Teng...
Teng...
Teng...
Terdengar suara lonceng di menara ibu kota. Bunyi lonceng tiga kali menandakan suatu bahaya di dekat ibu kota. Entah di mana bahaya itu muncul, semua penduduk langsung waspada dengan pertanda itu.
Vero dan semua penghuni penginapan langsung bangun saat pagi buta itu.
"Ada apa dengan lonceng itu?" tanya Vero.
"Bunyi lonceng tiga kali... Sepertinya ada sesuatu yang berbahaya di sekitar ibu kota."
"Kalian diam di penginapan. Aku akan ke guild sekarang," ucap Vero setelah mendengar penjelasan Ken.
"Biar aku ikut bersamamu."
"Jangan Ken, kau sebaiknya tunggu di sini bersama yang lain. Jaga mereka jika terjadi sesuatu yang membahayakan."
Sehabis mengatakan itu, Vero langsung pergi menuju guild. Di perjalanan menuju guild, dia melihat semua rumah tertutup rapat serta beberapa petualang juga pergi menuju arah guild.
Sesampainya dia
Pasca serangan yang terjadi di Desa Eru, kerajaan mengirim bantuan sosial kepada mereka yang menjadi korban. Bagi prajurit yang mengalami luka serius ataupun luka sedang akan digantikan sementara sampai mereka pulih.Kabar serangan itu sudah menyebar hingga ke akademi dan menjadi topik hangat. Pembahasan serangan itu semakin menarik ketika salah seorang murid mengatakan jika yang mengalahkan ular tersebut identitasnya misterius."Aku penasaran siapa orang yang mengalahkan ular putih raksasa itu.""Yang jelas dia merupakan orang peringkat atas karena mengalahkan monster rank A.""Siapa bilang monster itu rank A biasa? Kudengar monster itu hampir dikategorikan rank S loh.""Kau serius?""Itu yang Kudengar di guild petualang saat dulu dia masih menjadi rumor.""Gila! Orang itu mengalahkannya sendirian."Obrolan teman sekelasnya membuat kuping Vero panas mendengar mereka."Sela
Hai, mohon maaf sebelumnya. Saya selaku penulis novel ini ingin mengabarkan bahwa novel ini update satu Chapter per minggu dikarenakan kesibukan. Sangat disayangkan memang namun saya harus memprioritaskan urusan pribadi. Saya juga merasa seperti tidak ada yang membaca novel ini karena selama ini hanya satu respon atau dukungan yang saya terima, itu membuat saya ragu apakah ada yang membaca cerita ini atau tidak hingga sekarang. Namun, saya akan tetap menyelesaikan novel ini hingga tamat sesuai kontrak. Kemungkinan novel ini update setiap hari sabtu atau minggu. Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini. Mohon maaf bila ada kata yang salah.
Mengejutkan. Di penginapan, Vero terkejut dengan keberadaan seorang gadis yang dia tidak pernah perkirakan akan tinggal di sana juga. Gadis itu adalah Allya. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Vero di depan meja resepsionis. "Kamu juga kenapa di sini?" tanya Allya balik dengan muka polos. "Aku tinggal di sini." "Kamu tinggal di sini juga? Astaga aku tak menyangka kita akan sepenginapan," ucapnya dengan senyuman. "Oh.. Tu-tunggu, apa maksudmu?!" "Haha.. Jangan terkejut seperti itu, mukamu yang biasanya kaku terlihat lucu saat ini." "Tidak. Aku serius bertanya, kenapa kau tidak tinggal saja di asrama akademi atau apakah kau tidak punya tempat tinggal?" tanya Vero panjang lebar. "Rumahku dari akademi cukup jauh dan tinggal di asrama sedikit kurang nyaman karena itu bukan akademi asalku." "Setidaknya ada banyak penginapan lain!" Walaupun Vero mengeluh dengan kehadiran
Pagi hari itu menjadi begitu sangat ramai. Semua murid akademi berkumpul di lapangan. Mereka duduk di kursi penonton untuk menyaksikan pertandingan yang akan dimulai pada hari pertama. Semua kursi yang disediakan hampir terisi penuh, para guru juga menyaksikan siapa bibit unggul tahun ini. "Baiklah dengan ini aku menyatakan bahwa seleksi pertama dimulai!" teriak Mazumi dari tempat duduknya. Sorakan terdengar riuh di stadium menyambut pengumuman kepala akademi. Dengan demikian, pertandingan pertama akan segera dimulai. "Bagi yang mendapatkan nomor urut pertama silakan maju. Sekali lagi, bagi yang mendapat nomor urut pertama silakan memasuki arena!" MC mengumumkan melalui speaker agar peserta segera memasuki arena. Pintu masuk arena terbuka dan seketika semua perhatian tertuju kepadanya. "A-ah, I-ini terlalu me-menakutkan.." gumam pemuda berkacamata yang saat ini berjalan menuju arena. Di
Hari seleksi pertama sudah berlalu dengan lancar. Tidak ada kecelakaan apapun yang terjadi. "Hei, bukankah hari ini giliranmu?" tanya Elvina di kursi penonton. "Ya, dan itu bukan urusanmu," jawab Vero dengan menutup matanya. Elvina yang melihat reaksi jawaban dari Vero merasa amat kesal. Dia kesal karena sikap yang diberikan kepadanya berbeda dengan sikap yang diberikan kepada Allya. "Kamu mendapat nomor urut ke berapa?" balas Allya mendengar percakapan keduanya. "Kenapa? Aku mendapat nomor tiga puluh enam," jawab Vero dengan menghadap ke arah Allya. Sebenarnya Vero hanya mengerjai Elvina dengan berperilaku seperti itu karena merasa bosan. "Sekarang sudah urutan tiga puluh, sebaiknya kau bersiap sekarang juga sana!" kesal Elvina. "Kau bisa diam tidak? Aku sudah tau itu, Elvina." Elvina membuang muka dengan raut wajah kesalnya. Dia benar-benar kesal dengan Vero saat ini. Saat mereka bertiga mengobrol, s
Hari ini merupakan babak penyisihan empat puluh besar. Mereka yang berhasil lolos hingga tahap ini akan diseleksi kembali menjadi dua puluh besar. "Kuharap kita bisa bertanding, Vero." "Kuharap tidak." "Ayolah, kali ini aku akan serius menghadapimu." "Kau tidak bosan kalah dariku, Rei?" Di bangku ruang tunggu, Reito terus berbicara dengan Vero. Dia ingin sekali menantang Vero bertanding. Namun, kali ini pertandingan dilakukan dengan pengundian. Setiap peserta akan menulis nama mereka masing-masing di atas sebuah lembar kertas. Lembaran-lembaran itu dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah kotak. Terdapat dua petugas yang akan mengambil masing-masing satu lembaran itu, kemudian nama yang muncul akan bertanding satu sama lain. "Baik, sekarang kami akan mengambil nama kalian. Apapun hasilnya, tidak dapat diganggu gugat." Dua petugas maju ke depan kotak. Mereka mengambil masing-m
Sudah sehari terlewat semenjak pertandingan Vero dengan Ferry. Pertandingan keduanya bisa dikatakan sangat menarik perhatian satu akademi. Saat hampir semua murid membicarakan pertandingan keduanya di asrama, Vero saat ini berada penginapan. Menjalani kegiatan rutinnya. "Biarkan aku juga membantumu memasak," tawar Allya di depan pintu dapur. "Kau lebih baik jangan mengacau. Jadilah anak baik." "Nak Vero, jangan seperti itu. Allya berniat baik untuk menolong kita di dapur. Setidaknya jawab dia dengan baik." "Kalau ibu bilang begitu... Kau bisa membantuku menyiapkan makanan. Yui, tolong urus dia." Yui yang mendengar itu tentu terlihat antusias namun tidak menunjukkannya secara terang-terangan. Dia merasa tertolong dengan bantuan Allya. Allya secara cepat beradaptasi dengan suasana dapur. Tidak ada kesalahan yang diperbuat olehnya. Berkat dirinya pekerjaan terasa lebih ringan dari biasanya. "K
Di tengah malam gelap gulita, seseorang keluar dari penginapan. Dia keluar layaknya seorang pencuri yang mengendap-endap. Orang itu pergi mengunjungi sebuah rumah yang berjarak enam rumah dari penginapan palapa. Tok tok... Pintu rumah yang diketuk itu kemudian terbuka menampilkan ruangan terang benerang. "Kau kembali?" "Aku ingin bertemu ketua." "Ketua saat ini istirahat, kau sampaikan saja kepadaku." "... Kalau begitu aku akan kembali besok." Pria yang diajak berbicara membuat muka masam. Pasalnya orang di depannya itu terlihat mencurigai dirinya. "Ketua ada di dalam, dia menunggumu." Pria itu membuka suara ketika orang tadi hampir sepenuhnya keluar dari pintu. "Aku tambah mencurigaimu," balasnya sambil melewati pria tersebut. Di balik pintu itu duduk seorang pria tua dengan sebuah buku di tangannya. "Apa ada yang ingin kau sampaikan malam-malam begini?"