Share

LIMA

Vera pulang ke rumah dengan langkah gontai. Ibunya tertidur di depan tv yang menyala dan sudah dipasang tempat tidur lalu adik laki-lakinya sudah pulang kerja dan menutup pintu kamarnya.

Vera tahu bagaimana marah sang adik karena kelakuannya, mau marah tapi malu, mau nangis tapi tidak menghasilkan apa-apa.

Vera memasukan sepeda motor ke dapur, agak lebih maju dari sepeda motor si adik, tepat di depan pintu kamar mandi yang di sampingnya diletakan mesin cuci tabung.

Cepat-cepat Vera mandi dan memastikan ketiga kucingnya baik-baik saja lalu merebahkan badan di samping ibunya.

Ibu Vera terbangun karena gerakan kecil dan membuka mata perlahan. "Sudah pulang?"

Vera mengangguk kecil. "Ya."

Ibu Vera bangun dari tempat tidur dan bertanya. "Sudah makan?"

"Belum, Vera gak lapar."

Lebih tepatnya tidak nafsu makan.

Ibu Vera kembali merebahkan badan dan melihat jam di handphone. "Kenapa pulang jam sembilan malam? Apakah ada lemburan?"

Vera terpaksa pulang malam karena diskusi dengan Bryan mengenai perjanjian pra nikah. Saat diskusi, dia jadi memikirkan orang rumah.

"Ya." Hanya itu jawaban Vera.

Ibu Vera memejamkan mata kembali.

Bapak sudah punya keluarga lain, adik juga masih marah. Tidak ada yang bisa menjadi wali nikah jadi memang harus memakai jasa wali nikah.

Vera tidak berani bicara mengenai pernikahan, dan masih memikirkan kontrakan rumah yang sebentar lagi mau habis masa kontraknya.

Satu-satunya harapan adalah sang adik yang bekerja di bank tapi Vera juga harus tahu diri untuk tidak mengganggu kehidupan adiknya.

Vera menatap langit kamar dengan sedih memikirkan hutang-hutangnya yang banyak. Uang itu tidak pernah digunakan bersenang-senang tapi lebih ke kebutuhan penting.

Tahun lalu Vera terpaksa memakai pinjol untuk menutup kekurangan pembayaran rumah yang pada akhirnya ditutup adiknya.

Jadi uang kontrakan rumah ini adalah sembilan juta, dibagi dua dan Vera hanya membayar empat setengah juta. Yang di pegang hanya satu juta setengah, lalu terpaksa mencari pinjaman menjadi dua juta setengah, karena tidak sanggup mencari akhirnya bicara jujur ke adik dan hasil akhir dibantu untuk menutup.

Vera ingin menangis karena menjadi kakak yang tidak berguna dan selalu merepotkan adik kandungnya.

Masalah tidak berhenti di sana, Vera juga harus menghadapi penipuan customer dan mengganti uang yang pada akhirnya lari ke pinjol setelah memperhitungkan segalanya.

Lalu ternyata ibu Vera yang mulai sakit-sakitan dan membutuhkan gizi banyak, Vera harus mencari uang sekali lagi.

Pada akhirnya semua menjadi bengkak dan membuat Vera melihat angka enam puluh juta yang harus dibayar. Dia ingin mencari hutang lain untuk menutup hutang ini tapi entah kenapa merasa tidak akan pernah selesai jika hanya gali lubang, tutup lubang.

Vera berhenti mencari hutang lagi dan mulai bekerja keras mencari uang dengan konsekuensi dikejar-kejar debt collector, dicaci maki bahkan diancam.

Adik Vera pun kena getahnya dan marah besar, tidak mau mengajak bicara Vera.

Vera hanya bisa pasrah, karena tahu ini murni kesalahannya.

Ibu Vera juga berhutang banyak ke almarhum kakaknya untuk menutup kebutuhan hidup Vera dan sang adik.

Ibu Vera yang tidak pernah bekerja semenjak melahirkan dua anak, nekat berhutang pada almarhum kakak dan sampai sekarang tidak bisa membayar.

Lalu adik Vera yang berhutang pada bank untuk menutup hutang ayah angkatnya. Jadi selepas SMA, adik Vera diangkat anak dan dibiayai kuliah sampai lulus lalu dibantu kerja di bank.

Vera dan ibunya tidak bisa menghalangi, mengingat jasa ayah angkat adik Vera.

Setelah itu, Vera mengingat tunangannya yang posesif dan selingkuh. Di saat harus menghadapi kehidupan yang rumit, Vera berharap bisa hidup bahagia bersama tunangan. Dia tidak mengharapkan hutang selesai begitu saja dan mengharapkan bantuan, tapi dia ingin jika pulang ke rumah, ada yang memeluk dan mencium kening lalu mengatakan 'tidak apa-apa, Vera.'

Benar, dunia serasa milik berdua meskipun dihadapi masalah besar.

Vera mulai mengingat kembali perkataan Bryan dan berharap semua masalah bisa selesai.

Tidak lama Vera tertidur pulas.

-------

Efan terkejut mendengar keputusan Bryan dan membaca surat perjanjian pranikah saat mereka di night club VIP. "Kamu serius?"

"Kamu sendiri kan yang bilang untuk mencari wanita lain."

"Memang aku sempat bilang begitu, tapi bukan berarti seperti ini. Dia anak buah kamu kan?"

"Ya."

Kedua mata Efan menyipit curiga. "Dia perkosa kamu?"

"Ya."

Reza yang mendengar itu, mengerutkan kening tidak mengerti. "Bagaimana bisa dia perkosa kamu? Apakah kamu mabuk?"

"Ya."

"Mabuk? Kamu mabuk? Kamu tidak pernah minum sampai mabuk kecuali-" Alex tidak melanjutkan kalimatnya.

"Hari itu adalah hari kali pertama aku bertemu istriku, ibu dari kedua anakku." Bryan menenggak habis minumannya.

Adelio menggeleng miris. "Kamu menikah dengannya untuk dijadikan pelarian? Gila memang!"

Efan membaca kembali isi perjanjian. "Melihat tulisan tangan selain Bryan di surat ini, sepertinya anak buah kamu setuju dijadikan pelarian."

"Dia setuju karena berhutang banyak, aku membayar semua hutangnya sebelum menandatangani surat nikah besok." Jawab Bryan.

"Besok? Secepat itu?" tanya Efan yang terkejut.

"Makanya aku minta tolong kamu." Sahut Bryan. "Lagipula aku bukan orang yang tidak mau bertanggung jawab, bagaimana jika dia hamil anakku?"

Reza semakin tidak suka dengan ide Bryan, Adelio juga memikirkan hal yang sama.

Alex menyentuh tangan Bryan. "Tapi sepertinya anak buah kamu tidak setuju dan akan menyerahkan anak itu jika memang ada."

Bryan menepis tangan Alex dengan kasar. "Itu urusan kami."

"Aku sarankan kamu tetap berhati-hati, biar bagaimanapun ini anak orang. Tidak bisa dipermainkan begitu saja, aku tidak mau melibatkan diri kalau masalah kalian muncul di media sosial." Nasehat Efan

Bryan mengerutkan kening. "Apa hubungannya dengan media sosial?"

"Zaman sekarang banyak istri tersakiti speak up ke media sosial jadi jangan mempertaruhkan nama baik kamu soal ini," kata Efan.

Bryan menghela napas dengan ironis. "Waktu itu kamu bilang, aku harus mencari cinta lain sekarang kamu bilang begitu?"

"Ini namanya bukan mencari tapi mempermainkan cinta," sahut Adelio.

Bryan bersandar di sofa dan menatap teman-temannya satu persatu. "Apakah aku terlihat sedang bermain?"

Semua orang mengangguk.

"Tapi cinta ada karena terbiasa, Vera pasti bisa menempatkan diri."

"Bryan," Alex yang duduk di samping Bryan, menepuk pundaknya. "Kalian berdua memang saling membutuhkan, kamu butuh pelarian dan dia butuh uang tapi hubungan ini bisa menjadi boomerang. Kami sudah mengingatkan kamu dari awal sebagai sahabat, sisanya kamu yang menjalaninya."

Bryan menghela napas, tidak bisa membalas perkataan Alex. Yang dikhawatirkan teman-temannya memang benar, tapi dia sudah terlanjur terjun bebas ke masalah ini, jadi mau tidak mau harus tetap menjalaninya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status