Share

I'm Your Destiny
I'm Your Destiny
Penulis: Fredelina Putri

Sweet Trap

"Keluar dari kamarku sekarang juga!" 

"Tidak akan!" 

"Kalau kau berani maju selangkah lagi, kau akan menyesalinya!" 

"Tidak akan, because tonight, I'm yours!" 

***

Pagi menyambut, mengganti gelapnya malam dengan sinar terang yang melewati setiap celah jendela sebuah kamar megah nan luas milik. Dua manusia berlawanan jenis di atas ranjang masih menikmati indahnya alam mimpi sambil berpelukan. 

Seseorang membuka pintu kamar tanpa mengetuk sebelumnya. Wanita paruh baya yang masih tampak ayu dan juga berkelas itu masuk ke dalam kamar anak bungsunya. 

Ceklek 

Pintu terbuka menampakkan pemandangan di luar nalar. 

"Chivas!" teriak Margarita pada dua manusia yang tubuhnya masih terbalut selimut tebal. 

Posisi sepasang manusia itu amat tak wajar. Keduanya bukan suami istri. Menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih juga bukan. Apakah mereka semalam berbuat gila? 

Manik mata Margarita terus tertuju pada tubuh polos keduanya. 

"Chivas!" panggil Nyonya Margarita sekali lagi. 

Panggilan kedua akhirnya masuk ke dalam indera pendengaran sang pria muda yang masih berjuang melawan rasa kantuk. 

Perempuan yang ada di samping pria yang dipanggil namanya itu pun mengerjapkan mata perlahan-lahan. 

"Mama!" seru Chivas pada sang ibu. Spontan ia menutupi tubuh bagian bawahnya yang sedikit tersingkap. Ditatapnya perempuan di sampingnya yang juga ikut terkejut. 

"Apa yang kalian berdua lakukan semalam? Kalian berdua, temui Mama di ruang keluarga lima belas menit lagi!" titah Margarita tak bisa dibantah. 

***

Di ruang keluarga milik Pisco Abraham. Seluruh anggota keluarga telah berkumpul. Pisco menatap semua orang yang duduk mengelilinginya. 

"Aku bisa menjelaskannya, Ma, Pa. Aku dijebak!" jelas Chivas melirik perempuan yang tertunduk lesu di seberang tempat duduknya. 

"Dijebak? Hah, kau bohong!" sahut Fizz, kakak pertama Chivas. 

"Ya, kau bohong. Siapa juga yang ingin menjebakmu? Lagipula Quila baru semalam mendarat dari Inggris dan menginap di sini, kau pasti yang telah menggodanya bukan?" tuduh Daisy, kakak kedua Chivas. 

Kedua kakak perempuan Chivas kompak menuduh adik bungsunya berbohong. Chivas menahan kesal, tanpa ia sadari tangannya mengepal di bawah meja. 

"Aku tidak seperti itu, Kak! Percayalah padaku!" pinta Chivas pada kedua kakaknya. 

"Kau seperti aktor yang baru saja memenangkan penghargaan, aktingmu sangat bagus hingga bisa menipu para penonton. Mana ada maling mengaku maling, kalau iya penjara pasti penuh! Ck, ck, ck," sindir Fizz. 

Kakak beradik itu mulai merasa benar dengan keyakinannya masing-masing. Perdebatan itu semakin memanas dan alot. Satu pihak merasa pendapatnya paling benar, tak menerima bantahan. 

"Cukup!" hardik Pisco menghentikan perdebatan anak-anaknya. 

Margarita dan Pisco saling berpandangan satu sama lain, keduanya bingung hendak mempercayai ucapan dari anaknya yang mana. Tatapan keduanya kini tertuju pada Quila yang masih menundukkan wajahnya dan duduk di sofa single. 

"Quila, kemarilah sayang, aku tahu kau pasti ketakutan. Semua ini pasti akan Chivas selesaikan dengan baik. Benar begitu, Chivas?" tanya Margarita usai menenangkan Quila. 

Perempuan yang bernama Quila mendekati Margarita dan duduk tepat di sebelahnya. 

Quila menitikkan air mata. Chivas melihat sudut kelopak mata Quila basah. 

"Kau yang datang ke kamarku semalam!" teriak Chivas sambil menuding Quila, ia lelah membela diri karena terus disalahkan oleh seluruh anggota keluarganya. 

"Quila?" tanya Margarita tak percaya.

Quila beranjak dari sofa, ia berdiri dan memandang satu per satu keluarga Pisco Abraham. 

"Maafkan aku jika kedatanganku di sini justru membuat keluarga kalian bertengkar, lebih baik Quila pergi dari sini dan mencari tempat tinggal sementara sampai rumah selesai direnovasi," ucap Quila bernada sendu. "Untuk masalah semalam, aku sudah memaafkanmu, Chivas, mungkin kau sedang mabuk," lanjut Quila sembari terisak. 

Quila hampir keluar dari ruangan tersebut, namun, genggaman tangan seseorang menghentikan langkahnya. 

"Jangan pergi, Quila! Chivas harus bertanggung jawab padamu. Darah di atas ranjang itu adalah bukti bahwa semalam kalian telah menghabiskan waktu berdua. Aku sudah menikah jadi aku tahu dengan jelas apa yang telah kalian berdua lakukan. Entah Chivas mabuk atau tidak, dia harus bertanggung jawab padamu sepenuhnya," tegas Margarita. 

"Mama! Aku tidak melakukan itu dengan sengaja, semalam aku benar-benar tak sadar. Aku yakin ada yang tidak beres dan janggal di sini. Mama dan Papa harus percaya padaku, aku akan mencari bukti," seru Chivas mencoba meyakinkan kedua orang tuanya. 

"Percuma! Membuktikan apapun tidak ada gunanya. Kau sudah membuat Quila kehilangan mahkota berharganya. Kau harus menikahinya. Mau membantah sekalipun, darah di atas ranjang sudah menjadi bukti kuat apa yang kalian lakukan semalam! Apa yang akan dikatakan oleh Om Jack? Kau sudah menodai anak gadisnya yang dititipkan di sini. Mama dan Papa kecewa padamu," ucap Margarita dan berlalu dari ruangan itu diikuti sang suami. 

"Tunjukkan kalau kau pria sejati, jangan lempar tanggung jawab dan tak mau mengakui kesalahan!" tegas Pisco sebelum menghilang dari balik pintu. 

"Kami kecewa padamu, Chivas!" ujar Daisy penuh penekanan.

"Quila, ayo tidurlah di kamarku supaya kau lebih tenang dan aman dari pria ini! Aku malu menyebutnya sebagai adikku," ajak Fizz pada Quila dan sempat melirik ke arah adik bungsunya dengan tatapan sulit diartikan. 

Sepeninggal semua anggota keluarganya, Chivas memukul dinding dengan amarah yang menggebu. 

"Aaaaaaarrggg! Brengsek!" teriak Chivas mengepalkan tangan bak memukul sosok tak kasatmata. 

***

Chivas mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju sebuah klub bilyard yang ada di pusat kota. 

Plang besar bertuliskan huruf timbul EXCELIO BILYARD menjadi tempat tujuannya saat ini. Klub itu adalah miliknya. 

Chivas keluar dari mobil mewahnya dengan gontai. Hati dan pikirannya sedang tak bersahabat dengan keadaan. 

"Morning, Kakak," greeting karyawan bilyard yang bertugas membukakan pintu untuk semua pengunjung dan baru menyadari bahwa itu adalah bosnya. 

"Hemm," jawab Chivas lebih terdengar seperti sebuah deheman daripada jawaban.

Pria tampan itu menuju ke lantai tiga tempat favoritnya berkumpul dengan kedua sahabatnya. Scott dan Agave. 

"Hai, Bro. What's up yoo, ada apa dengan wajahmu yang ditekuk itu?" sapa Scott saat melihat raut wajah Chivas yang lebih dingin dari biasanya. 

Chivas duduk di sofa samping meja bilyard mereka. 

"Ada apa? Tidak biasanya kau diam saja," timpal Agave yang setuju dengan pertanyaan Scott sebelumnya. 

"Aku dipaksa menikah oleh Papa dan Mama gara-gara perempuan gila itu," pekik Chivas. 

"Perempuan gila? Siapa dia?" 

"Quila," jawab Chivas singkat. 

"Model cantik yang baru kembali dari Inggris itu?" tanya Scott antusias. 

Anggukan dengan tempo cepat menjadi jawaban atas pertanyaan Scott pada Chivas. 

"Dia bukan perempuan gila! Tapi perempuan yang dapat membuat kaum adam tergila-gila, contohnya aku," sahut Agave. 

"Kalau kau mau, ambil saja dia. Aku tak butuh perempuan dalam hidupku. Semua salahnya. Aku sangat membencinya!" umpat Chivas. 

Amarah Chivas tak dapat terbendung lagi. Emosi sudah merayap ke dalam pikirannya hingga ia sudah tak bisa mengontrol akal sehatnya. 

"Brengsek! Aku tidak akan mau menikah dengannya. Aku tidak sudi! Kupastikan dia akan menyesal telah melakukan ini padaku!" teriak Chivas sembari menjambak rambutnya. 

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
barlaman si jon
Dih! Kok gitu chivas. Laki-laki harus gentle dong...., walaupun nggak sengaja, tapi nyatanya Quila udah koyak gara-gara dia. Jadi kamu harus tanggung jawab Chivas!!!
goodnovel comment avatar
barlaman si jon
Dih! Kok gitu chivas. Laki-laki harus gentle dong...., walaupun nggak sengaja, tapi nyatanya Quila udah koyak gara-gara dia. Jadi kamu harus tanggung jawab Chivas!!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status