Share

EMPAT

Bryan mengetuk jari di atas meja. Vera dan Tuti dimarahi karena kesalahan dalam membuat nota, lebih tepatnya mereka miskomunikasi.

Jadi mandor sudah memberikan list order customer untuk dibuatkan nota ke dalam sistem, mandor hanya memberikan data pakan dan pasir sementara aksesoris adalah tugas Tuti.

Tuti sudah memberikan catatan berupa kertas ke Vera, karena Vera sering lupa jadinya terlewat membuat nota sehingga pengirim terpaksa membawa kembali barang-barang tersebut. Customer menjadi komplain ke Bryan.

Vera menundukan kepalanya, merasa bersalah karena sudah teledor sementara Tuti hanya bisa diam dan melirik kasihan Vera.

"Vera, saya sudah rugi cukup banyak karena masalah ini. Seharusnya kamu bisa konsentrasi dalam pekerjaan."

Vera hanya menundukkan kepala dan menggigit bibir bawah, selama ini dirinya hanya berkomunikasi dengan mandor atau tangan kanan Bryan, pak Bennett. Berhubung pak Bennet cuti kerja karena istrinya melahirkan, Bryan jadi turun tangan secara langsung.

Baru kali ini Vera menghadapi kemarahan Bryan.

"Alasan apa lagi yang bisa kamu berikan?" tegas Bryan.

"Tidak ada pak," jawab Vera.

Bryan menghela napas. "Kamu boleh keluar, Ti. Saya mau bicara dengan Vera."

Tuti bergegas keluar dari ruangan dan menutup pintu.

Vera masih menundukan kepala, bersiap dimarahi Bryan.

"Kamu tadi siang kemana?"

Vera mengangkat kepala. "Ya?"

Bryan melempar foto-foto perselingkuhan Thomas. "Kamu selingkuh?"

Jantung Vera berdebar kencang. Apakah pak Bryan tahu kalau Thomas-

"Kamu selingkuh dari saya?"

"Ya?"

"Setelah memperkosa saya, kamu malah cari anak muda yang jauh lebih tampan dan good looking. Kenapa? karena saya lebih tua dan tidak good looking?"

Mulut Vera menganga lebar, tidak tahu harus berkomentar apa. "Itu-"

"Dia tampan juga," angguk Bryan sambil melirik foto Thomas yang tampan. Bibit darinya memang tidak pernah mengkhianati hasil. "Usia kamu kalau tidak salah tiga puluh kan?"

"Pak, bagaimana kalau kita lupakan saja apa yang terjadi malam itu. Maksud saya, lebih baik kita menatap masa depan daripada mengungkit masa lalu." Vera benar-benar kehabisan akal, dia ingin resign dan melarikan diri tapi hutangnya masih banyak.

Bryan bersandar di kursi dan menatap lurus Vera. "Apakah ini namanya emansipasi?"

"Ya?"

"Zaman dulu, jika ada yang memperkosa wanita, warga akan marah besar dan menuntut si pria. Dan sekarang jika pria yang diperkosa, apakah tidak bisa menuntut seorang wanita?"

Vera terkejut dengan pendapat absurd Bryan. "Pak, bukan begitu. Di zaman sekarang, para pria pasti menikmati yang namanya seks bukan? jadi saya anggap kita-"

"Sama-sama suka?"

"Bisa dibilang begitu."

Bryan memberi tatapan menilai ke Vera dari atas sampai bawah. "Jujur saya menikmatinya tapi kamu tahu itu dosa bukan?"

"Ya, kita kan sama-sama mabok pak, jadi-"

"Meskipun kita berdua mabok, tidak ada alasan mengikat saya lalu divideokan. Apakah kamu berniat mengancam saya?"

Vera semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran atasannya. "Bagaimana saya bisa mengancam dalam kondisi mabok?"

"Jadi, kamu tidak akan melupakan malam itu?"

Vera berlutut dan memohon. "Tolong, jangan bahas itu lagi pak. Saya tahu salah jadi saya juga tidak akan membahasnya."

"Bagaimana jika kamu hamil?"

"Saya akan mengurus anak itu sendiri, saya tidak akan meminta pertanggung jawaban. Biar bagaimana pun ini salah saya."

"Tidak bisa begitu, saya bukan pria yang tidak bertanggung jawab."

Vera bangun dari berlutut dan menatap tidak mengerti Bryan. "Kalau begitu, bapak mau ambil anak itu?"

Bryan menggebrak meja dengan keras. "ENAK SAJA!"

Tuti yang mondar mandir di depan ruangan pak Bennet yang dipakai Bryan dengan alasan menata barang aksesoris, sesekali menguping juga menjadi terkejut dengan gebrakan dan bentakan Bryan.

Tuti otomatis kembali ke meja dan tidak berani menguping lagi, mendoakan keselamatan Vera.

"Kamu pikir mudah punya anak? di luar sana masih banyak pasangan yang ingin punya anak tapi sulit, sementara kamu dengan mudahnya mau buang anak itu? gila kamu!"

Vera menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Semua jawaban dan solusi tidak ada hasil. "Terus bagaimana pak?"

"Kita menikah?"

Vera menatap horor Bryan. Hah?

"Yah, tidak. Bukan itu- itu hanya kemungkinan jika kamu benar-benar hamil."

Vera mengangguk setuju.

"Begini saja, jangan selingkuh di depan mau pun belakang saya sampai kamu benar-benar hamil."

"Tapi, Thomas adalah kekasih saya."

"Kamu mencintainya?"

Vera bingung menjawabnya. Jika bilang tidak, nih laki pasti punya pemikiran sendiri sementara kalau bilang ya, merendahkan harga dirinya.

"Saya tidak tahu."

"Kenapa tidak tahu?"

"Ya karena saya tidak tahu."

Bryan menjadi jengkel dengan jawaban Vera. "Bisa tidak, kita serius saja?"

Vera mengangguk diam.

"Saya tetap akan bertanggung jawab meskipun posisi saya disini adalah K.O.R.B.A.N."

Vera menutup wajah dengan kedua tangan, menahan malu. Citra polos hancur begitu saja, mana bosnya pula jadi korban, bos yang dengan mudahnya bisa mempertimbangkan masa depan Vera.

"Tapi jangan sekali pun bertemu pria lain meski itu adalah kekasih kamu, saya tidak suka calon anak saya genit."

Ya, Tuhan. Cobaan macam apa ini pula.

"Mengerti, Ver?"

"Ya, pak."

"Kamu boleh kembali ke tempatmu."

Vera berjalan lesu menuju pintu.

"Kalau tidak salah, kamu ada masalah dengan hutang pinjol kan?"

Tangan Vera yang sudah memegang kenop pintu, berhenti lalu memutar badannya dan menatap ngeri Bryan. Apakah debt collector sudah menghubunginya?

"Saya akan mempertimbangkan pinjaman untuk menutup, jika kamu setuju menikah dengan saya."

Bryan sudah memikirkan ide gila ini sedari tadi setelah mendapat kritikan pedas dari Efan. Benar, satu-satunya cara melupakan posisi mantan istri adalah mencari yang baru, sebelum terlambat dan malas mencari lagi, kenapa tidak manfaatkan saja sang tersangka?

Vera memasang senyum bisnis. "Maaf, pak. Saya punya harga diri tinggi, meskipun saya tidak perawan lagi, harga diri tidak akan dijual. Saya memang miskin tapi harga diri wanita harus dipertahankan."

Bryan kira ide nya akan berjalan mulus. Wanita mana sih yang tidak suka dengan uang?

Vera balik badan lalu membuka pintu kantor.

"Semua hutang akan saya lunasi, jika menikah dengan saya."

Vera yang masih tersenyum lebar, sontak menutup pintu kembali dan berjalan ke meja Bryan, berdiri di hadapannya seperti tadi.

"Apa yang harus saya lakukan?"

Bryan tidak tahu harus berkomentar apa, dia menebak Vera pasti punya hutang yang cukup banyak. Tidak masalah, selama harga yang dibayar mahal bisa sesuai dengan hasilnya.

Lihatlah, Efan. Aku pasti akan bisa melupakan mantan istriku!

Dan benar dugaan Bryan, hutang Vera tidak hanya sebatas hutang pinjol. Masih ada hutang ibu dan adiknya. Jika Vera terlilit hutang pinjol maka ibunya terlilit hutang keluarga dan sang adik terlilit hutang bank.

Tadinya Vera ingin mempertahankan harga diri, tapi begitu mendengar kalimat Bryan, mau tidak mau Vera menyerah dan menerima pernikahan ini. Gila saja melepas kesempatan yang belum tentu terjadi di masa depan.

Aku wanita cerdas, bukan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status