"Hanania Onella, gadis santun yang tidak banyak tingkah. Kesayangan guru, bahkan namanya gak pernah ada di dalam buku hitam selama sekolah di SMA Negeri 01. Siapa sih yang tak mengenal sosok Hanan? Berprestasi, aktif dalam setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Ya, meskipun gak cantik-cantik amat dibandingkan sama aku, tapi heran banget, banyak cowok yang terkagum-kagum. Ternyata kamu gak sesempurna yang mereka kira, kamu perusak hubungan orang."
Hanan menganga, Yeza mengingat betul sosok dirinya. Bahkan ia sendiri saja sempat tak mengenali Yeza. Penampilannya begitu glamor, berbeda dengan dulu yang masih berpenampilan sederhana. Ya, Hanan memang hanya sekadar mengenal nama saja. Hanan dan Yeza berbeda jurusan, Ia memilih jurusan IPA, sedangkan Yeza IPS. Sudah berbeda jurusan, tentu saja tak satu kelas. Bisa dipastikan hanya kenal sesama satu angkatan."A-aku bukan perusak hubungan kalian! Aku juga gak sudi nikah sama Naufal, kamu kira apa yang terlihat istimewa darinya?" balas Hanan."Oh ya, apa kamu butuh cermin untuk berkaca, Hanan?" ejek Yeza."Diam kamu! Apa kamu kira aku peduli dengan hubungan kalian di masa lalu? Tidak! asal kamu tau, Yeza! Aku sama sekali gak ingin terjebak pernikahan sialan ini!" teriak Hanan."Hm, menarik sekali ucapanmu, Hanan."Naufal dengan santainya malah menjadi penonton. Tak berniat untuk memisahkan apalagi membela salah satunya. Terlalu berat untuk berada di pihak salah satunya."Naufal! Jelaskan pada gadis sok baik ini, jika kamu masih milikku!" teriak Yeza.Naufal memilih untuk diam lebih dulu, dengan gaya sok cool-nya. Berpura-pura sedang berpikir. Mengetuk-ngetuk dagunya menggunakan jari telunjuk."Aku milik Hanan, sah dimata Negara dan Agama," jawab Naufal santai.Yeza terperangah, tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari bibir Naufal. Harga dirinya turun, ia kira dengan menutup rasa malu menghampiri Naufal, nyatanya tak ada pembelaan sama sekali untuknya."A-apa katamu, Naufal? Kamu bercanda kan? katakan kalau tadi hanya sebuah prank!" teriak Yeza histeris."Kamu boleh pulang, Yeza. Tau pintu keluar kan?" ledek Hanan.Yeza menghentakkan kakinya, merasa sangat malu. Berlalu pergi meninggalkan sepasang suami-istri yang sebentar lagi akan memulai peperangan."Kenapa gak dikejar? Kasihan loh, dia udah bela-belain buat nyusulin kamu ke sini. Hargai dong perjuangannya, dia udah nahan malu setengah mati menurunkan harga dirinya demi kamu. Mungkin malah diobral, diskon lima puluh persen." Ledek Hanan."Kamu isteriku, lalu untuk apa aku mengejar wanita yang gak ada hubungan apa-apa sama aku?""Yakin? Nanti nyesel loh, glowing banget loh tadi mukanya Yeza. Seperti dioles sama minyak goreng. Masa sih, dikasih yang begituan nolak?""Kamu kurang yakin? Aku sama sekali gak tertarik sih, tapi kalau ada peluang boleh lah.""Cih, munafik!" Hanan berlalu meninggalkan Naufal. Ada satu tujuan yang harus segera ia datangi, untuk membantu membersihkan nyamuk yang akan hinggap mengganggu rumah tangga nya. Tentu saja meskipun Hanan tak mempunyai rasa sedikit pun pada Naufal, ia masih belum mau menyandang status janda.Hanan mengendarai motor sport kesayangannya dengan ugal-ugalan. Meluapkan emosi yang sengaja ia pendam tadi ketika di rumah sang mama. Tak semuanya diluapkan, jadi dilampiaskan di jalanan.Tanpa terasa motor sport yang dikendarai Hanan berhenti tepat di depan halaman rumah mewah milik kedua orang tua Naufal. Kebetulan gerbang selalu dibuka, jadi Hanan bisa langsung menerobos masuk. Sempat ragu, ingin mengurungkan niatnya dan kembali ke rumah. Namun, sepertinya sudah terlanjur juga. Toh, tujuan sudah di depan mata."Kok sepi?" gumam Hanan. Ia sempat ragu untuk melanjutkan langkahnya, berhenti sejenak di depan teras rumah. Saat hendak mengucapkan salam, tiba-tiba Hanan mendengar percakapan yang sangat mengejutkan."Mami kok tega, sih?""Tega apanya sih? Kamu anak kecil tau apa? Tinggal diam aja, gak usah banyak protes. Toh, Abangmu juga diam saja.""Tapi masa Mami tega ke Kak Hanan?""Kalau bukan Hanan, lalu siapa lagi?""Cewek kan banyak, kenapa harus Kak Hanan? Kasihan, dia cewek baik dan gak tau apa-apa.""Lalu siapa lagi yang pantas bersanding dengan kakakmu? Cuma Hanan yang bisa membantu Naufal melupakan Yeza, apa kamu mau punya Kakak ipar modelan Yeza? Gak punya sopan santun, urakan. Idih, males banget Mami punya menantu kayak gitu. Minimal kalau gak berpendidikan tinggi, ya, attitude nya itu bagus.""Tapi gak harus Kak Hanan kan, Mi? Kenapa Kak Hanan yang dijadikan tameng menutupi rasa malu Mami? Sepandai-pandainya Mami menutupi, suatu saat juga pasti bakalan ketahuan. Gimana kalau Kak Hanan tau dan malah benci ke Mami?"Deg!Hanan terkejut bukan main. Apa, tameng menutupi rasa malu?Hanan kikuk, terdiam seribu bahasa hingga memakan waktu satu jam. Ia hanya mampu menundukkan kepalanya. Bingung harus menjawab apa, padahal belum ada satu kalimat pun yang dilontarkan Ayana. Hanan benar-benar seperti tersangka, yang akan diintrogasi habis-habisan oleh penegak hukum. Wajahnya juga sudah pias, menahan rasa takut.Hanan dan Ayana hanya saling sikut sejak tadi. Ayana juga sepertinya sedang menguji kejujuran dari Hanan. Tidak ada niat untuk membuka percakapan lebih dulu. Apalagi Hanan, usai memberikan segelas jus jeruk dan menyajikan beberapa cemilan, Ia langsung terdiam dan duduk di samping Ayana. Hanan benar-benar meruntuki kebodohannya, sangat ceroboh. "Minuman nya gak bakalan abis sendiri, kalau cuman diliatin doang, Mi." Hanan takut-takut saat berusaha mengajak Ayana berbicara.Ya, saat mendengar Hanan marah-marah dan memaki Naufal, lalu ternyata yang menelepon adalah Ayana. Tidak perlu menunggu waktu lama, Ayana sudah berada di ambang pintu rumah. Lalu ke mana Naufa
Kejam, jahat, tega? Julukan apalagi yang akan disematkan untuk Hanan tadi malam? Hm, Hanan rasa ia tak peduli, tidak ambil pusing. Baginya itu masih wajar saja, jika dibandingkan dengan kejamnya mulut Naufal. Rela memakai dan memfitnah istri sendiri, tanpa mau bertanya lebih dulu. Seolah-olah Hanan tersangka yang tidak patut didengar suaranya.Ya, tadi malam Hanan memang sengaja dan tidak akan peduli lagi pada Naufal. Ia mengunci pintu kamar, agar Naufal tidak bisa masuk ke dalam. Hanan juga tidak memberikan selimut pada Naufal. Membiarkan suami yang hanya menyandang status saja itu meringkuk kedinginan. Ia juga berusaha menulikan pendengaran saat Naufal tadi malam memangil namanya."Hari bermalas-malasan!" gumam Hanan.Ya, Hanan memang mengambil cuti kerja untuk hari ini. Setelah menikah ia memang sangat gila kerja. Tidak pernah libur, lebih senang menghabiskan waktu di tempat kerja.Hanan sudah bangun sejak satu jam yang lalu. Namun, ia hanya berguling-guling di atas tempat tidur. P
Hanan tidak takut sama sekali dengan ancaman Naufal. Kalau perlu diingatkan lagi, Hanan tidak pernah lagi hidup damai dan tentram sejak perceraian kedua orang tuanya. Nenek lampir itu merusak kebahagiannya, Syahreza yang lebih percaya dan tidak mau mendengar sedikit saja kejujuran sang putri. Lalu Manda yang selalu egois, semua keinginannya harus dipenuhi.Ingat baik-baik dan camkan! Jadi, ancaman seperti itu sangat tidak berlaku untu Hanan. Ia menghentikan langkahnya bukan karena mengurungkan niat untuk pergi. Hanan sangat membenci, ketika memiliki masalah dengan orang lain, lalu disangkut pautkan pada Syahreza. Ia cukup mandiri sejak sini, mampu menyelesaikan masalah seorang diri."Kamu kira aku takut? Ancamanmu sama sekali gak berlaku buat aku, suami sampah!" cibir Hanan."Apakah kamu terlahir sebagai pembangkang?" tanya Naufal.Hanan mengepalkan tangan, padahal sejak tadi berusaha untuk tidak bertingkah brutal dan mengendalikan emosi. Naufal sepertinya memang sedang benar-benar me
"SUDAH KUBILANG, NANTI DULU JIKA MAU BICARA. BIARKAN AKU MANDI SEBENTAR!" teriak Hanan. Hanan sudah bisa membaca suasana, pasti ada yang tidak beres. Akan ada pertengkaran antara dirinya dengan Naufal. Hati Hanan juga teramat sakit, saat mendengar kalimat sindiran yang diucapkan Naufal. Bukan berarti Hanan sedang berusaha mengelak, Ia juga penasaran. Namun, tubuhnya juga lelah, Ia harus membersihkan diri terlebih dahulu.Setelah dibentak oleh Hanan, Naufal langsung terdiam. Duduk menunggu di ruang keluarga, bersantai di atas sofa. Meskipun Hanan tahu, tatapan Naufal tak lepas dari gerak-gerik nya. Berusaha tenang dan mengontrol emosi, Hanan mandi juga terkesan buru-buru. Ia bahkan membiarkan kepalanya masih dibungkus handuk."Ada apa? Aku sudah siap untuk adu jotos denganmu!" ketus Hanan. Ia berdiri tak jauh dari Hanan duduk."Begitu sikapmu pada suami?" sindir Naufal.Hanan menatap sinis pada Naufal. "Berharap dianggap suami?""Jangan buat kesabaranku habis, Hanania Onella!" bentak
"Kerja saja dulu, gajian 'kan nanti sore kalau mau pulang." Hanan berlalu keluar dari ruangan. Jam kerja sudah dimulai. Efek kalimat dari Lyra ternyata memberikan pengaruh besar juga. Hanan terlihat lebih bersemangat sekali. Bahkan jam kerja yang biasanya terasa cepat sekali usai, kini berubah. Terasa begitu lambat, sesekali Hanan melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, disela-sela kesibukan melayani pengunjung."Kenapa gajian bisa bikin kita bahagia?" tanya Lyra."Karena bakalan dapat duit.""Pinter kamu, Hanan." "Gitu doang masa gak tau, terlalu bego namanya."Saat yang ditunggu akhirnya tiba juga. Dengan wajah sumringah Hanan dan Lyra keluar dari ruangan bos besar. Masing-masing menerima amplop hasil jerih payah selama satu bulan. Jam kerja telah usai. Hanan dan Lyra tentu saja berniat menyenangkan diri terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah."Kita makan bakso dulu, yuk!" ajak Lyra."Aku gak lapar, pulangnya aja gimana?" Lyra mengangguk tanda menyetujui
Ah, benar, hanya mimpi belaka. Bunga tidur yang biasa menemani saat sedang terlelap. Naufal sadar, kini ia bahkan sedang berusaha memeluk tubuh Hanan. Yang tentu saja keheranan dengan sikapnya. Pengaruh mimpi untuknya ternyata cukup besar. Hingga kini ia merasa begitu ketakutan akan kehilangan."Aku gak bisa napas, Naufal! Kamu mau bunuh aku, ha?!" Hanan akhirnya mengigit tangan Naufal yang memeluk erat tubuhnya."Aduh, Kamu ini nyeremin banget. Main gigit-gigit begitu," keluh Naufal. Mengelus tangan kanannya, ada bekas gigi Hanan."Bodo amat, lepasin gak?"Naufal memutuskan melepaskan pelukan, takut juga jika digigit kembali. Ternyata selain galak dan jutek, Hanan juga hobi mengigit.Hanan menendang tubuh Naufal agar menjauh. "Jangan modus, Gak mempan sama aku!""Iya deh, Iya. Makasih udah mau mengkhawatirkan aku."Hanan memilih abai, semenjak bangun tidur, Naufal sepertinya semakin aneh. Ia juga sebenarnya penasaran, mengapa bisa sampai Naufal mengigau menyebut namanya.'Manusia sat