Share

Bab 3

“Ana?”

Eleana semakin merasa pusing, ia merasakan Mikael yang menyentuh bahunya. “Kepalamu berdarah, Baby,” katanya panik.

Eleana menutup mata rapat-rapat saat lelehan darah itu merembes hampir mengenai matanya. “Jauhkan darah itu, ku mohon!” pekik Eleana, semakin mengeratkan genggamannya pada Mikael.

Mikael melepas jas hitamnya dan memakaikan jas itu di bahu Eleana yang terbuka. Dengan cepat ia menghapus lelehan darah itu dengan sapu tangan, lalu mengangkat tubuh Eleana.

“Kepalaku pusing." Eleana menyembunyikan wajahnya di dada bidang Mikael, tidak peduli kemeja putih lelaki itu akan terkena darah.

“Apakah kau bisa mendengarku?” tanya Mikael, berhenti memperhatikan Eleana yang terpejam.

“Ngghh...,” gumamnya.

“Kita ke rumah sakit sekarang.”

Eleana otomatis membuka mata, menatap langit malam dan juga rahang Mikael yang terlihat mengeras. “Kita pulang saja, aku tidak mau ke rumah sakit.”

Mikael menunduk, menatap Eleana yang masih saja meracau dengan bibirnya yang pucat. Ia meringis melihat lelehan darah yang terus mengalir dari luka Eleana.

“Maafkan aku, Baby. Kita segera ke rumah sakit sekarang.”

Eleana tidak mampu menjawab, karena setelah itu pusing di kepalanya semakin menjadi. Merenggut kesadarannya dan juga suara Mikael yang terus dibawa pergi jauh hingga terdengar seperti dengung yang panjang.

Setelahnya, yang ia ingat hanya gelap.

****

“Bodoh,” ucap Dad.

Lelaki separuh baya itu menatap tajam Mikael yang sekarang menunduk sambil bertopang dagu. Sementara Mom Isabelle hanya diam, mengusap punggung anaknya memberi ketenangan.

Setelah kejadian tadi, Eleana tidak sadarkan diri. Mom dan Dad keluar rumah setelah mendengar Mikael meneriaki nama wanita itu beberapa kali. Dan di sinilah mereka, menunggu dokter yang sedang menangani Eleana.

“Kau membuatnya terluka.”

“Aku tidak sengaja, Dad,” jawab Mikael tak kalah dingin dari ucapan sang ayah.

“Kau tidak pernah berubah El, aku pikir setelah menikah kau akan berubah. Nyatanya kau masih saja keras kepala dan temperamen.”

Abraham mengusap wajahnya kasar, menatap anak keduanya dengan kecewa. “Lihat!” ia menunjuk pintu UGD yang masih tertutup rapat.

“Jika terjadi apa-apa dengan dia, aku tidak akan tinggal diam!”

Mikael menghela napas, merasa bersalah karena dia terpancing emosi lagi setelah mendengar ucapan Izrael—kakaknya. Ia sampai tidak sadar jika menarik Eleana terlalu keras dan membuat wanita itu terpaksa mengikuti langkah lebarnya dengan tertatih. Hingga Eleana tersandung dan kepalanya terbentur ujung kursi taman.

Beberapa menit kemudian dokter keluar, dan Mikael buru-buru menghampirinya.

“Bagaimana keadaan istriku?”

“Luka di kepalanya sedikit dalam, jadi kami melakukan tindakan untuk menjahit lukanya. Nyonya Eleana baik-baik saja Tuan, dia sudah sadar di dalam." Dokter tersenyum.

Tak menunggu waktu lama Mikael menyerobot masuk, meninggalkan Abraham dan Isabelle yang masih berbincang dengan dokter.

***

Mikael POV

Aku kalap, tentu saja.

Aku juga tidak mengira kejadian ini akan terjadi.

Saat aku membuka pintu ruang rawatnya, dia menoleh padaku dengan sorot mata sayu dan bibirnya yang terlihat pucat. Aku sangat khawatir hingga tidak bisa menahan diriku sendiri untuk tidak merengkuh tubuhnya.

“Maafkan aku,” ucapku, mengecup singkat puncak kepalanya.

“Bisakah kita pulang sekarang, El?” pinta Eleana.

Aku mengerutkan kening, mengurai pelukan demi melihat wajah pucat Eleana sekali lagi. “Tidak. Kau harus dirawat di sini setidaknya seminggu.”

“Ini hanya luka ringan El, dan kau ingin aku berada di sini lebih lama lagi?”

 “Luka ringan katamu?”

Tidak tahu saja bagaimana khawatirnya aku melihat dia tidak sadarkan diri.

Tak berapa lama, kedua orang tuaku masuk ke dalam ruangan, menghentikan pertikaian kecil kami. Mommy tersenyum hangat dan menghampiri Eleana.

“Kau sudah lebih baik?” tanyanya sambil mengusap bahu Eleana lembut.

Eleana mengangguk kecil.

Setelahnya, Eleana meminta Mommy untuk membujukku agar dirinya bisa cepat keluar dari rumah sakit. Dan aku tidak dapat menolak permintaan itu lagi dengan syarat, Eleana harus dirawat sampai besok pagi.

***

Seminggu setelah kejadian di rumah sakit.

Eleana meminta ijin kepada Mikael untuk menghadiri acara pernikahan teman kampusnya, Rey. Mikael tidak mengantar Eleana karena sibuk mengurus perusahaan, dan ia berpesan agar Eleana tidak pulang larut malam.

Eleana sendiri tidak keberatan dengan itu, bahkan sekarang ia lebih merasa tenang dan damai saat tidak ada Mikael yang manja saat sedang bersama dirinya.

“Hai Eleana,” sapa Rey.

Eleana memeluk Rey dan mengucapkan selamat atas pernikahannya.

“Kau cantik sekali Rey." Eleana tersenyum manis.

“Bisa saja, kau yang lebih cantik. Lihat gaunmu, terlihat anggun sekali.” Rey memuji gaun sederhana yang Eleana kenakan.

Eleana hanya membalasnya dengan senyuman, jelas sekali sekarang Rey yang paling cantik di acara pernikahannya. Ia terlihat sangat cocok dan serasi mengenakan gaun mewah dan bersanding dengan suaminya.

“Oh ya, bagaimana dengan kuliahmu sekarang? Kudengar kau juga sudah menikah.”

Eleana mengangguk, “Aku mengambil cuti kuliah satu bulan ini, dan aku memang sudah menikah.”

“Selamat atas pernikahanmu Lea, di mana suamimu sekarang?” Rey menoleh ke kanan dan ke kiri.

“Dia sedang mengurus bisnisnya, kapan-kapan saja kukenalkan padamu.”

Setelah perbincangan singkat itu, Eleana memilih untuk duduk bersama tamu undangan lain di meja yang sudah disediakan. Sembari menikmati makanan dan minuman, Eleana merasa sangat terhibur dengan alunan musik jazz yang menenangkan.

“Sorry, bolehkan aku duduk di sini? Semua kursi sudah pe—LEA?!”

Eleana mendongak dan menemukan seseorang yang tidak ingin ia temui ada di depan matanya.

“Leo?”

Bagaimana dia bisa ada di pesta ini? Kapan dia kembali dari kuliahnya dan kenapa Eleana tidak tahu mengenai hal ini.

Tanpa aba-aba, Leo merengkuh tubuh mungil Eleana ke dalam dekapannya, sangat erat. Sampai Eleana merasakan pasokan udara dalam paru-parunya hampir habis.

“I miss you, Lea,” ucap Leo melepaskan pelukannya.

Lalu lelaki itu menghujani Eleana dengan ciuman berkali-kali di pipi. Sadar hal ini keliru, Eleana segera mendorong Leo agar menjauh.

“Kita harus bicara Lea.”

***

Eleana tidak tahu, apakah keputusannya mengikuti Leo menuju tempat yang lebih sepi dari acara pernikahan Rey adalah hal yang benar. Di sinilah dia sekarang, berdiri berhadapan dengan Leo dalam diam.

“Aku merindukanmu, Lea," ucap Leo setelah lama terdiam, satu tangannya terulur untuk membelai pipi Eleana dengan lembut. Sekilas Eleana tampak menikmati belaian itu sambil terpejam, lalu sedetik kemudian ia memalingkan wajah. 

“Kenapa?” tanya Leo heran.

“Sudahlah Leo, ini keliru.” Eleana menatap Leo dengan tatapan terluka.

“Aku mencintaimu, Lea." Leo menggenggam tangan Eleana lebih erat.

Eleana sudah tidak dapat membendung tangisnya lagi, ia kembali mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Di mana Leo meninggalkannya tanpa alasan dan kembali membawa seorang wanita lain yang di pilihkan oleh Ibunya. 

“Aku sudah tidak mencintaimu, lagi.”

Leo menghapus air mata yang mengalir deras di pipi Eleana, “Izinkan aku memperbaiki semuanya dari awal Lea, kumohon.”

“Terlambat.”

Eleana hendak pergi dari tempat itu, dan secara tiba-tiba Leo menariknya ke dalam dekapan hangatnya lagi. Tidak bisa dipungkiri Eleana masih mencintai Leo yang sudah menjadi kekasihnya selama satu tahun, ia merindukan pelukan hangat ini, tetapi rasanya sudah sangat terlambat. Ia hanya bisa menangis sejadinya dalam dekapan lelaki itu, menumpahkan segala sedihnya selama ini.

“Maaf Lea, maafkan aku.”

Leo mendongakkan kepala Eleana, yang memudahkannya untuk dapat melihat mata biru Eleana yang meneduhkan. Tanpa diminta ia mengusap sisa air mata di pipi Eleana, lalu mendaratkan ciuman yang lembut dan bertempo di bibir itu. Eleana merasa darahnya berdesir aneh, kerinduan itu seperti menyeruak memenuhi perasaannya.

Bug!

Satu hantaman telak mengenai rahang Leo, sebuah kejadian yang tidak pernah Eleana duga akan terjadi di malam ini. Leo sudah tersungkur di rerumputan, dan Eleana yang terkejut bukan main dengan kehadiran Mikael di hadapannya.

“Berengsek, siapa kau?” umpat Leo.

Eleana mematung, di hadapannya sekarang Mikael menatapnya dengan sorot mata tajam dan terlihat sangat terluka.

***

“Dasar jalang kecil!”

Mikael menarik Eleana dengan kasar untuk mengikuti langkah kakinya yang lebar. Sementara di belakang, Eleana berjalan tertatih menaiki tangga sampai ia harus tersandung dan jatuh tepat di depan pintu kamar.

Lelaki itu hanya berdiri tanpa berniat menolong Eleana sedikit pun. Eleana tidak bisa membendung tangisnya, ia bersimpuh di bawah kaki Mikael. Dengan kesal pula, Mikael menutup pintu kamar sampai terdengar suara menggelegar dari pintu tersebut.

“Maaf El,” cicit Eleana.

Mikael berjongkok menatap Eleana dengan sorot mata tajam. Tangan besarnya bergerak mengelus rambut Eleana dengan lembut sampai membuat wanita itu tersenyum. Lalu setelahnya, Eleana meringis karena Mikael menarik rambutnya dengan kasar.

“Aku selalu menuruti apa pun yang kau mau, tapi ternyata di belakangku kau seperti itu.”

“Jika saja aku tidak datang tepat waktu, mungkin akan terjadi hal yang lebih dari apa yang aku lihat!”

Eleana hanya bisa menangis, bibirnya kelu untuk bicara. Baru kali ini ia melihat bagaimana Mikael yang selalu bersikap penuh perhatian, menjadi sosok lain.

“Jalang!” bisik Mikael tepat di telinga Eleana.

Mikael mendongakkan kepala Eleana paksa, sampai wanita itu dapat melihat sorot mata Mikael yang menggelap karena amarah. Eleana terkejut saat tiba-tiba tangan Mikael sudah merobek gaun yang ia kenakan hingga menjadi tak berbentuk. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Mikael, kedua tangannya mencoba menutup tubuh polosnya sambil terisak.

“Kau gila!” jerit Eleana.

Mikael menarik dagu Eleana yang langsung ditepis oleh wanita itu, dan semakin Eleana memberontak, itu akan semakin membuat Mikael mencengkeram lebih kuat dagunya. Butiran air mata mengalir tanpa henti melewati kedua pipi Eleana. Wanita itu tak habis pikir Mikael bisa sekasar ini.

“Kau tahu, aku benci penghianat!” tegas Mikael, dengan tatapan tajam.

“Kau menghianatiku di depan kedua mataku, bahkan aku sangat tidak percaya, gadis lugu sepertimu bisa melakukan hal seperti itu di depan umum. Jalang!”

Eleana menggeleng, ia tidak seperti itu. Ia bukan wanita jalang seperti yang dikatakan Mikael. Hati wanita mana yang tidak sakit mendengar suaminya sendiri berbicara hal seperti itu. “Aku tidak serendah itu,” ucap Eleana.

“Lalu?”

“Di—dia yang lebih dulu menciumku El, aku juga tidak mengerti.”

Mikael tertawa, tawa yang sebelumnya Eleana sukai, kini berubah menjadi tawa yang terdengar menyeramkan di telinganya.

“Dan kau menikmatinya, Baby?” Mikael menarik pinggang Eleana yang terbalut selimut.

“Sepertinya aku harus menghukummu malam ini.”

Eleana menggeleng, tidak setuju. Ia tidak bisa berbuat apa-apa saat Mikael mulai menarik tubuhnya dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Eleana, menghirup aroma memabukkan dari Eleana dengan suara isak tangis Eleana yang masih terdengar.

Mikael sudah sangat keterlaluan dengan merobek pakaiannya yang sekarang sudah teronggok sebatas paha. Memperlihatkan tubuh polosnya yang kini yang tidak tertutup sehelai kain pun.

“Hentikan!”

Eleana menahan tubuh Mikael yang hampir mendekatinya. Ia memundurkan tubuhnya, menatap Mikael dengan berurai air mata sambil menggeleng dengan bibir bergetar.

“Kau sudah berjanji El, kau sudah berjanji untuk tidak memaksaku.”

Mikael sudah berjanji untuk membiarkan Eleana siap dengan semua sentuhannya, pelan-pelan. Eleana tidak ingin terburu-buru, ia akan mencintai Mikael perlahan dengan caranya sendiri. Ia tidak mau berhubungan intim melalui paksaan ataupun nafsu Mikael.

“Kau sendiri yang membuatku kehilangan kendali malam ini, Baby.”

Malam itu Mikael melakukannya, melakukan hal sensitif yang seharusnya dilakukan saat mereka berdua benar-benar siap.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Indra Fatiria
tapi memang Eleana bicara terus terang klo dia sudah menikah,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status