Bandara Kota J.
Rere berjalan dengan menyeret koper besar di tangannya. Hari ini untuk pertama kalinya dia menginjakkan kaki di kota J.Dia menghentikan taksi, lalu masuk ke dalam. Rere menyerahkan alamat rumah sewa yang ia dapatkan dari iklan di media sosial.Mobil taksi melaju menuju alamat yang ditunjukan Rere. Satu jam perjalanan untuk sampai di rumah sewa tersebut.Supir taksi keluar menurunkan koper penumpangnya. Rere turun dan memberi bayaran kepada supir taksi itu. Di depan rumah sudah menunggu bapak pemilik rumah sewa."Selamat siang, Pak!" Rere mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. "Saya Rere, yang kemarin menelepon untuk menyewa rumah ini.Bapak itu menyambut jabat tangan Rere. "Iya ... ini kuncinya. Rumahnya sudah dibersihkan. Tinggal masuk saja.""Makasih, Pak," ucap Rere seraya mengambil kunci rumah."Sama-sama, Nona. Kalau begitu saya permisi," ucapnya.Bapak pemilik rumah itu segera pergi. Rere membuka pintu dan segera masuk ke dalam.Akhirnya, di sinilah dia akan memulai hidup baru. Rere juga akan merencanakan sesuatu untuk membalaskan dendamnya.Hari berganti hari dengan sangat cepat. Tidak terasa kandungan Rere sudah membesar.Hanya tinggal beberapa hari saja menurut perkiraan dokter, dia akan melahirkan.Rere juga cuti bekerja. Sebelumnya dia mendapat pekerjaan di perusahaan kecil.Rere berpikir ulang saat menerima tawaran pekerjaan dari perusahaan besar.Menurutnya, bekerja di perusahaan kecil akan bisa menyembunyikan dirinya yang tidak bersuami.Rere mulai merasakan ngilu di perutnya. "Aduh ... kok, tiba-tiba sakit begini. Kata dokter masih beberapa hari lagi," gumam Rere.Rere merasakan sakit di perutnya hilang datang. Kadang sakit dan kadang sakit itu hilang seketika.Rere tidak mau ambil resiko. Dia hidup sendiri saat ini. Kerabat ataupun teman dekat tidak ada yang menemani dirinya.Rere mulai mempersiapkan barang bawaannya masuk ke dalam mobil. Rere bisa membeli kendaraan tersebut karena mobil yang dia punya saat di kota B, dia jual.Memang beresiko bila ibu hamil mengendarai mobil. Tapi apa boleh buat, dia juga tidak ingin memanggil taksi.Rere masuk ke dalam mobil dan segera mengendarainya ke jalan menuju rumah sakit.Beruntung saja jarak rumah sakit dengan rumah sewanya dekat. Hanya butuh waktu 15 menit, maka dia akan tiba.Rere memarkirkan mobilnya sesaat sampai di depan rumah sakit. Dia lalu keluar dengan menenteng tas di tangan..Suster yang melihat itu, segera membantu Rere. "Mari, Bu ... naik ke kursi roda ini."Rere mengangguk. "Terima kasih, Suster."Kursi roda yang Rere tempati segera di dorong dan di bawa ke ruang pemeriksaan."Silakan," ucap Suster.Suster itu menyuruh Rere untuk berbaring ke atas ranjang pasien. Dokter datang untuk memeriksa keadaan Rere."Apa sakitnya sering?" tanya Dokter."Tidak juga, Dok," jawab Rere.Dokter melihat jam di pergelangan tangannya. "Nanti saya akan kesini lagi. Ibu tahan dulu sakitnya. Suster akan berjaga di sini.""Terima kasih, Dok," ucap Rere.Setelah menunggu beberapa saat. Sakit di perut Rere semakin sering terasa.Air ketubannya juga sudah pecah. Suster mulai menyiapkan semua keperluan persalinan.Dokter datang untuk segera memberi penanganan. Dia mulai memberi instruksi agar sang ibu mulai mengejan.Di sisi lain, Aldo juga merasakan sakit di perutnya. Sakit itu sungguh luar biasa. Serasa mau buang air besar tetapi tidak."Aduh ... kenapa tiba-tiba sakit perut begini?" rintih Aldo.Aldo sudah meminum obat sakit perut, tetapi tidak mempan juga. Dia meringkuk di atas ranjang dengan memegang perutnya.Rere menarik napas panjang untuk mengeluarkan bayinya. Wajahnya sudah di banjiri oleh keringat.Dia tersenyum saat mendengar suara tangis bayi yang mungil dan suster segera membersihkan bayi tampan itu.Rere mengatur napas. Perjuangannya terbayar sudah. Suster datang dengan membawa bayi tampan itu."Selamat, bayinya laki-laki," ucap dokter.Bayi mungil putih itu segera diberikan kepada Rere untuk di susui. Rere memperhatikan wajah bayinya.Bayi berkulit putih, hidung mancung dengan bibir merah. Rambutnya juga hitam legam. Berbeda dari sang Ibu yang memiliki rambut warna cokelat." Kamu tampan sekali, Sayang!"Rere mengecup bayi mungilnya. "Kamu akan menemani Mom. Kita akan hidup bersama. Mom janji akan memenuhi segala kebutuhan kamu.""Ayah, Ibu ... lihatlah, cucu Ayah dan Ibu sangat tampan dan lucu." Perkataan Rere terdengar lirih. Dia meneteskan air mata. Sdih sebab orang tuanya tidak bisa melihat cucunya.Tiga hari berada di rumah sakit. Hari ini waktunya Rere diperbolehkan pulang oleh dokter."Kenan ... waktunya pulang, Sayang," ucap Rere.Rere memberi nama anaknya Kenan Alberto. Bayi laki-laki itu tertidur pulas di gendongan ibunya.Suster membantu Rere membawakan barang-barang ke dalam mobil. Rere sudah menyiapkan semuanya. Segala perlengkapan untuk melindungi bayi, sudah tersedia di dalam mobil.Rere membuka pintu mobil dan dia segera meletakan bayi mungilnya di tempat tidur bayi khusus di kursi belakang."Sus ... terima kasih sudah membantu saya," ucap Rere."Sama-sama, Bu. Sudah tugas saya, hati-hati di jalan," ujar Suster.Rere masuk ke dalam mobil lalu menyalakan mesin. Mobil melaju membelah jalanan kota yang di penuhi oleh para pengguna jalan.15 menit kemudian, Rere sampai di depan rumah sewanya. "Kenan ... kita sudah sampai."Rere keluar dari dalam mobil. Dia segera membuka pintu mobil untuk mengambil Kenan, lalu membawanya masuk rumah.Bayi mungil itu masih asik dengan tidur lelapnya dan Rere terus saja menciumi pipi gembul anaknya.Baby Kenan hanya mengeliat saat di ciumi oleh Rere. "Lucu sekali kamu, Sayang."Rere menidurkan anaknya di atas ranjang tidur bayi. "Cup ... cup ... tidur yang nyenyak, ya."Rere mengambil ponsel miliknya. Dia ingin memasang iklan mencari pengasuh untuk anaknya.Hari-hari dilewati oleh ibu muda itu dengan suka dan duka. Baby kecilnya selalu menjadi penyemangat bagi Rere.Sebagai ibu, Rere memberi yang terbaik untuk anaknya. Rere tidak ingin bayi mungilnya itu merasa kekurangan.Rere memberi kasih sayang yang begitu melimpah. Bayi itu tumbuh dengan wajah yang sangat lucu dan tampan.Rere juga mendapat pengasuh anak yang telaten dan pandai. Semenjak ada Kenan di sisinya, rezeki Rere juga bertambah. Dia di terima oleh perusahaan besar no 1 di kota itu dan Rere tidak lagi tinggal di rumah sewa.Dia sudah membeli rumah yang sederhana dengan cara mencicilnya. Kebahagian terus mendatanginya.Anak yang lucu, keuangan yang cukup memadai. Hanya tidak ada pendamping saja di sisi Rere dan kenan.Rere juga tidak berkeinginan untuk mencari pasangan hidup. Baginya sudah cukup hidup bersama Kenan, anaknya.Rere tahu kalau suatu saat nanti Kenan akan bertanya siapa ayahnya. Biarlah, kalau sudah waktunya dia akan menjelaskan semuanya.Untuk saat ini Rere hanya akan menjalani hari-harinya bersama Kenan, putranya."Pinggangku," rintihnya. Kenan meraih handycam yang tadi ia letakkan di kursi rotan di dalam kamar. Ia memutar isi dalam rekaman itu. Kenan bernapas lega karena Liora tidak sempat dilecehkan oleh keempat pria jahat itu. Kenan keluar dari dalam kamar kapal. Masih ada beberapa anak buah Aldo yang menunggu majikannya keluar. "Kalian siapkan mobil. Aku mau pulang," kata Kenan. "Siap, Tuan," ucap salah satu pria yang bertubuh kekar dan alisnya tebal. Pintu kamar diketuk oleh pengawal tadi. Kenan beranjak membuka pintu. "Sudah siap mobilnya?""Sudah, Tuan." "Tolong bawa istriku ke mobil," pinta Kenan dengan mempersilakan pria itu masuk ke dalam kamar. "Baik, Tuan." Pria itu masuk dan sedikit heran dengan kondisi Liora. Pria itu ingin tertawa namun ia menahannya. "Cepat bawa," kata Kenan kesal karena pengawal itu memperhatikan istrinya. "B-baik, Tuan." Mata tajam Kenan tidak lepas dari pengawal yang membawa istrinya. Takutnya pria itu mencuri kesempatan yang ada. Pintu mobil sudah
"Jangan mendekat," lirih Liora dengan memegang pecahan kaca di tangannya. Ia harus tetap sadar. Liora harus mempertahankan segala kehormatannya. "Cepat lakukan sebelum wanita ini ditemukan," perintah Angel. Dua pria lain sudah membuka celana yang mereka kenakan. Keduanya menunggu giliran. Liora bergeser untuk menjauh dari dua pria itu. Namun dua pria itu semakin mendekat. "Ayo, Sayang. Kita bermain-main," ucap keduanya. Pria yang mempunyai gambar bintang di lehernya mendekat. Ia hendak meraih rambut Liora namun dengan cepat Liora melayangkan pecahan kaca ke tangan pria itu. "Ish ... kurang ajar. Berani sekali wanita ini. Sudah terluka masih bisa melukai lengan tanganku," berangnya. Liora mengacungkan pecahan kaca yang ia pegang. "Jangan ada yang mendekat.""Hei ... kenapa kalian lamban sekali," kesal Angel. "Cepat lakukan." Dua pria itu menendang tangan Liora yang mengacungkan pecahan gelas kaca. Pecahan itu terlempar dan keduanya memegang lengan Liora. "Lepaskan." Liora mero
Kenan dan Aldo telah sampai di perusahaan. Keduanya langsung saja masuk ke dalam lift menuju lantai paling teratas gedung perusahaan. Di atas sana Doni dan beberapa anak buah Aldo sudah menunggu. Pintu lift terbuka. Kenan dan Aldo keluar. Keduanya menuju pintu darurat. Kenan bersama Aldo menaiki anak tangga hingga tibalah mereka di atas atap gedung. Angin berhembus kencang meniup rambut para pria yang berada di atap. Itu disebabkan karena baling-baling helikopter tengah berputar. "Semuanya sudah siap?" tanya Aldo. "Sudah, Tuan," jawab Doni. "Kapan bantuan datang?""Bantuan sudah dalam perjalanan.""Kita berangkat sekarang. Aku takut istriku terluka."Kenan, Aldo, serta Doni serta satu anak buah mereka naik ke dalam helikopter yang bermuatan enam orang. Setelah semuanya naik dan bersiap. Helikopter pun lepas landas. *****Angel duduk di pangkuan Ardi. Ia memegang segelas minuman berwarna coklat. Tangannya menjelajahi tubuh bidang Ardi yang polos. "Malam ini aku tidak mau bermain
"Mau kalian bawa ke mana aku?" tanya Liora. "Diam saja. Nanti kamu juga akan tahu," kata pria yang duduk di kursi depan mobil. Liora terdiam namun jantungnya berdegup kencang saat ini. Rasa takut tentu saja ada dalam benaknya. Liora paham maksud dari arti penuturan Kenan tadi. Suaminya itu menyiratkan kata-kata dalam sebuah adegan film action. Meski Kenan mengajak keempat pria tadi berkelahi. Tentu saja Kenan akan kalah dan pasti tubuhnya akan babak belur. Pada akhirnya pun Liora akan tertangkap juga. Kenan memberinya kode agar menyerahkan diri saja. Liora menuruti perintah suaminya dan percaya jika Kenan akan secepatnya menyelamatkan dirinya. Mobil sampai ke sebuah pelabuhan. Keempat pria itu turun begitu juga dengan Liora. Ia digiring menuju kapal. Sepertinya Ardi memang memiliki kapal itu. "Ayo naik," perintah pria yang sudah membuka topeng wajahnya. Liora dapat melihat jika pria itu memiliki lukisan tubuh bintang di lehernya. Liora naik ke kapal bersama keempat pria itu. Se
Kenan membawa tubuh Liora yang kelelahan. Keduanya keluar dari kamar mandi. Telapak jari Liora berkerut karena kedinginan. Kenan seakan tidak ada hari esok untuk mengempur sang istri. Bibir Liora bergetar karena kedinginan. Kenan membungkus tubuh istrinya dengan selimut tebal. Rambut Liora yang basah juga ia bungkus dengan handuk."Kamu mau makan apa? Biar aku pesankan," ucap Kenan. "Terserah!""Kamu masih marah?" tanya Kenan. Bagaimana Liora tidak marah. Kenan tidak membiarkannya istirahat. Pinggangnya saja terasa sakit. Belum lagi air dingin yang menguyur tubuhnya. Perutnya juga terasa sangat lapar. Namun Kenan malah menunda-nunda keinginannya untuk makan. Suaminya itu semakin mengila saja menghujam dirinya. Kenan memeluk Liora yang terbungkus oleh selimut tebal. "Maaf, Sayang. Namanya juga pengantin baru."Liora mendengus. "Biarkan aku istirahat dulu dan makan. Semua tubuhku sakit, perutku lapar dan aku mengantuk ingin tidur."Kenan terkekeh. "Iya, Sayang."*****Ardi mengge
Kenan menoel-noel lengan Liora. Istrinya tengah tertidur pulas. Liora sempat membersihkan dirinya sebelum tidur. Kenan juga meminta kepada pelayan hotel untuk menganti seprai mereka yang sudah kotor."Sayang ... ayo bangun. Kita main lagi," bisik Kenan di telinga sang istri.Liora tidak bergeming. Ia tertidur pulas dengan memeluk guling dalam dekapannya. Kenan kembali menoel-noel pipi Liora. Berharap istri tercintanya itu mau bangun dan melayani hasratnya."Sayang ... ayo," ajak Kenan dengan kata lirih.Kenan mendusel wajahnya di tengkuk belakang Liora. Ia memberi gigitan kecil supaya istrinya itu terbangun. Liora mengeliat karena merasa terganggu."Ayo tidur, Ken. Aku sudah lelah." Liora menarik selimut tebalnya dan meringkuk dengan memeluk bantal guling."Jangan tidur. Aku masih ingin bermain," rengek Kenan bagai anak kecil."Besok masih bisa. Malam ini tidur dulu. Kamu tidak capek apa?" tanya Liora dengan mata terpejam."Sayang ... ayo," rayu Kenan.Liora membalik tubuhnya menghada