Share

Bab 5

Author: Min_Jikyu
last update Last Updated: 2021-06-26 08:00:32

Tiga hari kemudian...

Mikael sibuk dengan pekerjaan di kantor yang sedang mengalami masalah cukup serius, sampai lelaki itu tidak sering berada di rumah untuk menemani istrinya. Bahkan, saat Eleana masih merasa tidak enak badan lelaki itu tidak ada di sampingnya.

Eleana masih berkutat pada layar laptop untuk memantau bisnis toko online yang ia bangun bersama teman sekampusnya, ketika ponsel di samping laptop bergetar. Panggilan masuk dari Mikael.

“Kau sedang apa?” tanyanya.

“Mengerjakan pekerjaan kecil.”

“Toko pakaian online-mu itu.”

Eleana mengangguk meski Mikael tidak melihat, ia memasukkan camilan ke dalam mulut sebelum menjawab, “Kapan kau akan pulang?”

“Mungkin larut seperti kemarin, ada apa?”

“Hari ini aku akan keluar sebentar bersama teman kampusku untuk membahas toko online kami.”

Terdengar helaan napas. “Bersama supir?”

“El, aku naik taksi saja. Aku janji tidak akan lama, katamu aku harus segera menyelesaikan pekerjaan ini.”

Mikael memang tidak setuju jika Eleana bekerja, meski l itu pekerjaan online dan bisa dikerjakan di rumah. Cukup dirinya yang bekerja dan Eleana yang duduk manis di rumah, itu lebih baik bagi Mikael.

“Hm, cepat selesaikan pekerjaanmu itu. Atau aku sendiri yang akan bicara dengan teman-temanmu.”

“Baik, kututup dulu, ya,” pamit Eleana.

“Hm, jangan pulang larut malam, Baby.”

***

Setelah mendapat izin dari Mikael, Eleana pergi bertemu dengan teman-temannya. Hampir satu jam, Eleana mengobrol dan meminta maaf karena ia sudah tidak bisa bergabung untuk melanjutkan bisnis toko online lagi, karena satu dan lain hal. Teman-temannya yang baik sangat maklum dengan keputusan Eleana dan menerimanya.

Sekitar pukul 10, Eleana menginjakkan kaki kembali di sebuah taman yang sudah lama tidak ia kunjungi—taman dengan beribu kenangan bersama mantan kekasihnya—Leo.

Memantapkan hati, akhirnya Eleana memutuskan untuk bertemu Leo. Ia pikir sebaiknya menyelesaikan masa lalunya dulu karena ia sudah sepenuhnya menjadi milik Mikael, agar Mikael juga tidak selalu salah sangka nantinya.

“Hai, Lea.”

Eleana berbalik dan melihat sosok Leo yang sedang berjalan perlahan menuju ke arahnya sambil membawa sebuket bunga. Lelaki itu tersenyum, senyum yang masih terlihat sama dengan senyuman satu tahun lalu ketika mereka merayakan hari jadi mereka di taman ini.

Sekarang, lihat. Eleana tak seperti dulu yang langsung membalas senyum manis Leo dengan senyum manisnya juga. Wanita itu hanya menatap dalam diam lelaki yang berselisih umur tiga tahun dengannya itu dengan wajah yang datar. Tidak ada lagi perasaan bahagia dan jantung yang berdegup kencang ketika melihat seorang Leo.

“Aku membawa bunga kesukaanmu,” ucap Leo, menyodorkan buket bunga yang ada di tangannya pada Eleana.

Eleana mengambilnya dan hanya membalas Leo dengan ucapan terima kasih. Kemudian Leo mengajak Eleana untuk duduk di salah satu bangku yang ada di taman itu.

Lama mereka terdiam, menikmati embus angin yang menerpa wajah masing-masing. Leo memberanikan diri untuk menatap Eleana dari samping.

“Apa kau merindukanku?” tanya Leo.

Eleana tertawa. “Pertanyaan bodoh.”

“Maaf, aku melupakan fakta bahwa kau sudah bukan milikku lagi dan tidak akan bisa kuraih,” ucap Leo, terdapat nada penyesalan pada kalimatnya. Lelaki itu bahkan menundukkan kepala, menyesal.

“Kau sudah tahu, jadi untuk apa sebenarnya kau ingin mengajakku bertemu selain meminta maaf?” tanya Eleana to the poin.

Leo menghela napas. “Aku hanya ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antara kita.”

Tiba-tiba lelaki itu menggenggam tangan Eleana. Eleana sendiri hanya diam, membiarkan Leo melakukan apa yang dia inginkan karena itu adalah hal yang seterusnya tidak mungkin bisa ia lakukan lagi.

“Aku pikir, kau akan menjadi milikku lagi setelah pertemuan kita di pesta pernikahan Rey, kemarin. Ketika aku tahu kau dibawa pergi oleh lelaki sialan itu dengan kasar, aku ingin mengejar. Tapi, saat aku mencari tahu ternyata dia adalah suamimu.” Leo tersenyum kecut.

Sementara Eleana masih mendengar dengan baik apa yang lelaki itu katakan.

“Aku minta maaf atas semua yang terjadi padamu, dulu. Aku mencintaimu Lea, sangat mencintaimu. Tapi Mom menginginkan aku bersama wanita lain waktu itu,” ucap Leo, merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi pada hubungan mereka dulu.

“Mom memberikan wanita yang lebih baik untukmu, daripada aku dia jauh lebih baik, bukan?” balas Eleana santai.

Leo mengalihkan pandangan ke arah lain. “Saat itu aku bimbang Lea, Mom sedang sakit. Aku tidak bisa menolak apa pun permintaannya hingga menyakiti hatimu, maafkan aku Lea.”

“Mom sakit? Di mana dia sekarang?”

Meski Eleana tidak pernah diperlakukan baik oleh mantan mertuanya itu, tapi sebagai seorang wanita yang pernah mencintai putranya, Eleana tetap menyayangi wanita itu layaknya Mommynya sendiri.

Leo tersenyum, tipis. “Dia sudah bahagia, di sana.” Leo mendongak.

“Aku benar-benar tidak tahu, maafkan aku. Aku turut berbela sungkawa atas kepergian Mom.” Eleana mengusap punggung tangan Leo, sebagai tanda bahwa ia juga ikut bersedih dengan kabar duka itu.

“Tidak apa Lea. Aku harap, kau mengerti sekarang. Aku sama sekali tidak punya niat untuk menyakitimu, aku sangat menyayangimu, sekali lagi aku minta maaf.”

Eleana mengangguk. “Kurasa semuanya sudah berlalu, kau bahagia dengan wanita itu dan aku bahagia dengan pilihanku.”

Leo tersenyum. “Kuharap kau bahagia bersamanya.”

Eleana membalas senyuman Leo tak kalah tulus. Wanita itu segera menarik tangannya kembali dari genggaman Leo. Mereka berdua sama-sama diam, menikmati angin yang berembus dengan perasaan lega. Akhirnya mereka sudah bisa merelakan sebuah kisah yang memang tidak bisa untuk dilanjutkan, meski berat sebelah untuk melupakan.

***

Eleana pulang setelah menikmati secangkir kopi bersama Leo di tempat biasa mereka berkencan dulu, tidak ada maksud lain hanya untuk mengenang. Banyak hal yang mereka bicarakan di sana, sampai mereka melupakan waktu yang terus berputar.

Sekarang sudah pukul lima sore dan Eleana merasa kepalanya berdenyut hebat saat dia sedang menunggu taksi. Awalnya, Eleana menolak diantar oleh Leo karena jika Mikael tahu, ia akan salah paham lagi dan berakhir dengan sesuatu yang tidak pernah Eleana bayangkan.

Belajar dari pengalaman, Eleana tidak ingin hubungannya kembali memburuk.

Taksi berhenti ketika pandangan Eleana mulai mengabur, wanita itu menggelengkan kepala untuk mengusir pening yang seakan ingin memecah kepalanya.

“Nona, kau baik-baik saja?” tanya supir taksi yang melihat wajah pucat Eleana.

“Iya, aku baik-baik saja Tuan,” jawab Eleana.

Tepat saat wanita itu membuka pintu, tubuhnya terhuyung ke belakang dan ambruk tepat di dekapan seseorang. Suara di sekitar menjadi berdengung dan tiba-tiba hilang.

Sunyi.

Senyap.

Hanya ada dirinya bersama kegelapan.

Eleana tidak tahu apa yang sebenarnya direncanakan oleh supir taksi. Setelah ia dibawa ke sebuah tempat yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I Want You   Bab 41

    "Om, Vin ingin es krim." Izrael yang sedang membaca buku di ruang tengah menatap sang keponakan setelah menaruh majalah di tangannya. "Apa, Vin?" "Es krim." Kevin dengan malu-malu menunjuk kulkas yang ada di dapur. Senyum manisnya mengembang, membuat Izrael juga tertular. "Kata Daddy, kau tidak boleh makan yang manis-manis." Seketika Kevin menunduk. "Aku mau." Melihat wajah Kevin yang berubah sedih, Izrael tak sampai hati untuk menolak permintaan keponakan kecilnya. Maka dari itu, Izrael langsung saja menggandeng Kevin dan ia dudukkan di kursi makan. Di rumah tidak ada siapa-siapa, selain dirinya dan Kevin. Mom dan Dad sedang pergi ke sebuah pesta, sementara Mikael dan Eleana yang sejak tadi memberitahu akan menjemput Kevin, belum juga sampai. "Kau jangan bilang Daddymu, ya. Bisa-bisa aku dipenggal." "Dipenggal itu apa, Om?" Pertanyaan polos Kevin membuat Izrael merutuki mulutnya sendiri yang tidak difil

  • I Want You   Bab 40

    Seperti menemukan keluarga baru, Kevin begitu lengket dengan Izrael. Bahkan ia sering ikut Omnya pergi ke beberapa tempat makan dan bertemu teman-teman Izrael. Mungkin karena saat masih dalam kandungan, Izrael merawat Kevin jadi dia tidak perlu waktu lama untuk dekat.Mengenai Mikael, dia sering cemburu. Tentu saja. Bahkan saat belajar menghitung, Kevin lebih memilih diajari Izrael daripada dirinya. Mungkin ini hal yang sepele, tapi Mikael merasa sudah di ayah tirikan oleh putra kecilnya.Tapi, pagi ini, Mikael benar-benar menitipkan Kevin sepenuhnya pada Izrael karena tiba-tiba Eleana demam lagi. Padahal kemarin masih baik-baik saja, tapi malam tadi demamnya begitu tinggi. Susahnya, Eleana selalu menolak untuk dibawa ke rumah sakit dengan alasan masih trauma saat dirawat pasca melahirkan dulu."Aku titip, besok kuambil lagi," ucap Mikael, mencium pipi Kevin sebelum putranya masuk ke dalam rumah besar Mom Isabelle."Sudah seperti barang saja, dioper sana

  • I Want You   Bab 39

    Mikael memijat pangkal hidungnya. Jika dihadapkan dalam keadaan seperti ini, ia lebih memilih meeting dan membuat laporan daripada harus mengajari Kevin berhitung.Bukannya tidak mau, hanya saja putra kecilnya ini lebih banyak bicara menanyakan gambar sebagai objek belajarnya, bukan menghitung. Lalu, jika Mikael mengatakan hitungannya salah. Dia akan marah dan kesal."Vin, diamlah. Dad pusing sekarang." Mikael menyandarkan punggungnya, saat Kevin mulai bertanya sebaiknya kelinci di buku menghitung diwarnai apa."Daddy, aku bertanya.""Terserahmu saja, pilih yang kau suka."Kevin mendengkus, kesal. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Mikael tidak suka. "Aku mau belajar dengan Mom saja.""Jangan...!"Mikael mengangkat Kevin ke pangkuannya, memeluk tubuh mungil itu dan membuatnya nyaman dalam kungkungan Mikael. "Mom sedang sakit Vin."Dua hari ini Eleana batuk dan demam, tadi pagi ia baru saja pergi ke dokter d

  • I Want You   Bab 38

    "Pagi, Daddy.""Pagi, Vin."Mikael mencium pipi putra kecilnya, ia ikut duduk di sebelah Kevin yang sedang sarapan roti selai buatan Oma. Pukul delapan pagi, ketika Mikael turun dari lantai atas."Mom di mana?" tanya Kevin, menatap Mikael dengan mata bulatnya."Mom masih tidur."Kevin mengerutkan kening, tidak biasanya Mommy masih tertidur saat matahari sudah menyengat seperti ini. Bocah kecil itu sampai memiringkan kepalanya bingung."Mom kecapekan, sayang.""Hm?""Mom sakit?" tanya Kevin, kaki gembulnya berusaha turun dari kursi setelah menanyakan itu pada Mikael."Vin, mau ke mana?" tanya Mikael setelah menurunkan bocah itu.Kevin tidak menjawab, ia mengambil piring berisi roti selainya yang tinggal setengah, lalu menaiki tangga dengan hati-hati."Kevin, mau ke mana, Nak?" Mom Isabelle yang melewati bawah tangga meringis, melihat bagaimana cucu pertamanya dengan susah payah menaiki tangga."Oma, V

  • I Want You   Bab 37

    Brankar pesakitan itu didorong oleh dua perawat sekaligus, melewati lorong-lorong rumah sakit yang sepi dan masuk ke dalam UGD.Sebuah tangan yang menghantam tembok, seperti saksi bahwa sebenarnya seseorang tidak ingin kejadian tiba-tiba ini terjadi.Ponsel di sakunya bergetar, sebuah panggilan masuk dari seorang bodyguard yang ia tugaskan untuk mengejar seseorang berpakaian serba hitam di bandara tadi."Bagaimana?""Kami menangkapnya, Tuan.""Jaga dia, usahakan jangan sampai kabur.""Baik, Tuan."Darah yang mengalir di buku-buku jari, tidak ia hiraukan. Ia berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD, menunggu kabar dan berharap itu bukan kabar buruk."Tuan Mikael, Nyonya Isabelle menelepon."Mikael menoleh, pada seorang bodyguard yang tadi menemaninya untuk pergi ke rumah sakit. Ia mengambil ponsel di tangan bodyguardnya dengan ragu."Kau di mana? Eleana menangis sejak tadi," cerita Isabelle."Mom, katakan p

  • I Want You   Bab 36

    "Mom, Vin ingin bertemu Dad." Eleana seperti diserang ribuan lebah berbentuk gumpalan menggemaskan dalam satu tubuh, Kevin. Putra kecilnya yang bicara tanpa henti, menanyakan sosok Daddy-nya yang sedang pergi untuk melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Rasanya Eleana sudah tidak punya alasan untuk membujuk Kevin. Karena semua bujukan yang ia buat, tidak berhasil membuat Kevin tenang. Adonan kue yang sedang ia buat sampai kebanyakan tepung terigu. "Vin, Mom sedang memasak." "Vin ingin bertemu Daddy," rengeknya, menarik-narik kaus Eleana. Seperti dengan begitu Mommy-nya akan luluh dan mempertemukannya dengan Mikael. "Mommy." Tangisan Kevin yang menggelegar membuat Eleana menaruh adonan kuenya dan langsung menggendong bocah itu. Mungkin, Kevin sudah kesal terlalu lama diabaikan oleh Eleana. "Berhenti menangis," ucap Eleana, mendudukkan Kevin di atas meja. Kevin justru memperkeras tangisannya. Membuat Eleana mendengus,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status