Share

SATU

Kata orang tua, jangan sekali-sekali menyentuh alkohol jika belum siap atau emosi kamu sedang tidak stabil. Tahu kenapa? itu bisa merugikan diri sendiri.

Vera sempat menertawakan betapa kolot pandangan kedua orang tuanya, dan sekarang dia harus menyesali pemikiran modern itu.

Vera ingin menangis sekencang mungkin atau kabur sekarang, tapi ternyata tidak bisa. Pinggangnya sakit, sakit banget bahkan ada darah di atas sprei yang menandakan dirinya sudah tidak perawan.

Apakah aku tidur dengan pria acak?

Bryan keluar dari kamar mandi dan melihat tampang bengong Vera. "Ada apa?"

Vera yang bergidik, segera bersujud di tempat tidur. Lupa dengan tubuhnya yang masih telanjang. "Maaf, maaf! tolong lupakan kejadian semalam."

Bryan menautkan kedua alis dan mendengus. "Orang jahat memang akan selalu menjadi jahat."

"Hah?" Vera mendongak dan terkejut. Rasanya ingin menggali lubang kubur atau bunuh diri sekarang juga. Atasannya yang terkenal kejam, kenapa ada disini? apakah memergoki dirinya sedang tidur dengan pria lain?

Bryan menunggu kalimat Vera.

Vera menjadi linglung lalu teringat dengan jam kerja. JAM 9 PAGI?!

"Pak, bapak mau pecat saya? maaf, maaf saya tidak akan mengulanginya. Semalam saya mabuk dan tidak ingat lagi lalu tiba-tiba saya ada di kamar ini. Anu- bapak lihat yang tidur disini tadi?"

Bryan duduk di samping tempat tidur lalu menyelimuti tubuh telanjang Vera. "Ya, saya lihat."

"Bapak kenal?"

Bryan menaikan salah satu alisnya dengan heran lalu memberikan handphone Vera. "Ini."

"Y- ya?"

"Lihat video di dalamnya."

Vera menurut, siapa tahu bisa jadi petunjuk. Gila aja bos ada di sini memergokinya terlambat kerja karena mabok dan tidur sama orang lain.

Vera melihat tangan seorang pria diborgol di atas kepala dan ditautkan ke ujung tempat tidur, dia membandingkannya dengan cermat.

"Apa yang kamu lakukan? lepaskan!"

"Oh, tidak bisa. Masa laki-laki selalu dominan? seharusnya para wanita dong yang dominan!"

"Vera, nama kamu Vera kan?"

"Benar, nama aku Vera Susanti. Ingat itu baik-baik, pria tampan. Ha-"

Vera terkejut melihat wajah pria di dalam video lalu suara dirinya di dalan video. Suara erangan dan rintihan tumpang tindih.

Tidak perlu dilanjutkan pun endingnya sudah tahu, semalam mereka main gila.

Vera melirik Bryan lalu handphone.

Bryan tersenyum. "Ada apa?"

Vera takjub melihat senyum memabukan itu sekilas lalu menggeleng. "Anu- ini- saya mau dituntut bapak?"

"Tuntut?"

Vera teringat dengan mantan istri atasannya yang pengacara. Hukuman 15 tahun penjara menantinya termasuk denda? gajinya saja belum umr, gimana mau bayar denda?

Bryan mencubit dagu Vera dan mencium bibirnya. "Kamu tidak ingin dipenjara?"

Vera tidak tahu harus menjawab apa, perilaku atasannya tidak bisa ditebak. Tunggu- tadi cium aku?

Bryan melepas jubah mandi di depan Vera dan berganti pakaian tanpa segan.

Vera menutup tangan dengan cepat, sesekali melihat perut buncit atasannya. Haduh, ini sih bukan seperti di film-film!

Bryan tahu Vera sedang mengintipnya. "Kecewa karena bukan roti sobek?"

Vera melarikan diri dengan selimut ke kamar mandi dengan susah payah, mengabaikan kram di pinggang dan kedua kakinya.

Bryan tersenyum nakal lalu menepuk perutnya yang buncit, semenjak mantan istrinya pergi bersama pria lain. Dia jadi tidak memperhatikan sekaligus menyalahkan diri sendiri karena terlalu sibuk.

Bryan tahu, wanita butuh kasih sayang dan waktu itu dia tidak bisa memberikannya karena terlalu fokus dengan bisnis. Dia tidak ingin istri dan anaknya hidup tanpa uang seperti awal pernikahan dulu.

Tapi ternyata mantan istri hanya tertarik dengan wajah tampan Bryan, melupakan masa-masa manis mereka.

Bryan menggeleng dan bergegas memakai pakaiannya lalu mengetuk kamar mandi. "Aku ke kantor dulu, kamu diberikan waktu satu jam untuk tiba ke kantor."

Vera membuka sedikit pintu kamar mandi dengan mata berkaca-kaca.

Bryan menunduk, posisi Vera sudah duduk di lantai kamar mandi. Ingin kasihan tapi geli juga melihat Vera seperti itu.

"Bo- boleh saya tidak masuk hari ini?"

"Alasannya?"

Vera menggigit bibir bawah. "Habis tidur sama bos?"

Bryan mengeplak atas kepala Vera. "Kirim pesan ke nomor saya seperti biasanya lalu lapor ke rekan kerja kamu untuk gantikan posisi hari ini."

Vera mengangguk pasrah.

"Jangan lupa, minum obat kb."

"Hah?"

Bryan menghela napas panjang, teringat dengan noda darah di atas sprei. "Lupakan, aku suruh staff hotel membelikannya."

Vera mengangguk pasrah lagi.

Bryan keluar dari kamar hotel, meninggalkan Vera yang merenungi kesalahannya.

-------

"Gila ya kamu, emansipasi sih emansipasi tapi masa jadi pemerkosa juga?"

Vera menutup wajah dengan kedua tangan. "Aku jadi trauma."

"Korban kamu trauma gak?"

"Aku gak tahu," erang Vera. "Aku juga gak sempat kepikiran lagi."

Ayu menatap jijik Vera. "Ver, sumpah deh. Dimana-mana korban yang trauma, bukan tersangka. Kamu jangan mainin kasus kayak gini dan juga jangan up ke media sosial terus curhat, orang lain hanya bisa beropini tanpa membantu kamu."

Saat ini Vera duduk manis di pet shop tempat bekerja Ayu. Mereka berteman baik dan saling curhat saat penat, dia menceritakan semua kejadian semalam, minus identitas korbannya.

Seharian ini pun pikirannya tidak bisa konsen karena memikirkan kejadian semalam, andaikan saja lawan mainnya pria acak mungkin gak akan kepikiran. Lha ini, malah bosnya sendiri.

Vera sendiri takut dituntut dan dipecat, di zaman pandemi ini mencari pekerjaan itu susah apalagi dirinya berhutang di beberapa aplikasi pinjol. Makin ngenes lah hidupnya sekarang.

Vera ingin menangis sekencang mungkin dan berteriak.

Ayu menepuk pelan punggung Vera. "Yang sabar ya, mungkin Tuhan sedang menguji kamu."

Benar kah?

Benar kah Tuhan sedang menguji dirinya? tidak, ini itu hukuman bukan pengujian. Mabok demi melepas rasa sedih ditinggal kekasih malah memperkosa atasannya sendiri, mana di video-in pula.

"Gimana ini?" erang Vera.

"Ya, terima nasib. Cowok mana mau sama perempuan tidak perawan kecuali cowoknya itu cinta sama kamu apa adanya."

Vera berpikir sinis. Mana ada yang mau sama aku yang tidak good looking seperti ini?

"Ver, gak usah dipikirin. Toh korban kamu tidak menuntut kan?"

"Bukan tidak tapi belum, sewaktu-waktu dia bisa menggunakan itu untuk mengancam aku." Vera jadi sesak memikirkannya.

Ayu menghela napas panjang. "Aku gak bisa bantu kamu banyak, tapi untuk sekarang habisin aja makanan kamu dulu sebelum jadi dingin."

Vera mengangguk kesal lalu memakan makanannya. "Gimana caranya supaya dia tidak akan mengungkit itu lagi?"

"Memangnya dia tahu identitas kamu?"

Vera memutar otak dengan cepat. "Ya, dia pasti sempat melihat kartu identitas aku."

Ayu mengangguk miris. "Makanya toh, jangan sok mabok. Gini kan jadinya- penyesalan selalu di belakang.

Vera tidak bisa membantah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status