumahnya yang telah gelap, Ratna yakin jika kedua orang tuanya sudah berada didalam kamar. “Tumben bangun siang? Kesiangan?” tanya Ratri menatap Ratna yang langsung duduk di meja makan. “Papa udah berangkat? Aku masuk agak siang, ma. Udah ijin, makanya bangunnya jam segini.” “Papa udah daritadi, kamu pulang malam lagi nanti?” “Mungkin, kenapa? Ada pernikahan besok, ini mau mastikan semuanya lagi.” Ratna menikmati makanan buatan sang mama “Mama ada perlu sama aku?” “Nggak juga, mama cuman pesan jangan lupa ibadah.” Ratna menganggukkan kepalanya sambil mengangkat kedua ibu jarinya. Ratna memilih menggunakan kendaraan online, badannya sudah sangat lelah untuk menjalankan kendaraannya sendiri. Memasuki ruangan yang akan menjadi tempat acara, menatap hasil kerja semalam dengan senyum puas. Angga sudah tahu jika dirinya akan datang terlebih dahulu ke tempat acara sebelum kantor, setidaknya Angga bukan atasan yang mengharuskan berada di kantor. “Mbak Ratna.” Ratna mengangkat kepalanya mendapati Iqbal berada dihadapannya “Bagus ini, klien pasti suka. Mbak yang mewakili Mas Angga?” Ratna menggelengkan kepalanya “Mas Anggap bilang ada mbak yang akan wakili dia.” Ratna langsung mengirim pesan pada Angga dan mendapatkan jawaban yang sama seperti Iqbal “Mbak, kepercayaan Mas Angga makanya bisa dilepas gitu aja.” “Kliennya jam berapa datang?” Ratna memilih mengganti topik pembicaraan. “Sebentar lagi.” Iqbal menatap jam yang ada ditangannya “Nah...itu mereka, tapi bukannya itu...” Tatapan mata Ratna mengikuti petunjuk dari Iqbal, rasanya ingin mengeluarkan kata makian tapi jelas tidak mungkin. Bentuk tubuh yang sangat dikenalnya dengan sangat baik, walaupun mereka tidak pernah lagi bertemu atau dirinya penasaran dengan perubahan pada orang tersebut tapi tetap bisa mengenal dengan sangat baik. “Ratna ini bagian operasional, semalam memastikan sesuai dengan konsep yang diberikan.” Iqbal membuyarkan lamunan Ratna dan terpaksa menatap mereka yang ada dihadapannya “Kalau ada yang kurang, bisa langsung dikatakan sekarang.” “Sudah, mas. Saya sudah lihat dan sangat puas. Bagus kan, bro? Intan bakalan suka, kan?” “Suka, sesuai sama impian dia.”“Kamu disini, sayang?” Ratna mengangkat kepalanya mendapati Diego berada dihadapannya, mereka berdua bertemu di XCoffee secara tidak sengaja. Ratna yang membutuhkan caffeine memutuskan mendatangi tempat ini untuk menghidu aromanya dan juga mendapatkan ide, memilih duduk paling pojok agar tidak ada yang mengganggu, pertemuan dengan Diego benar-benar tidak bisa ditebak sama sekali. Diego tadi mengatakan jika dirinya ada shooting untuk film, tapi tidak mengatakan sampai jam berapa. Ratna sendiri tidak pernah bertanya jadwal Diego pada asisten atau orang-orang yang kerja dengannya, bagi Ratna dimana Diego pastinya bekerja untuk mereka berdua. “Kamu bukannya ada shooting film? Sudah selesai?” tanya Ratna tanpa menjawab pertanyaan Diego sama sekali. “Belum, mau ketemu sama orang. Kamu kerjain apa itu?” “Proyek baru dari Mas Angga.” “Angga percaya banget sama kamu ya?
“Tumben udah pulang?” “Kebetulan cepat selesai,” jawab Diego sambil membaca naskah tanpa menatap Ratna. Melangkahkan kakinya menuju dapur untuk menghilangkan dahaga, seharian berada diluar berbicara dengan klien baru tentang konsep acara yang akan diadakan untuk ulang tahun perusahaan. Mengalihkan tatapan dimana Diego masih fokus dengan kertas yang dipegangnya, dirinya memang sudah tidak membuka media social atas saran dari Vita, setidaknya pikirannya tidak negatif ketika menatap Diego. “Sudah makan?” tanya Ratna membuat Diego mengalihkan pandangan dengan menatap kearahnya. “Kamu belum?” tanya Diego tanpa menjawab pertanyaan Ratna. Ratna mendengus mendengar pertanyaan Diego “Aku tanya malah ditanya balik, aku memang belum makan. Kalau kamu belum makan aku masak sekalian, bukan apa-apa.” Diego tertawa mendengar omelan Ratna “Beli aja gimana?” “
Istri Diego nggak jauh lebih baik daripada Vallerie Lebih ikhlas kalau Diego sama Vallerie, pasti nanti anak-anaknya bakal cantik dan tampan Apa hebatnya istri Diego? Apa yang dilihat Diego dari istrinya? Infonya istri Diego itu teman masa sekolah, cinta belum kelar? Astaga...Diego menunggu lama untuk dihalalin? Ibarat kata menunggu cinta lama yang berakhir bahagia dan Diego termasuk pria setia Valerrie, apa kamu baik-baik saja? Semoga pernikahannya nggak bertahan lama, aromanya cewek itu cuman mau uangnya Diego Istrinya ini datang ketika Diego sudah sukses, kemarin-kemarin kemana aja? Ada uang pasti akan datang Semoga Diego sadar kalau istrinya tidak sebaik itu Vallerie dan Diego harga mati “Ngapain baca begituan? Cari penyakit namanya.” Vita menatap Ratna yang meletakkan ponselnya dengan sedikit kasar “M
“Saya memang tidak mempublikasi istri saya karena memang dia bukan bagian dari public figure. Kami kenal sudah cukup lama, bisa dikatakan dia adalah cinta pertama saya. Kesalahan di masa lalu membuat hubungan kami tidak baik-baik saja dengan akhir yang tidak baik tentunya, tapi berkat itu saya mempunyai tujuan dan motivasi untuk masa depan. Istri saya, orang pertama yang mendukumg saya masuk ke dunia entertainment. Saya bisa sampai sekarang karena keinginan bertemu dengan istri saya dalam keadaan jauh lebih baik, membuktikan semua hasil kerja keras dari impian kami dulu.” Ratna menatap layar televisi dimana Diego berhadapan dengan banyak wartawan, keputusan mereka adalah pernikahan tertutup dari media, walaupun banyak teman Diego yang membuat video tentang pernikahan mereka. Ratna yang belum siap berhadapan dengan wartawan memilih diam didalam kamar, Diego yang akhirnya memutuskan untuk berhadapan dengan mereka dalam menjawab pertanyaan. “Aku
“Kamu yakin intimate? Biasanya wanita punya pernikahan impian besar.” Diego meyakinkan Ratna kembali. “Aku yang mau begini, lagian aku nggak mau undang orang yang nggak dikenal. Berdiri depan itu melelahkan, tapi kalau kamu nggak mau kita bisa buat besar.” Ratna menatap tidak enak pada Diego “Kamu punya teman dan rekan kerja yang banyak.” Diego seketika menggelengkan kepalanya “Aku mau buat kamu nyaman aja.” Ratna seketika menggelengkan kepalanya “Jangan hanya aku, tapi kamu juga.” “Kalau buat besar, otomatis orang tua kita akan undang banyak temannya.” Diego mengingatkan Ratna yang seketika mengerucutkan bibirnya “Jadi?” “Nggak tahu,” jawab Ratna sambil menyandarkan kepalanya di sofa “Merencanakan pernikahan sendiri lebih pusing dibandingkan orang lain.” “Mereka udah punya konsep, kamu tinggal menyempurnakan. Saksi dari pihak aku udah ada ya.” Diego memberikan
“Kamu capek?” Ratna menggelengkan kepalanya dengan tangannya membenarkan rambut Diego yang sedikit berantakan “Udah, fokus sama pekerjaan kamu. Aku mau lihat kamu acting.” “Kamu bisa lihat darisini, tapi jangan berisik.” Diego membelai pipi Ratna yang menganggukkan kepalanya. Keputusan ikut datang ke lokasi shooting Diego adalah keputusan yang sulit, menguatkan mental atas apa yang akan terjadi nantinya, tidak hanya mental tapi juga menulikan telinga jika mendengar pembicaraan mereka yang negatif tentang hubungan Diego dengan dirinya. “Aku nggak nyangka kalau Diego bawa kamu.” Kiki membuka suaranya saat Diego sudah mulai fokus memainkan perannya “Kamu mengubah dia banget.” Ratna memilih diam, tidak tahu harus menanggapi apa atas semua yang dikatakan Kiki. Hubungan mereka terjalin baik karena Diego, pria itu meminta mereka berdua menghentikan semua permasalahan yang memang tidak per