"Jangan bersikap seperti gadis bodoh!" bentak gadis itu pada Hanan.
"Apa maksudmu!" Hanan tak terima dibentak oleh gadis tak jelas seperti itu."Di mana Naufal?" tanya gadis itu menatap sinis Hanan."Di dalam, mau apa?" Hanan balik bertanya.Tak mempedulikan pertanyaan dari Hanan, ia lebih memilih menerobos masuk ke dalam. Sengaja menubruk tubuh Hanan, hingga sepeda motor yang diduduki goyang. Tentu saja Hanan tidak terima diperlakukan seperti itu. Bergegas turun dari sepeda motor dan menyusul wanita gila yang minim sopan santu tersebut."NAUFAL!" teriaknya.Ya ampun! Apa gadis tersebut masuk ke dalam golongan penghuni hutan? terbiasa berteriak bebas tanpa tahu sopan santun? Tetapi dilihat dari penampilan sepertinya ia gadis kota. Tapi sayang, sangat urakan sekali!Hanan begitu geram dengan tingkah lakunya, menarik kasar rambut gadis itu yang terurai."Aw, sakit!""Sakit ya? Dasar lemah!" cibir Hanan."Lepaskan tanganmu sialan!"Takut lepas kendali, Hanan akhirnya memilih mengalah. Melepaskan tangannya dari rambut gadis itu."Yang sopan kalau bertamu ke rumah orang! Sadar gak kamu? Ini rumah mamaku, ingat! Rumah mamaku, bukan rumah tunanganmu yang gagal itu. Gak perlu teriak-teriak kayak orang hutan di sini, biar kupanggil Naufal." Mata Hanan melotot. Masuk ke dalam rumah dan membanting pintu, hingga menimbulkan suara keras. Menatap setiap sudut ruangan mencari sosok Naufal."Pergi dari sini! pergi atau aku berbuat kekerasan sama wanita itu?!" teriak Hanan ketika sudah menemukan keberadaan Naufal di ruang keluarga.Naufal terkejut, hingga tersedak saat meminum segelas kopi. Menatap wajah Hanan yang memancarkan kilatan amarah. Tentu saja ia heran, ada apa ini?"Maksud kamu apa, Hanan? bukannya tadi mau pergi, kenapa tiba-tiba datang kembali dalam keadaan marah-marah begini?""Jangan banyak bicara, ayo ikut aku!"Hanan menarik paksa tangan Naufal agar mau keluar dari rumah. Sebab ada nyamuk yang akan hinggap, sudah menunggu di depan pintu masuk. Emosinya benar-benar memuncak. Baru satu hari serumah dengan Naufal,dasar pembawa sial!"Naufal?" Gadis itu menyambut kedatangan Naufal dengan senang, memeluknya tanpa malu dan menghiraukan keberadaan Hanan.Naufal tentu saja terpaku, tidak menyangka dengan kedatangan sang mantan tunangannya itu. Wanita yang memenangkan dan masih singgah di hatinya. Wanita yang sebenarnya saat ini sedang berusaha ia lupakan, namun, jujur saja memang sangat sulit.'Ah, lebih baik aku biarkan saja Yeza memelukku seperti ini. Mau tahu reaksi gadis sombong itu, lumayan kan beli satu gratis satu. Hahaha,' batin Naufal."Kamu tega ninggalin aku, kamu tau gak? Aku kangen banget sama kamu. Ternyata usaha aku gak sia-sia, bisa ketemu sama kamu. Bisa peluk lagi kayak gini," ucap gadis itu dengan raut wajah sendu.Hanan menatap muak kedua manusia yang tak punya urat malu. Ingin sekali menendang tubuh mereka hingga melayang sampai ke aspal. Masih terlihat di mata Hanan, gadis tengil itu menjulurkan lidahnya, merasa menang. Cih, tentu saja Hanan tak akan menangis tersedu-sedu, atau memaki wanita yang terlihat akan mengambil miliknya.'Lebih baik aku pergi saja!' batin Hanan. Melangkahkan kakinya menjauh dari dua insan yang terlihat tak tahu malu menurut Hanan."Apa kau lupa siapa aku, Hanania Onella?" ucap gadis itu, menahan kepergian Hanan.Hanan menoleh, melirik sekilas wajah gadis yang berdiri dihadapannya. Sungguh memuakkan sekali ulat bulu ini, menempel terus pada lengan Naufal.'Siapa sih, sorot matanya aku seperti gak asing. Apakah dia salah satu gadis yang haus perhatian? Hm, atau jangan-jangan hanya modus saja. Namun, Aku seperti mengenalnya. Tapi siapa, ya?' batin Hanan. Berusaha mengingat sosok yang sedang bergelayut manja pada suaminya. Nihil, ia benar-benar lupa."Apa kau amnesia, Hanan?""Aku tak pernah punya kenalan seorang ulat bulu," jawab Hanan."Kau yang ulat bulu! kau merebut milikku!" teriak gadis itu."Ambil kembali milikmu jika mau. Pungut saja, memangnya aku peduli?" ledek Hanan. Meskipun sebenarnya hati dan pikiran tak sejalan.Berhasil, Hanan berhasil memancing amarah gadis tersebut. Terlihat dari tatapannya saat melihat wajah Hanan yang santai menghadapi dirinya. Tangan gadis tersebut mengepal erat menahan emosi.'Kenapa Hanan biasa-biasa saja? Apa dia sama sekali tidak terbakar api cemburu? Hm, tapi lebih baik aku menjadi penonton saja saat ini. Sangat ribet dan memusingkan kepala melihat mereka berdua. Tapi epertinya seru!' batin Naufal."Baiklah, seharusnya kau berkaca Hanan. Kau yang memungut bekasku, jadi kau itu pemulung. Tapi sayang, sampah ini terlalu berharga untuk dikatakan sampah. Dia milikku, apa kau lupa, Hanan? Yeza Yuzuma, anak IPS 2, alumni SMA Negeri 01 angkatan ke sepuluh.""Ye-Yeza?"Bersambung...Hanan kikuk, terdiam seribu bahasa hingga memakan waktu satu jam. Ia hanya mampu menundukkan kepalanya. Bingung harus menjawab apa, padahal belum ada satu kalimat pun yang dilontarkan Ayana. Hanan benar-benar seperti tersangka, yang akan diintrogasi habis-habisan oleh penegak hukum. Wajahnya juga sudah pias, menahan rasa takut.Hanan dan Ayana hanya saling sikut sejak tadi. Ayana juga sepertinya sedang menguji kejujuran dari Hanan. Tidak ada niat untuk membuka percakapan lebih dulu. Apalagi Hanan, usai memberikan segelas jus jeruk dan menyajikan beberapa cemilan, Ia langsung terdiam dan duduk di samping Ayana. Hanan benar-benar meruntuki kebodohannya, sangat ceroboh. "Minuman nya gak bakalan abis sendiri, kalau cuman diliatin doang, Mi." Hanan takut-takut saat berusaha mengajak Ayana berbicara.Ya, saat mendengar Hanan marah-marah dan memaki Naufal, lalu ternyata yang menelepon adalah Ayana. Tidak perlu menunggu waktu lama, Ayana sudah berada di ambang pintu rumah. Lalu ke mana Naufa
Kejam, jahat, tega? Julukan apalagi yang akan disematkan untuk Hanan tadi malam? Hm, Hanan rasa ia tak peduli, tidak ambil pusing. Baginya itu masih wajar saja, jika dibandingkan dengan kejamnya mulut Naufal. Rela memakai dan memfitnah istri sendiri, tanpa mau bertanya lebih dulu. Seolah-olah Hanan tersangka yang tidak patut didengar suaranya.Ya, tadi malam Hanan memang sengaja dan tidak akan peduli lagi pada Naufal. Ia mengunci pintu kamar, agar Naufal tidak bisa masuk ke dalam. Hanan juga tidak memberikan selimut pada Naufal. Membiarkan suami yang hanya menyandang status saja itu meringkuk kedinginan. Ia juga berusaha menulikan pendengaran saat Naufal tadi malam memangil namanya."Hari bermalas-malasan!" gumam Hanan.Ya, Hanan memang mengambil cuti kerja untuk hari ini. Setelah menikah ia memang sangat gila kerja. Tidak pernah libur, lebih senang menghabiskan waktu di tempat kerja.Hanan sudah bangun sejak satu jam yang lalu. Namun, ia hanya berguling-guling di atas tempat tidur. P
Hanan tidak takut sama sekali dengan ancaman Naufal. Kalau perlu diingatkan lagi, Hanan tidak pernah lagi hidup damai dan tentram sejak perceraian kedua orang tuanya. Nenek lampir itu merusak kebahagiannya, Syahreza yang lebih percaya dan tidak mau mendengar sedikit saja kejujuran sang putri. Lalu Manda yang selalu egois, semua keinginannya harus dipenuhi.Ingat baik-baik dan camkan! Jadi, ancaman seperti itu sangat tidak berlaku untu Hanan. Ia menghentikan langkahnya bukan karena mengurungkan niat untuk pergi. Hanan sangat membenci, ketika memiliki masalah dengan orang lain, lalu disangkut pautkan pada Syahreza. Ia cukup mandiri sejak sini, mampu menyelesaikan masalah seorang diri."Kamu kira aku takut? Ancamanmu sama sekali gak berlaku buat aku, suami sampah!" cibir Hanan."Apakah kamu terlahir sebagai pembangkang?" tanya Naufal.Hanan mengepalkan tangan, padahal sejak tadi berusaha untuk tidak bertingkah brutal dan mengendalikan emosi. Naufal sepertinya memang sedang benar-benar me
"SUDAH KUBILANG, NANTI DULU JIKA MAU BICARA. BIARKAN AKU MANDI SEBENTAR!" teriak Hanan. Hanan sudah bisa membaca suasana, pasti ada yang tidak beres. Akan ada pertengkaran antara dirinya dengan Naufal. Hati Hanan juga teramat sakit, saat mendengar kalimat sindiran yang diucapkan Naufal. Bukan berarti Hanan sedang berusaha mengelak, Ia juga penasaran. Namun, tubuhnya juga lelah, Ia harus membersihkan diri terlebih dahulu.Setelah dibentak oleh Hanan, Naufal langsung terdiam. Duduk menunggu di ruang keluarga, bersantai di atas sofa. Meskipun Hanan tahu, tatapan Naufal tak lepas dari gerak-gerik nya. Berusaha tenang dan mengontrol emosi, Hanan mandi juga terkesan buru-buru. Ia bahkan membiarkan kepalanya masih dibungkus handuk."Ada apa? Aku sudah siap untuk adu jotos denganmu!" ketus Hanan. Ia berdiri tak jauh dari Hanan duduk."Begitu sikapmu pada suami?" sindir Naufal.Hanan menatap sinis pada Naufal. "Berharap dianggap suami?""Jangan buat kesabaranku habis, Hanania Onella!" bentak
"Kerja saja dulu, gajian 'kan nanti sore kalau mau pulang." Hanan berlalu keluar dari ruangan. Jam kerja sudah dimulai. Efek kalimat dari Lyra ternyata memberikan pengaruh besar juga. Hanan terlihat lebih bersemangat sekali. Bahkan jam kerja yang biasanya terasa cepat sekali usai, kini berubah. Terasa begitu lambat, sesekali Hanan melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, disela-sela kesibukan melayani pengunjung."Kenapa gajian bisa bikin kita bahagia?" tanya Lyra."Karena bakalan dapat duit.""Pinter kamu, Hanan." "Gitu doang masa gak tau, terlalu bego namanya."Saat yang ditunggu akhirnya tiba juga. Dengan wajah sumringah Hanan dan Lyra keluar dari ruangan bos besar. Masing-masing menerima amplop hasil jerih payah selama satu bulan. Jam kerja telah usai. Hanan dan Lyra tentu saja berniat menyenangkan diri terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah."Kita makan bakso dulu, yuk!" ajak Lyra."Aku gak lapar, pulangnya aja gimana?" Lyra mengangguk tanda menyetujui
Ah, benar, hanya mimpi belaka. Bunga tidur yang biasa menemani saat sedang terlelap. Naufal sadar, kini ia bahkan sedang berusaha memeluk tubuh Hanan. Yang tentu saja keheranan dengan sikapnya. Pengaruh mimpi untuknya ternyata cukup besar. Hingga kini ia merasa begitu ketakutan akan kehilangan."Aku gak bisa napas, Naufal! Kamu mau bunuh aku, ha?!" Hanan akhirnya mengigit tangan Naufal yang memeluk erat tubuhnya."Aduh, Kamu ini nyeremin banget. Main gigit-gigit begitu," keluh Naufal. Mengelus tangan kanannya, ada bekas gigi Hanan."Bodo amat, lepasin gak?"Naufal memutuskan melepaskan pelukan, takut juga jika digigit kembali. Ternyata selain galak dan jutek, Hanan juga hobi mengigit.Hanan menendang tubuh Naufal agar menjauh. "Jangan modus, Gak mempan sama aku!""Iya deh, Iya. Makasih udah mau mengkhawatirkan aku."Hanan memilih abai, semenjak bangun tidur, Naufal sepertinya semakin aneh. Ia juga sebenarnya penasaran, mengapa bisa sampai Naufal mengigau menyebut namanya.'Manusia sat