Inilah pembelakaanku.
Sebenarnya...ditengah-tengah perbincanganku dengan Ariana tadi, aku sudah sadar masih ada 1 Mata Kuliah lagi. Tetapi...saat mendengar curhatan Ariana tentang kedua orang tuanya yang sudah bercerai saat di Prancis, lalu dia lebih memilih kembali ke Indonesia tinggal di rumah neneknya yang tak jauh dari kampus, aku jadi tidak tega meninggalkannya. Setidaknya aku harus menghibur dan memberikan semangat padanya, karena saat dia merasa sangat terpuruk waktu itu aku sebagai sahabatnya tidak ada disampingnya.
Barulah, saat temannya mengirimkan pesan bahwa dosen sudah datang, aku bisa melepaskan diri darinya. Tapi itu sudah 35 menit berlalu dari jam Mata kuliah si dosen brewok itu. Maka, sekencang apapun tadi aku berlari tetap saja terlambat.
“Hufth...Tapi setidaknya, yah, seharusnya dia bisa menghargai usahaku yang tetap berusaha menghadiri mata kuliahnya. Apalagi aku mahasiswa baru. Harusnya para dosen-dosen itu bisa mentolerirlah. Dimana rasa kemanusiaan mereka?"
"Iiih dasar Mr. Brewok. apa dia lupa tadi dia berkedip padaku? Yah, walau pun aku tidak yakin itu kedipan atau tidak, tapi aku sudah menganggapnya seperti itu" kataku pada diri sendiri
“Mulai sekarang aku akan memanggilmu Mr. Brewok. Aaarrgghhh"
Aku pergi menuju perpustakaan lagi. Aku ingin menenangkan diriku atas semua ini. Tidak ada tempat lain lagi yang ada di pikiranku selain perpustakaan. Keheningan dan kesepian perpustakaan mungkin saja bisa menenteramkan luapan-luapan emosi ini.
Meja petugas perpustakaan sudah tidak kosong lagi. Ibu Nilam sedang berbincang-bincang dengan seorang perempuan tinggi, cantik dan berlesung pipi. Dari gayanya berpakaian, dia lebih cocok menjadi model atau artis atau apalah itu yang pasti bukan penghuni kampus seperti aku ini. Kaos Pull&Bear hitam yang kupakai seakan-akan berteriak-teriak tersiksa kepanasan melihat betapa modisnya dia. Dibawah, celana jeans Nevada pudar sudah terlebih dahulu meraung-raung menangis. Jangan tanya apa yang di lakukan sepatu kets canvasku. Nyawanya sudah hilang di telan noda-noda coklat lumpur di sekitar sol putihnya demi melihat sepatu heels wanita itu. Kuhempaskan rambut kering menutupi kegugupan, tapi tanganku tersangkut belum sempat dia sampai ke ujung. Memang sudah lama aku merasa yakin bahwa iklan shampoo yang selama ini kutonton, pasti penuh kebohongan. Aku yakin mereka pasti memakai rambut palsu saat syuting iklan itu. Tidak mungkin hanya dengan satu shampoo rambutmenjadi lembut, lurus dan berkilau seperti itu.
"Eh, si neng datang lagi"
"He...ia nih, bu" cengirku pada ibu Nilam dan tersenyum ramah pada wanita cantik yang kutaksir berumuran 27 atau 28 tahun yang duduk disampingnya itu.
"Mau baca yah? isi buku tamunya dulu, yah" suaranya lembut membuat insecureku semakin bertambah.
"Ia, bu, terimakasih"
Aku segera mengisinya tidak mau berlama-lama berada di depannya. Aku sudah tidak sabar menenggelamkan diri diantara rak-rak buku, merenungi nasibku hari ini.
Hari ini aku hanya ada 2 MK dan dua-duanya bernasib sama "Keluar!!" "Keluar". 2 perkataan dari 2 dosen itu berkelebat diotakku.
Setelah memilih-milih buku, aku mencari gang kecil diantara lemari-lemari penuh buku, jauh dari pengunjung lain, berselonjor, menutup wajah dengan buku tebal pilihanku tadi. Rasa penat, tertekan akan pengalaman pagi ini membuat mataku pun menutup sempurna membiarkan beban berat yang dipikulnya terlepas.
Dalam tidu ku yang tak kuundang, aku bermimpi. Bermimpi sedang berada di taman yang indah. Ada bunga-bunga berwarna-warni cantik bercahaya. Aku melihat seorang pria berjambang berpakaian setelan jas putih sedang berdiri beberapa meter di depanku. Sambil tersenyum, tangan kanannya menunjukku dan tangan kirinya dimasukkan kekantong celananya. Tanpa sadar aku juga ikut tersenyum. Tapi baru saja aku tersenyum, dia meneriakkan kata-kata yang membuatku terkejut.
"Keluar!!! Temui saya setelah mata kuliah ini"
Hampir saja aku terjengkang kebelakang karena teriakannya itu.
"Hei...hei bangun" kurasakan tubuhku terguncang.
"Hah!!!" aku terbangun dari mimpi yang sangat aneh itu dan menyentuh pipiku.
"Huh...cuma mimpi"
"Benar-benar manusia aneh, ayo berdiri" suara memerintah itu membuat otakku bekerja mencari sisumber suara. Hampir saja aku terjengkang saat kulihat bahwa Pria berjambang yang ada dalam mimpiku tadi sedang berjongkok di sampingku. Dia membantu, lebih tepatnya, memaksa menarik tanganku agar aku berdiri dan dituntun untuk duduk dikursi.
"Maaf pak...saya tadi..."
"Sudah tidak usah dibahas. Ini ambil. Keringatmu sudah seperti Jakarta lagi kebanjiran" pria yang ternyata dosen kedua yang mengusirku tadi itu memberikan sapu tangan.
"He...!" aku nyengir yg lebih mirip seringai.
"Kamu maba kan?"
"Ia pak..." jawabku sambil tetap melap keringat.
“Pantes”
Pura-pura tidak kuperdulikan perkataannya itu. Keningku mungkin sudah lecet karna tergesek-gesek ganas oleh sapu tangan.
"Masih ada mata kuliah lagi?"
"Tidak ada pak, hari ini cuma ada 2 mata kuliah"
"Dan dua-duanya diusir dari kelas" si Mr. Brewok itu melihatku lalu mengambil buku usang titipannya tadi dari tas hitamnya. Dia mulai menulis sesuatu didalamnya. Aku hanya bisa semakin beku mendengar kebenaran itu.
"Kok diam? Tadi, kan, saya suruh menemui saya. Kenapa malah tiduran di situ? "
Kembali yang keluar dari wajahku adalah cengiran.
"Siapa dosen pembimbingmu?" ucapnya tanpa menoleh.
"Bapak G. Ferdian M. Ars, pak"
Dia menoleh dan langsung melihatku lagi dengan eksperesi tidak percaya.
"Namamu siapa?"
Aku terdiam dan menunduk. Haruskah aku melibatkan nama aneh itu di dalam pembicaraan ini? Dia pasti akan lebih menertawaiku nantinya. Hufth....
"Hei..."
"Muffin Akredita pak" ucapku masih tetap menunduk malu.
"Muffin? Pfth...." aku mengangkat kepala melihat si pak berjambang itu menahan tawanya. Tuuh kan....
"Kamu tau siapa saya?"
"Hmm....Dosen mata kuliah Pengantar Arsitektur di kelas saya tadi pak" jawabku dengan polos.
Dia mendengus geli.
"Kamu pasti tidak membaca Rencana Studimu, iya , kan?"
"Baca pak"
"Masa?"
Aku mengangguk-angguk.
"Baca sampai nama-nama dosennya, ga?"
Aku berpikir sebentar "Enggak, pak. Hehe..."
"Trus kamu memilih mata kuliahmu berdasarkan apa?"
"Kelas pagi, pak" jawaban penuh semangat itu membuatnya tertawa. Dia tidak tahu saja bagaimana perjuanganku berebut dengan ratusan orang lainnya demi mata kuliah pagi.
"Kamu sudah bertemu dosen pempimbingmu...siapa tadi namanya?"
"Bapak G. Ferdian, M. Ars"
"Betul. Kamu hapal, ya, nama lengkapnya"
"Hehe..iya pak. Takut lupa"
"Tapi tidak kenal orangnya?"
"Tidak pak"
"Belum pernah bertemu beliau?"
"Belum pak. Kemarin beliau hanya menyuruh mengirimkan FRS saja pak. Konsultasinya setelah masuk kuliah, gitu kata beliau"
"Kok bisa? Bukannya harusnya konsultasi dulu?"
"Tau, tuh pak. Beliau katanya lagi ada urusan penting"
Dia mengangguk-angguk.
"Ada, ya, dosen kaya gitu"
"Iya, kok bisa ya, ada dosen kaya gitu, pak. Apa beliau ga takut di bilang makan gaji buta nantinya? Cuma tanda tangan doang tanpa konsultasi. Gimana kalau ada mahasiswa bimbingannya yang salah pilih mata kuliah, pak? Maksudnya mahasiswanya asal ngambil padahal beban SKSnya berat, akhirnya dia ga sanggup. Kan bahaya"
"Betul...betul"
"Kenapa, ya, ada dosen tidak bertanggung jawab seperti itu pak? Padahal, kan, ini kampus besar. Ternama"
Dia tidak menanggapi lagi perkataanku. Dia hanya melihatku tersenyum. Entah apa arti senyumannya itu. Bukan senyum manis, tapi senyum yang...akh entahlah. Apa perkataanku terlalu kasar sampai dia terdiam. Astaga....
Mulutku sudah terkatup ditutupi oleh kedua tanganku "Maaf...pak. Saya...tidak bermaksud menjelek-jelekkan dosen seperti itu, pak. Maaf..."
"Ehm...permisi, boleh saya duduk disini?" si wanita yang berbicara dengan bu Nilam tadi muncul mematahkan seyum Mr. Brewok. Senyumnya itu tampak sangat misterius. Berbeda sekali dengan senyum pada umumnya.
"Oh, iya, silahkan" si Mr. Brewok itu mempersilahkan dia duduk.
"Lagi ada bimbingan?"
"Hm..tidak ada" ucapnya pada wanita itu, lalu mengalihkan pandangannya padaku "Oh dia, tadi dia ketiduran di kolong lemari-lemari itu. Aku menolong membawanya kesini supaya tidurnya lebih nyenyak" garis tawa tertahannya membuat guratan-guratan merah di pipiku. Ditambah ekspresi aneh dari siwanita itu. Ck! Sungguh memalukan. Apa maksudnya? Apa dia mau mempermalukanku disini?
Hufthh...dari pada berlama-lama disini, ditengah orang-orang dewasa yang mempermalukan anak baru sepertiku, lebih baik aku pergi saja. Aku mencari cara untuk bisa segera keluar dari sana. Kuambil hapeku dan berpura-pura membaca sesuatu dilayarnya lalu berdecak kesal.
"Ck! Aduh lupa" kutepuk jidatku "Pak, bu, saya permisi dulu, teman saya sudah menunggu di parkiran"
"Oh, ia, silahkan, hati-hati jangan jatuh lagi"
Dan untuk kedua kalinya pipiku memburat merah lagi. Wanita cantik itu menahan tawanya sama seperti si Mr. Brewok.
"Ia pak, trimakasih" kataku pelan tapi sedikit kesal sambil memutar bola.
"Ish! Dasar brewok!" teriakku kesal dalam hati.
***
Kamar kosan bercat pastel, lampu-lampu tumblr menempel membentuk pohon natal di dinding kamar bagian kanan, beberapa lukisan murah dari pelataran jalan Braga, dan proyektor mini yang tergeletak di samping tempat tidur tanpa kasur menyambutku. Kamar ukuran 5 x 3 ini tidak terlalu banyak barang. Aku sengaja meminimalisir segala pernak-pernik agar tetap terlihat lapang dan lega. Ibu menyarankan untuk membawa kulkas mini dari kamarku di rumah, tapi kutolak dengan alasan tidak mau kamarku menjadi pengap karna terlalu banyak barang. Satu-satunya barang yang istimewa di kamarku ini adalah Drafting Tube pemberian ayah dan ibu. Mereka memilihkan tabung terbaik beserta isinya. Mereka bahkan melukis tabung gambar itu dengan banyak gambar-gambar artistik khas mereka. Aku sudah tidak sabar membawanya nanti ke kampus. Orang-orang pasti akan kagum dengan lukisan-lukisan mereka.
"Telpon ibu, ga, ya?" tanyaku pada ponsel di tanganku. AC sudah ada di angka 16 derajat. Kamarku sudah mulai dingin.
"Ga, usahlah. Aku mau lanjut tidur aja. Gara-gara si Brewok itu, tidurku terganggu tadi. Hish!"
"Semoga saja dia tidak menceritakan perkataanku tadi pada siapa pun. Aku sungguh tidak bermaksud seperti itu. Semoga dia memahaminya" aku termenung sebentar memandang tembok kamar. Memikirkan apakah kuliahku nantinya akan berjalan lancar jaya seperti rencanaku.
"Ah...sudahlah. Tidur sajalah"
Aku tidak mandi, tidak mengganti pakaian. Tidur lelap dalam sekejap sudah menjadi keahlianku. Celana jeans pensil yang melekat di tubuhku pun tidak jadi halangan. Mimpi sudah menghampiri tidurku.
***
Merantau jauh dari orang tua walau hanya beda provinsi, di satu sisi membuatku senang karna aku bisa bebas menjalani hari-hariku tanpa di awasi oleh orangtua, tanpa pertanyaan ini itu, tanpa larangan ini itu. Di sisi lain, segala sesuatunya benar-benar kulakukan sendiri dari mulai membuat sarapan, membersihkan kosan, mengisi listrik, memperbaiki kalau ada yang rusak dan sebagainya. Semua serba sendiri. Kalau di rumah orang tua dan pembantu sudah siap siaga, di sini tangan dan otakku harus siap siaga mengantisipasi segala sesuatu yang memerlukan perbaikan.Sesekali kalau lagi malas, membeli makan di luar sudah jadi salah satu kebiasaanku. Tak kusangka makanan di warteg, nasi padang, pecel ayam, fried chicken dan jajanan di pinggir jalanan bisa seenak. Selama ini orang tuaku tidak pernah mengizinkanku memakan makanan-makanan itu. Mereka bilang makanan-makanan itu tidak higienis.Kalau dari dulu aku tahu ada makanan seenak itu, aku pasti ti
Ada 3 unsur wajib dalam merancang bangunan. Unsur keindahan, unsur kekuatan dan unsur fungsi bangunan. Simple sekali memang. Seharusnya begitu. Tetapi bila yang menjelaskan itu adalah dia, si Mr. Brewok itu, semuanya memantul setelah menyentuh kulit jidatku. Belum sempat penjelasannya itu di proses di dalam otak, kulitku sudah mengusir mereka semua pergi seakan-akan itu akan membuat hidupku semakin tidak karuan. Tidak ada satu pun penjelasan darinya yang bisa kumengerti. Pikiranku sibuk mencari-cari cara bagaimana caranya menjelaskan semua kesalahpahaman ini. Terutama menjelaskan curhatan colongan di perpustakaan. Hanya mata kuliahnya saja yang membuatku gelisah dan gusar. Padahal sebenarnya tidak ada kesulitan yang berarti. Mata kuliah lain yang bahkan tingkat kesulitannya ada yang jauh lebih tinggi saja masih bisa kukuasai meski megap-megap. Selama 1 bulan ini, di luar semua berjalan normal seperti biasa karena aku juga tidak mau bertemu dan tidak berusaha untuk bertemu dengannya. B
"Dia itu duda, Fin. Duda tanpa anak" ujar Ariana. Dia menginap di kosanku. "Ah serius lo? Tau dari mana?" tanyaku tak percaya pada Ariana. "Ya elah semua penghuni kampus juga tahu kali, kecuali elu kayanya" "Ia, tah? Apa karna aku udah terlanjur bete sama dia kali, ya?” “Maybe” “Trus istrinya kemana?" "Nah itu dia, sampai sekarang belum ada yang tau mantan istrinya siapa. Dia baru 2 tahun disini dan waktu dia pindah kesini juga dia udah jadi duda makanya ga banyak yang tau tentang hal yang privasi seperti itu" "Ooo jadi dia baru 2 tahun disini. Trus trus ada gosip-gosip apa lagi tentang dia?" "Hmm...wait...wait...wait...Lo suka, yah, sama dia?" tanya Ariana sambil mengunyah keripik singkong yang kami beli di supermarket tadi sore. “Suka? Sebel sih lebih tepatnya” “Sebel bisa kadi suka loh ujung-ujungnya” “Gila mana mungkinlah. Gue masih kecil, Nana” “Trus emang anak kecil ga boleh suka-sukaan gitu?” “Ya, ga sama dosen juga kali” “Itu kan menurut, lo. Coba deh menurut hati
Ada panggilan masuk dari bu Nilam saat aku mengantar Ariana ke pagar kosan. Dia menginap di kosanku lagi setelah kami pergi ke Dufan kemarin. Untung saja Ojek online Ariana sudah menunggu sedari tadi dan tidak perlu menunggu lama aku pun mengangkat panggilan itu. Oh ia aku dan bu Nilam sudah saling mengenal karena sering bolak-balik ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas. Bu Nilam ternyata orang yang ramah dan sangat asyik diajak ngobrol. Semua topik-topik pembicaraan bisa dia ikuti. Dari pembahasan yang sudah ketinggalan jaman hingga yang up to date. Kami berbincang hanya sekali-sekali dan tidak membahas hal-hal privasi. Dari bu Nilam juga aku berkenalan dengan Miss Gracelia Handoko, wanita yang lebih mirip artis dari pada jadi penghuni kampus, juga yang dikabarkan sedang PDKT dengan si Mr. Brewok tentunya. Saat tau dia adalah dosen Bahasa Inggris di fakultas Psikologi aku sempat benar-benar kagum padanya. Tapi, setelah mendengar cerita Ariana, rasa kagumku berkurang begitu saja. Sig
"Ck!! Ayolah, Fer. Dia itu mahasiswimu. Bahkan belum genap 20 tahun" batin dan otak Ferdi saling beradu pendapat membuat dirinya hanya terpaku. Sementara tangannya mengendalikan setir mobil. Dia tidak menyangka pelukan yang tidak disengaja di perpustakaan tadi bisa mengacaukannya. Dia hanya ingi mencoba akrab dengan Muffin setelah beberapakali pertemuan mereka tidak mulus. Mahasiswinya itu selalu menunjukkan ketidaknyamanan setiap kali mereka bertemu. Dia hanya ingin mencoba menetralkan kembali semuanya. Pelukan itu melebihi ekspektasi. "Fer, kamu kenapa?" tanya Grace pada Ferdian. Bukannya menajwab dia hanya diam tetap berusaha fokus menyetir di tengah-tengah kegaduhan nalarnya. "Fer kenapa sih kok dari tadi diam aja? Lagi mikirin apa, sih?" Grace semakin mendesak, tapi tetap saja ferdi diam dan lebih memilih menyimpan semua fikirannya. Grace yang sudah mengerti bagaimana watak pria disampingnya itu pun berhenti bertanya. Grace membuang wajah kesal keluar jendela mobil. "Grace..."
Hari-hari dikampus pun semakin indah setelah insiden romantis pelukan yang tidak sengaja itu. Angan-anganku berubah untuk bisa selalu bertemu dengannya setiap kali melangkahkan kaki di lingkungan kampus. Terkadang aku nekat untuk hanya sekedar lewat didepan ruangannya, tentunya setelah mempersiapkan alasan-alasan yang konkrit bila bertemu seseorang atau bahkan bila kebetulan bertemu dengannya saat melakukan aksi itu. Aku tau ini semua salah juga berlebihan. Aku tau dengan mengejarnya seperti ini takkan mengubah kata-kata DO di urutan-urutan efek cinta ini. Tapi kata hatikulah yang selalu mendorongku. Bila hampir semua orang membenci hari Senin, aku justru sebaliknya, hari Senin adalah hari favoriteku. Kalau saja semua hari berubah menjadi hari Senin pasti aku sangat-sangat bahagia. Kenapa? Karena di hari Senin tepatnya mata kuliah jam kedua adalah mata kuliahnya Pak Ferdi. Bila seluruh mahasiswa membenci dosen yang disiplin juga dosen yang tak pernah absen, itu tidak berlaku padaku. M
“Ck! Apa yang harus kukakukan bila dia benar-benar datang kesini? PKM? Kuharap itu hanya alasan. Kuharap kau tidak melakukannya dan kuharap pelukan yang tidak sengaja itu tidak mempengaruhimu. Kalau kau benar-benar terpengaruh, aku takut. Takut itu akan melukaimu. Tidak ada alasan untuk memberimu kesempatan di hatiku ini. Selain itu aku tidak yakin apa kau bisa menerima....” Trrt...trrrt....trrttrrt Getaran handphone membuyarkan lamunan Ferdian. Dia bangkit dari tempat tidurnya mengambil hanpdhone di atas meja rias putih. "Halo Fer, ini aku Grace. Aku ganti nomor. Besok aku akan mampir ke rumahmu. Aku lagi belajar masak resep masakan yang baru. Aku mau kau orang yang pertama yang mencicipinya. Ok. Bye" sambungan telepon diputus tanpa meminta persetujuan dari Ferdi. Ferdi hanya bisa tersenyum atas tingkahnya itu. Kalau sudah sangat bersemangat, dia tidak akan pernah mau kompromi dengan hal-hal lain. Itulah Grace. Wajah semangat Grace selalu bisa menaikkan mood Ferdian. Dari dulu samp
Ting...tong...ting...tong.... Ini sudah ketiga kalinya aku membunyikan bel. "Selamat pagi pak, saya Muffin mahasiswa bimbingan bapak, saya datang karena ingin mendiskusikan PKM yang kemarin pak" teriakku dari luar pagar kayu setinggi bahu. Aku sampai harus berjinjit agar bisa leluasa melihat kedalam. Ting...tong...ting...tong.... Kupencet lagi bel berbentuk kubus berwarna coklat antik di tiang penopang pintu pagar. Lagi-lagi tidak ada jawaban. Jangan-jangan si Mr. Brewok itu tidak ada dirumah. Trus kemana? Ke kampus tidak mungkin. Ini kan hari Sabtu. Aku sudah cek jadwalnya. hari ini dia tidak ada jadwal mengajar, rapat dan lain-lain. Dia benar-benar free. Seharusnya. Atau jangan-jangan dia masih tidur? Kulihat jam tanganku. Astaganaga, ini kan masih jam setengah tujuh. OMG!!! Aku pun membalikkan badan berjingkat pelan-pelan. Aku harus segera pergi dari sini sebelum suara bel dan teriakanku tadi membuatnya terbangun. Bisa kubayangkan bila itu terjadi sudah pasti akan kena semprot