Home / Rumah Tangga / IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU / Bab 6. Keributan di Rumah Sakit

Share

Bab 6. Keributan di Rumah Sakit

Author: Ananda Zhia
last update Last Updated: 2022-09-03 08:40:31

Setelah mendengarkan dokter kandungan yang mengomel panjang kali lebar kali tinggi, aku dan ibu pun pamit melangkahkan kaki keluar dari ruang dokter dengan perasaan amburadul.

"Met, ibu capek. Kita istirahat di ruangan nifasnya si Yana saja ya," pinta ibu.

 

Aku mengangguk. Aku juga merasakan kelelahan yang menyerbu leher dan pundak akibat terlalu tegang memikirkan nasib anak istri. 

 

Kami berjalan perlahan menuju ruang nifas. 

 

"Ibu tadi kok berani banget sih membantah dokternya?" tanyaku pada ibu.

 

Ibu melirik galak padaku. "Ibu cuma mau cari dukungan, Met. Karena hal seperti itu yang ibu kenal selama ibu masih muda dulu."

 

"Tapi kan justru ibu yang mendapat omelan dari dokter," tukasku cepat.

 

Ibu hanya diam tanpa menjawab dengan sepotong kalimatpun.

 

"Slamet takut jika orang tua Yana sampai tahu soal rumput fatimah tersebut, terus menuntut kita gimana dong Bu?"

 

Ibu juga tampak terkejut. "Lah, kamu jangan bilang kalau karena rumput fatimah dong. Lagian banyak yang minum tapi enggak apa-apa tuh. Itu si Yana aja yang lemah fisiknya."

 

"Kalau keluarga Yana nyuruh kami berpisah, gimana dong Bu?"

 

"Ya kebetulan dong. Biar kamu bisa memilih yang lain."

 

"Lah kalau kita dilaporin polisi, gimana dong?"

 

"Atas tuduhan apa? Kita kan nggak melakukan kejahatan apa-apa." 

 

Aku terdiam. Tiba-tiba terdengar dering telepon. 

 

Dan aku sangat terkejut saat melihat nama peneleponnya.

 

"Bapak mertua..,"

 

Dengan takut-takut aku menekan layar lalu mendekatkan ke telinga.

 

"Assalamualaikum."

 

"Waalaikumsalam, Slamet? Kenapa ndak ngabari bapak sama ibu kalau Yana sudah melahirkan?"

 

Aku terdiam. Wah, berat ini. Jujur saja aku tidak mengabari bapak dan ibu mertua karena lupa. Kondisi Yana yang sudah seperti itu membuatku lupa untuk memberitahu orangtuanya saking paniknya. Takut juga sih. Karena kondisi Yana benar-benar di luar perkiraan.

 

"Ya, sebenarnya ini mau memberitahu bapak dan ibu, tapi sudah keduluan bapak dan ibu yang nelepon," sahutku.

 

"Masak sih? Tadi kok Dina telepon bapak, katanya Yana operasi dan butuh darah banyak? Malah kamu bilang agar merahasiakan dari bapak," tanya bapak mertua dari ujung telepon. Suaranya terdengar berat dan menyeramkan.

 

Mamp*s kan. Emang mbak Dina super cerewet. Untung aku belum memberitahu tentang pengangkatan rahim pada keluarganya. Bisa-bisa jadi sate nih.

 

"Yana malas gerak Pak, karena itu kepala bayinya tidak mau turun dan akhirnya perdarahan," tukasku berbohong. 

 

"Memang ada hubungannya antara malas gerak dengan perdarahan? Lagipula saya tidak percaya kalau Yana malas gerak. Dia itu anak yang paling rajin. Pasti ada yang terjadi dengan Yana saat bersalin."

 

Aku menghela nafas.

 

"Ya sudah kalau bapak tidak percaya. Tapi saya dan ibu sudah melakukan yang terbaik untuk Yana," tukasku kesal.

 

Suara di seberang terdiam. 

 

"Ya sudah. Kami akan kesana sekarang. Di rumah sakit mana Yana dirawat?"

 

"RSUD," tukasku pendek.

 

"Kalau anak Yana gimana kabarnya? Sehatkan?"

 

Mamp*s dua kali!

 

"Masih dibawa ke ruang bayi Pak. Keluarga tidak boleh masuk," sahutku menghindar.

 

"Ya sudah. Bapak sama ibu mau kesana,"

 

"Ya Pak, Slamet tunggu," tukasku lalu menutup telepon setelah mengucap salam.

 

"Apa kata mertuamu?" tanya ibu dengan wajah cemas.

 

"Bapak dan ibu mau kesini." 

 

"Terus apa mereka sudah tahu tentang kondisi Yana yang sebenarnya?"

 

Aku menggeleng. "Belum, entahlah kalau sampai tahu."

 

Belum sempat ibu menyahut, ponselku berdering lagi. Rupanya dari mas Ali.

 

"Dek, kami sudah sampai di tempat parkir rumah sakit, gimana caranya donor? Kamu jemput kami ya," kata mas Ali.

 

"Baik Mas."

 

"Ibu, Slamet jemput mbak Dina dan mas Ali dulu."

 

"Iya. Kalau bisa jangan bikin keluarga Yana marah sama kita. Pokoknya aturlah gimana caranya biar mereka mengira kejadian ini karena kesalahan Yana, bisa?" 

 

"Bisa Bu," tukasku mengangguk lalu segera melesat pergi. 

 

"Mas! Mbak!" aku melambaikan tangan ke arah mas Ali dan mbak Dina. Wah, benar. Mereka berdua mengajak beberapa orang untuk ke rumah sakit.

 

"Gimana kondisi Yana?" tanya mas Ali cemas.

 

"Masih belum sadar Mas. Ada di ruang ICU."

 

"Kok bisa sih perdarahan gitu? Kamu apakan adik kami?" tanya mbak Dina penuh selidik.

 

"Yana itu yang males gerak mbak, jadi susah persalinannya. Sudah mbak, sekarang yang lebih penting, Yana membutuhkan darah. Ini tolong dibawa ke PMI ya Mbak," Aku menyerahkan secarik amplop pada mbak Dina dan mas Ali.

 

"Baiklah," tukas mbak Dina dan berlalu pergi. 

 

"Huft, satu masalah terselesaikan," gumamku lega.

 

***

 

"Piye reaksi keluarganya Yana? Mereka tahu nggak tentang kondisi yang sebenarnya pada Yana?" ibu memberondongku dengan pertanyaan saat aku baru saja muncul. 

 

Aku menghembuskan nafas kasar. 

 

"Sementara ini Slamet hanya mengatakan kalau kondisi Yana disebabkan oleh kemalasannya saat hamil. Jadi persalinannya susah. Slamet tidak menyebutkan rumput fatimah dan rahim robek."

 

"Ya emang gitu kan kejadiannya. Karena rahim Yana yang terlalu lemah, minum rendaman rumput fatimah saja jebol," tukas ibu ketus.

 

"Tapi nanti gimana kalau keluarga Yana tanya langsung ke dokternya?" tanyaku.

 

"Ya udah biarin aja. Salah sendiri kurus kering. Coba badannya seperti badannya ibu, subur dan kuat melahirkan anak hanya dengan minum air rendaman rumput fatimah."

 

"Ya sudahlah Bu, mungkin sudah takdir kalau kelahirannya Yana seperti ini."

 

Ibu hanya terdiam mendengarkan ucapanku.

***

Sekitar 1 jam kemudian, mas Ali dan mbak Dina telah sampai di rumah sakit kembali sambil membawa dua kantong darah.*

 

"Met, ini darahnya. Ayo kita antar ke ruangan ICU," tukas mbak Dina. 

 

Aku menurut dan mengikuti langkah cepat mbak Dina lalu menuju ke ruang Yana dirawat.

 

"Ya Allah dek, cepat sembuh ya. Semoga kembali sehat,"lirih mbak Dina berucap di balik tembok kaca tebal yang memisahkan kami.

 

"Aamiin," tukasku.

 

"Jadi gimana bisa seperti ini? Cerita yang lengkap Met!" seru mas Ali melotot kearahku.

 

"Melihat kondisi Yana yang seperti ini, tidak mungkin kalau hanya malas gerak saja. Mas mungkin hanya lulusan SMF, tapi Mas juga kerja di rumah sakit. Ini jelas karena ada sesuatu yang salah pada penanganan persalinan," mas Ali mendekat padaku.

 

Aku menunduk. 

 

"Hei, kamu nuduh kami berbohong dan melakukan sesuatu pada Yana?" tiba-tiba terdengar suara ibu di belakangku.

 

"Saya tidak menuduh Ibu berbohong. Saya cuma tidak ingin ada sesuatu ditutup-tutupi padahal berkaitan dengan nyawa adik saya. Jika kalian terbukti membuat adik saya sampai seperti ini, kalian akan menyesal," suara mas Ali terdengar mengancam dan mendirikan bulu roma.

 

***

 

Baru saja aku dan ibu pulang dari  makan malam di kantin rumah sakit, saat di koridor kami bertemu dengan bapak Yana yang tiba-tiba merengsek maju ke arahku, mencengkeram krah baju lalu meninju wajahku.

Buaaaaghhhh!

Catatan kaki: 

 

*Transfusi darah, ada 4 macam golongan darah yaitu A, B, AB, dan O. Dahulu golongan darah O disebut donor universal, yaitu golongan darah yang bisa memberikan darahnya ke siapa saja. Dan golongan darah AB merupakan resipien universal yaitu golongan darah yang bisa menerima semua jenis golongan darah. Tapi semakin berkembang zaman, sekarang transfusi hanya dilakukan dengan sesama golongan darah saja. 

 

Stok kosong di PMI bukan berarti beneran kosong melompong ya. Ada cadangan 1 atau 2 kantong. Jadi keluarga pasien yang membutuhkan darah, diharap membawa pendonor sebagai ganti stok yang diberikan pada pasien tersebut.

 

*SMF = Sekolah Menengah Farmasi

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    71. Ending

    Tita berdiri sambil menyeringai di depan restoran milik Bagas. Kondisi restoran Bagas yang menurun dari bulan ke bulan menyebabkan dia harus memberhentikan beberapa karyawan termasuk satpam yang biasanya berjaga di pintu keluar.Tita segera menyalakan korek api dan melemparkannya ke arah restoran milik Bagas. Api menjalar dengan cepat membakar bagian depan restoran Bagas. Tita dengan rasa puas pun masuk lagi ke dalam mobilnya. "Mampus kamu, Yana. Aku baru bisa mati dengan tenang kalau kalian bangkrut. Aku tidak peduli lagi jika aku harus ditangkap polisi setelah ini. Yang penting aku bisa melihatmu apes," tukas Tita sambil melaju ke arah rumah sakit. ***Bagas terjaga dari tidur saat mendengar dering ponselnya berbunyi nyaring. Tanpa melihat nama penelepon, Bagas mendekatkan benda itu ke telinga."Halo.""Halo, Pak. Restoran Bapak kebakaran!"Mata Bagas langsung terbelalak. "Hah, tidak mungkin! Kamu siapa, jangan mengajak bercanda saya!""Demi Tuhan, Pak. Saya Doni, pemilik fotoko

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    70. Positif HIV

    Tiiin!"Aaarghhh!"Slamet menjerit saat motor itu menabraknya. Lelaki itu terjatuh dan mengerang kesakitan. Sementara itu, pengendara motor yang menabraknya juga terjatuh. "Aaargh, tolong!"Slamet berteriak kesakitan sementara pengendara motor yang ikut terjatuh, sudah tidak sadarkan diri. Darah bercucuran dari kepala pengendara motor tersebut. Beberapa orang yang mendengar suara tabrakan motor dan suara erangan Slamet mengerumuninya. "Astaga, Slamet! Tulang kamu sampai terlihat!" jerit Tita kaget seraya menuding siku Slamet. "Aduh Mbak, sakit banget! Rasanya kayak mau mati! Bawa aku ke rumah sakit atau panggil ambulance mbak!!!" seru Slamet di tengah erangan kesakitan nya. "O-oke. Baiklah. Kamu tenang dulu. Aku akan segera menelepon ambulance."Slamet dan kedua kakak nya terkejut saat mendengar dokter mengatakan vonis yang begitu meruntuhkan hatinya. "Bapak mengalami patah tulang luar. Jadi harus operasi hari ini. Masalah utamanya adalah Bapak mengalami positif HIV."Slamet me

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    69. Rencana Slamet

    "Wah, mbak Eva berubah banyak ya sejak aku pergi!" seru Slamet sambil menenteng mobilnya. "Iya dong. Aku udah perawatan salon dan ke klub fitness. Bodiku sudah mulai oke. Aku tinggal cari mangsa," tukas Eva yakin. Tita dengan santainya memakan apel di depannya. "Aku juga semakin intens dengan pak Suryo. Tidak ada lagi keinginan ku untuk merayu Bagas lagi. Aku sudah menemukan sumber uang dan aku tidak ingin kehilangan nya.""Wah, bagus deh kalau begitu. Gimana kalau Mbak Eva juga dikenalkan pada teman-teman pak Suryo? Kali aja ada yang berminat?" usul Slamet."Nantilah. Baru dua minggu juga perawatan nya. Belum maksimal nih.""Ngomong-ngomong kamu apa kabar? Gila bener kamu udah nggak pulang dua minggu."Slamet hanya nyengir saja. Lalu menunjukkan layar ponsel nya. Kedua kakaknya mendelik. "Seratus juta? Gila, Met. Kita bisa bikin kafe mungil lalu dengan perlahan-lahan kita perluas kafenya," tukas Tita dengan mata berbinar. "Yah, itu dia. Awalnya arisan brondong nya hanya seminggu

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    68. Arisan Brondong

    Slamet baru saja menuntaskan hasratnya pada Sasa, saat mendadak ponsel Sasa berbunyi nyaring. Dengan setengah hati, Sasa meraih ponselnya. Sesaat setelah bercakap-cakap, Sasa mengakhiri panggilan dan memeluk erat tubuh Slamet. "Ada apa nih? Kamu kok kelihatan nya seneng banget, Yang?" tanya Slamet penasaran. Dibelainya rambut Sasa dan diciumnya kening Sasa dengan lembut. "Aku berhasil, Yang. Bisnisku deal!" tukas Salsa bangga dan bahagia."Hm, syukurlah kalau begitu. Kamu itu sebenarnya kerja apa sih?" tanya Slamet akhirnya. Sasa menatap wajah Slamet dengan serius. "Bisnis ku banyak. Apa benar kamu ingin tahu? Tapi ada syaratnya."Slamet mengerutkan keningnya. "Pakai syarat segala. Emang bisnis apa sih?" tanya Slamet. Rasa penasaran kini berbalut rasa curiga.'Jangan-jangan Sasa bisnis organ manusia atau narkoba? Dia kan kayak enggak kekurangan uang?' tanya Slamet dalam hati. Sasa menyeringai. "Jadi kuberitahu pekerjaan ku, tapi jika kamu menjauh, aku akan membunuhmu. Kalau ka

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    67. Pekerjaan Haram

    "Oke. Deal!"Tanpa berpikir panjang, Slamet mengiyakan ajakan Sasa. Sasa tersenyum penuh kemenangan. "Baiklah. Tapi aku juga ingin meminta tolong padamu."Slamet mengernyitkan dahinya. "Menolong apa? Aku nggak punya uang untuk menolong mu, Sa."Sasa tertawa. "Bukan uang yang kupinta. Tapi kesediaan kamu untuk keperkenalkan pada teman-teman ku.""Hm, oke. Tidak masalah kalau kamu butuh pencitraan, Sa. Aku bersedia diperkenalkan pada teman-teman kamu."Sasa pun mengangguk dan menggenggam telapak tangan Slamet. Ada senyum aneh terukir di bibir Sasa. "Apa kita harus melakukannya sekarang?" tanya Slamet saat mereka sudah berada di kamar hotel. Sasa mendekat ke arah Slamet tanpa ragu. Bahkan perempuan itu mulai membuka kaos hitam yang dikenakan Slamet. "Apa kamu tidak ingin melakukan nya? Saya sudah mengamati kamu di tempat fitnes beberapa minggu. Dan sekarang baru berani mengajakmu check in," tukas Sasa sambil berbisik di telinga Slamet.Slamet menelan ludah. Hatinya penuh keraguan, ta

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    66. Tawaran Menggiurkan

    "Ada apa, Dek?" tanya Ani panik. Takut terjadi sesuatu pada adik-adik di panti asuhan nya. Adik-adik dari panti asuhannya terengah-engah di hadapan Ani. "Ada apa, Dek? Apa ada yang terluka?" tanya Ani sekali lagi. Adik-adik pantinya menggeleng. "Justru tidak Mbak, kami membawa berita bagus. Tapi kami takut Mbak ini tidak dapat melakukan nya."Ani mengerutkan keningnya. "Ada apa sih?""Tujuh puluh lima bungkus keripik debog pisang abis, Mbak!"Mata Ani berbinar mendengarnya. "Wah benarkah? Alhamdulillah dong!""Bahkan ada yang pesan lagi. Ini sudah ada yang pesan sekitar 200 bungkus. Dan minta selesai dalam waktu dua hari."Ani mendelik tapi senyumnya terkembang. Bahagia walau kaget."Wah, kalau begitu kalian harus membantu Mbak dong!""Tentu saja, Mbak. Apapun akan kami lakukan demi kemajuan panti asuhan kita. Apalagi kalau nanti kita punya toko sendiri. Kita bisa memperkerjakan anak-anak yang sudah lulus SMA. Seperti aku, misalnya," sahut salah seorang adik panti asuhan Ani. Ani

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status