Share

Abigail

Chivas pergi meninggalkan toko perhiasan dengan hati kesal. Ia memilih pamit pada orang-orang dan menikmati suasana mall sendirian tanpa diganggu siapa pun. 

Dugg

Seorang anak kecil berlari-lari dan menabraknya dari belakang. Spontan, Chivas menoleh ke belakang tanpa membalikkan badan. 

'Sepertinya wajah bocah ini tak asing bagiku!' gumamnya dalam hati. 

"Maafkan aku, Om!" seru bocah laki-laki dengan pakaian yang tampak berantakan. 

Chivas mengedarkan pandangan sebelum menjawab permintaan maaf dari bocah yang menabrak dirinya. 

Tak menemukan seseorang yang sekiranya mencari bocah di hadapannya saat ini, Chivas berjongkok supaya mempermudah dirinya menjangkau si bocah kecil. 

Sembari mengelus lembut rambut cepak bocah laki-laki itu, Chivas mengangguk ramah seraya tersenyum tipis. 

"Tidak apa-apa. Hei bocah, di mana orang tuamu? Kenapa kau sendirian?" tanya Chivas penasaran. Saking penasarannya, Chivas masih mengedarkan pandangan ke segala arah. Siapa tahu ada orang yang mencari bocah yang belum ia ketahui namanya tersebut. 

Bocah itu tersenyum lalu mengacungkan jari telunjuknya ke arah di mana ia meninggalkan tempat terakhir yang ia kunjungi sebelum kehilangan orang tuanya. 

"Tadi aku dari sana, Om! Melihat Mommy sibuk memilih sepatu, aku berjalan-jalan sendirian. Saat aku kembali ke sana, Mommy sudah tidak ada!" jawabnya dengan wajah sendu. 

"Oh, begitu. Namamu siapa, bocah?" tanya Chivas ingin tahu. Demi membantu bocah itu menemukan orang tuanya, hal pertama yang ia ketahui adalah nama dan identitasnya. 

"Namaku Abigail. Kau bisa memanggilku Abigail si bocah tampan!" celetuk bocah itu dengan narsisnya. Ia mulai bersikap santai tak menunjukkan kesedihan karena kehilangan orang tuanya. 

"Baiklah, Abigail! Aku hanya akan memanggilmu dengan namamu, tidak untuk embel-embel di belakang nama itu! Menggelikan sekali!" sanggah Chivas. "Ayo kita menuju bagian informasi dan mengatakan pada mereka bahwa kau kehilangan orang tuamu!" ajak Chivas yang baru kali ini bisa lebih dekat dengan seorang anak kecil. 

"Baik, Om! Ayo!" pekik Abigail senang. Matanya berbinar-binar seperti seseorang yang menemukan harta karun. Bahagia yang tak terkira. 

******

Di bagian informasi. Seorang wanita berusia sekitar tiga puluh dua tahun tengah menceritakan detail kehilangan pada karyawan yang bertugas di sana. 

Wanita itu tampak gelisah sambil berjalan mondar-mandir usai menceritakan segalanya terkait kehilangan yang baru saja ia alami. 

"Mommy!" teriak seorang anak kecil yang tak asing memasuki indera pendengarannya. 

Wanita yang bernama Leona itu mengarahkan pandangannya ke sumber suara. Raut wajahnya berubah seketika. Seseorang yang ia cari berlari mendekat ke arahnya. 

"Mommy! Peluk aku! Peluk aku!" pekiknya senang bisa bertemu kembali dengan sang ibu. 

Chivas terkejut. Wanita itu adalah Leona. Sesaat pandangannya tertuju pada pasangan ibu dan anak yang tengah berpelukan. Pantas saja ia merasa tak asing, ternyata anak ini adalah anak dari wanita itu. 

"Bukankah sudah Mommy bilang, tunggu Mommy! Jangan kemana-mana! Kenapa kau susah sekali diberitahu oleh Mommy!" keluh Leona yang terlihat khawatir sekali. Meski terdengar seperti sedang memarahi, tapi itu sebenarnya adalah wujud kasih sayangnya pada Abigail. 

Abigail menunduk pasrah dan menyadari kesalahannya. Ia hampir saja menangis kalau tidak dipeluk oleh Leona. 

"Mommy khawatir sekali padamu, Abigail! Mommy takut tidak bisa menemukanmu. Kau tahu 'kan besarnya cinta dan sayang Mommy padamu?" 

Abigail mendongakkan kepalanya. Ia mengangguk beberapa kali hingga memutuskan memeluk sang ibu yang dilanda kepanikan dan ketakutan besar. Bocah lima tahun itu memeluk tubuh sang ibu dengan erat, takut terlepas. 

"Maafkan aku, Mommy! Aku janji tidak akan melakukan kesalahan ini padamu. Aku tidak ingin membuatmu bersedih. Mommy mau 'kan memaafkan aku?" Abigail menyalakan mode puppy eyes di kedua matanya hingga membuat wanita yang ia sebut mommy itu mengurungkan niatnya untuk kembali meluncurkan kalimat penuh kekecewaan. 

Leona bersimpuh dan balas memeluk putranya. "Mommy memaafkanmu. Jangan kau ulangi lagi, ya!" pintanya penuh kelembutan. Aura seorang ibu tak diragukan lagi pada setiap kata-kata yang keluar dari bibirnya. 

Abigail melepaskan pelukan, lalu menatap wajah ibunya yang basah oleh air mata. Ia menyeka cairan itu dari kedua pipi sang ibu dan berkata, "Tersenyumlah Mommy! Aku tidak mau melihatmu bersedih lagi, Mommy! Untung saja ada Om baik ini!" lanjutnya kemudian yang mengingat keberadaan Chivas di sekitar mereka berdua. 

"Oh, maaf. Kami berdua malah mengabaikan keberadaanmu! Terima kasih sudah menolong anakku!" ucap Leona terharu. Wanita itu mengulas senyum manis. "Tunggu dulu, bukankah kau pria yang tadi?" lanjutnya memastikan. 

Chivas tak menanggapi apa pun. Ia terdiam selama beberapa saat hingga pada akhirnya ia memilih mengangguk dan memutuskan meninggalkan keduanya. 

Tanpa mereka sadari, pemandangan itu terrekam jelas dalam penglihatan Quila. 

'Siapa sebenarnya wanita itu? Ada hubungan apa dengan Chivas? Kenapa raut wajah Chivas berubah saat berdekatan dengannya?' berondong tanya menyeruak dalam pikiran Quila. 

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status