Share

2

Setelah menempuh beberapa jam perjalanan, Imelda akhirnya sampai dinegara tujuan. Ia mencoba mencari keberadaan pamannya akan tetapi tak kunjung ia temukan.

Imelda merogoh ponsel yang berada di sakunya. Namun sialnya, ponselnya kehabisan batrai membuat Imelda jadi kesal.

"Yah, hapeku lowbat," keluhnya.

Setelah menunggu lama, Imelda memutuskan untuk pergi seorang diri saja karena ini sudah jam dua dini hari. Lebih baik ia duduk menunggu bus datang saja daripada berlama-lama, kebetulan halte bus tak jauh dari bandara.

Kini Imel sudah duduk menunggu dihalte bus, sembari menaruh tas besarnya disamping dirinya. Imelda sedikit mengantuk, lalu tanpa disadari datang kedua preman berwajah garang yang berdiri didekatnya sambil menatap tas berharga miliknya.

Tanpa ragu preman tersebut langsung mengambil tas berharga milik Imelda untuk dibawanya kabur. Imelda yang menyadari itu lantas beranjak berdiri dan berlari untuk merebut tas berharganya kembali.

"Tolong! Tolong kembalikan! Tolong berhenti!" Teriaknya sambil mengejar penuh tenaga.

Disisi lain, Jinu yang tengah menyetir mobil dan kebetulan berhenti dilampu merah dekat halte bus tak sengaja melihat seorang gadis yang tengah meminta pertolongan dan kesusahan.

Awalnya Jinu tak peduli dan terus melajukan kendaraannya, akan tetapi ia berfikir ulang bahwa ini dini hari dan keadaan jalan begitu sepi, mau tak mau ia harus menolong gadis itu.

Jinu kemudian langsung membanting setir dan berbelok untuk mengikuti larinya kedua preman dan gadis itu.

Preman yang semula berlari karena dikejar kini ia berhenti, Imelpun berhenti sambil terengah-engah dan menunduk karena tak kuat.

Ketika Imel mulai berdiri tegap, ia menyadari bahwa ia telah masuk perangkap. Ia tak mengira bahwa akan dibawa kedua preman itu berlari hingga memasuki sebuah gang yang begitu sepi hingga ia sendiri bergidik ngeri ketika melihat preman garang itu tertawa ngeri padanya.

Imel memundurkan langkah, berniat untuk kabur tapi tiba-tiba satu preman itu muncul dibelakangnya dan langsung menghadangnya.

"Mau pergi kemana gadis manis? Hahaha" Ucapnya sembari menatap Imel seperti seekor mangsa.

Seketika Imel benar-benar gemetar ketakutan, ia sudah membayangkan hal kengerian yang akan mereka lakukan.

Ia sudah tak bisa kabur kemana lagi, ia hanya dapat duduk menunduk dan berteriak sekuat tenaga sebelum kedua preman itu menyentuhnya.

"Hahaha percuma saja kau berteriak minta tolong! Tidak akan ada yang mendengarmu," ucapnya tertawa ngeri.

Imel benar-benar menunduk, menutup matanya sembari menyilang kan kedua tangannya untuk menutupi tubuhnya yang gemetar tanpa menyerah.

Namun, sebelum kedua preman itu menyentuh Imelda, Jinu segera datang dan langsung menendang tubuh kedua preman itu agar menyingkir.

"BUGH!"

suara tendangannya membuat Imelda membuka mata dan terkaget dengan apa yang terjadi.

"Sialan!" umpat preman garang itu dan hendak memukul Jinu namun segera ia tangkis, dan balik meninju wajah preman itu secara bergantian.

Tubuh preman itu terpental dan mengeluarkan darah yang mengalir segar disudut bibirnya, membuat amarahnya memuncak dan tiba-tiba mengeluarkan sebelah pisau kecil yang ia sembunyikan dibajunya.

Preman tersebut langsung menyerang Jinu menggunakan pisau tersebut dan berniat menusuk perutnya, akan tetapi Jinu dapat menghalaunya dan melesat hingga melukai lengannya.

Tanpa ragu Jinu langsung memberi tendangan diwajah kepada kedua preman tersebut hingga mereka terjatuh dan terkapar.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Jinu kemudian, duduk sejajar untuk melihat kondisi gadis yang meminta pertolongan.

Imelda membisu, lidahnya begitu kelu. Ia hanya bisa mengangguk untuk mengiyakan, dan membuat Jinu menjadi lega.

Setelahnya Jinu menoleh untuk melihat kedua preman tersebut tetapi mereka berdua sudah kabur.

Ia kemudian melepas mantel tebalnya untuk menutupi tubuh rapuh Imelda, dan Imelda tak sanggup untuk menolaknya.

Setelahnya, mereka berdua melangkah keluar dari gang dan disitulah Imel menyadari bahwa lengan pria yang menolongnya tengah terluka.

"Lengan mu,"

"Ah ini," menoleh pada lukanya, "ini bukan apa apa kok, hanya luka kecil."

"Tapi---,"

Sebelum Imel meneruskan pembicaraan nya, ia dikejutkan oleh suara dibelakang yang memanggil namanya.

"Mel, Imel."

Pamannya memanggil dari kejauhan, membuat Imelda berbalik dan menoleh padanya.

"Kamu darimana saja? Maaf paman datang terlambat karena harus menemani bibimu."

"Iya, tidak apa-apa paman," sahutnya.

Imel kembali menoleh untuk mengucapkan rasa terimakasih pada pria yang telah menolongnya tetapi sungguh sayang, pria itu telah berlalu pergi membuat Imelda jadi begitu sedih.

"Mel," ucap paman sembari memanggil Imel yang tengah mematung, "yuk kita pulang kerumah paman sekarang!"

Imelda tersenyum pasi dan mengangguk, sebelum kemudian ia memasuki mobil milik pamannya dan melaju pergi.

****

"Cheff, lengan cheff kenapa?" tanya Dimas cemas ketika melihat lengan bosnya mengalir darah.

"Arrrgh," erangnya tanpa menjawab pertanyaan dari bawahannya itu. Ia segera duduk disofa panjang, "Dim, tolong ambilkan P3K di dalam lemari kamar!" Pintanya.

"Baik Cheff."

Dimas segera melangkah mengambil kotak P3K dan buru-buru kembali kepada bosnya, ia pun juga membantu Jinu untuk memasang perban untuk menutupi lukanya.

"Cheff yakin akan menginap disini?" tanya Dimas kemudian.

Jinu mengangguk, "untuk beberapa saat aku akan tinggal disini, disini membuatku lebih baik."

Disini adalah restoran milik Jinu dan tersedia dua ruangan dijadikannya tempat beristirahat dan satunya gudang. Daripada ia pulang kerumahnya dan harus bertengkar kembali dengan kedua orangtuanya, lebih baik dia tinggal sendiri ditempat ini.

"Kalau begitu aku akan menginap disini menemani Cheff malam ini."

"Tidak perlu, Dim!" Sahutnya.

"Ah, kenapa Cheff menolak? Cheff terluka seperti ini, takut nanti terjadi apa-apa," ucapnya penuh khawatir pada atasan yang sangat akrab dengannya.

Jinu jadi tertawa , "kau pikir hanya luka kecil seperti ini bisa membuatku langsung mati?" 

Dimas langsung menggelengkan kepalanya, "tidak Cheff, bukan begitu maksudku," ia jadi mengusap kasar rambutnya gusar, "ya sudahlah aku pulang saja kalau begitu, tapi kalau terjadi apa-apa jangan ragu untuk menghubungi ku."

Jinu mengangguk, "baiklah."

Setelah Dimas melangkah keluar, seulas senyum yang Jinu tampakkan perlahan mulai pudar dan menjadi raut wajah seseorang yang putus asa.

Ia telah mengalami gangguan pada hatinya dan harus segera menemukan pendonor yang cocok untuknya. Sayangnya, sampai saat ini tidak ada yang benar-benar cocok untuk melakukan pencangkokan hati hingga ia sendiri putus asa dan merasa hidupnya tak akan lama lagi.

Jinu memegang dadanya, merasakan perasaan yang tak lagi ada semangat hidupnya. "Tuhan, aku berserah diri kepadamu."

****

Kini sudah pagi hari, dan Imel segera bangun dan merapikan tempat tidurnya. Ia juga segera keluar kamar untuk membantu bibinya yang tengah memasak didapur.

"Bibi masak apa?" Tanya Imelda dengan ramah.

"Masak sup ayam dan beberapa seafood kesukaan pamanmu."

"Wah dari baunya sepertinya lezat," pujinya, "Imel bantu masak, bi," tawarnya.

"Boleh, asal kamu tidak keberatan."

"Enggak kok, bi." sahutnya mengulas senyum.

Imel kemudian dengan cekatan membantu bibinya menyiapkan masakan diatas meja sebelum kemudan mereka sarapan bersama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status