Share

ISTERIKU JAMINAN HUTANG
ISTERIKU JAMINAN HUTANG
Penulis: Ratna Yulia

BAB 1. HUTANG

Air mata Arumi luruh menatap kedua orang tuaku tak berdaya, ada begitu banyak bulir bening yang menetes dari sudut mata ibu yang usianya sudah tidak muda lagi. Sebagai anak perempuan kedua Arumi merasa hatinya begitu hancur melihat semua ini.

"A-ada apa ini, Bu?" Tanya gadis yang berusia 24 tahun panik, ibu hanya menggelengkan kepala pelan. Bahunya terguncang naik turun, Bapak mencoba menenangkan ibu dengan mengusap lembut bahunya.

"Tadi ada rentenir datang menagih hutang, kamu tau sendiri kan bapak hutang puluhan juta untuk pesta pernikahan Ambar kakakmu bulan lalu. Dan hari ini sudah jatuh tempo untuk membayar cicilan,"

Arumi merasa sangat geram mendengar penuturan bapa, memang kak Ambar adalah wanita yang memiliki rasa gengsi begitu tinggi, sudah tau keadaan ekonomi orang tua susah malah tetap saja memaksa untuk melangsungkan pernikahan mewah. Sedangkan Arumi, aku baru saja lulus sekolah SMK tahun lalu dan baru kerja beberapa bulan di salah satu rumah makan dekat rumah. Uang hasil kerjaku aku pakai untuk kebutuhan rumah karna bapak sudah renta dan kadang tidak bekerja.

"Arum kan sudah bilang pak, jangan maksa kalo ga punya! Sekarang kita jadi susah gini emang ka Ambar sama suaminya mau bantu? Jelas tidak kan pak?"

Ibu dan bapak hanya menggelengkan kepala sambil menunduk, mereka tak berani menatap sorot mata anak gadisnya. Mungkin ada rasa penyesalan dalam hati mereka karna tidak mendengarkan ucapanya dulu, dan benar saja apa yang aku takutkan kini sudah menjadi kenyataan. Kehancuran kini sudah ada di depan mata.

"Ayo Bu, bangun. Ibu istirahat yah di kamar" ajak Arum pada ibu, ibu menuruti perkataanya.

Setelah memberi makan ibu dan meminumkan dia obat, Arumi pamitan kepada bapak untuk pergi ke rumah Kak Arum, rumahnya tidak terlalu jauh hanya beda RT saja. Rumah itu adalah peninggalan dari orang tua suami kak Arum yang sudah meninggal beberapa tahun silam.

"Enak saja mereka hidup enak, sedangkan disini orang tuanya menderita menanggung hutang" gerutu gadis itu dalam hati sambil terus melangkahkan kaki dengan mantap.

Bahkan untuk membeli motor pun Arumi belum mampu, dulu sempat punya motor tapi malah di jual oleh kak Arum untuk biaya kuliah, yang sampai sekarang belum pernah mendapat gelar sarjana. Aku tau uang itu pasti dia pakai untuk berfoya-foya di luar sana.

Baru saja berjalan beberapa meter dari rumah, banyak sekali tetangga yang sedang berkumpul di dekat warung, ibu-ibu itu menatapku dengan sinis.

"Duh, firasatku ga enak nih" Arumi menggerutu dalam hati, karna biasanya kalau ibu-ibu sedang ngumpul pasti ada aja hal buruk yang sedang diomongin.

"Eh Arumi, kerja yang bener dong biar bisa bantu orang tua lunasin hutang. Masa sampe didatengin rentenir segala sih," celetuk Bu Diyah si pemilik warung tempat beberapa wanita paruh bayi itu menongkrong.

Mereka yang disana langsung menganggukkan kepala, seolah membenarkan perkataan dari Bu Diyah, kepala Arumi yang masih panas jelas ikut tersulut emosi mendengar semua itu.

"Eh Bu, dosa loh ngomongin orang terus. Gimana kalo ibu-ibu ada diposisi Arum apa yang bakalan ibu lakuin?" geram Arum dengan nada sinisnya.

"Mendingan ga usah ikut campur deh Bu, urusin aja kehidupan kalian ga perlu urusin kehidupan Arumi sama orang tua Arumi!" sentak Arum, membuat mereka terdiam seketika dan balik menatap Arum dengan tatapan sengit.

Arumi yang sudah muak memilik melanjutkan perjalanannya untuk menuju rumah sang Kakak.

"Kalo punya motor kan enak, ga perlu jalan gini dan ga perlu dengerin gosip tetangga yang sama sekali ga berguna itu," Arumi membantin dalam hati, sudut matanya sudah mulai berembun, tapi dengan gegas Arumi menghapusnya. Dia harus kuat, dia bukan wanita lemah.

Sampai dirumah kakak kandungnya, Arumi langsung mengetuk pintu rumah yang lumayan besar itu.

"Kak, kak Ambar! ini Arumi!" teriak Arumi dari luar, selang beberapa detik ada seorang wanita keluar dari dalam rumah.

"Aduh Rum, apaan sih? udah sore Dateng kesini" ketus Ambar.

Ambar memang tipe wanita yang jutek dan sinis, bukan hanya kepada Arumi saja tapi kepada orang tua mereka juga seperti itu.

"Kalo ga ada perlu sih males mau kesini". jawab Arumi tak kalah sinis.

"Jangan bilang kamu mau ngutang?"

"Bukan ngutang, tapi tolong lah kak. Bantu Bapak sama ibu buat ngelunasin hutang ke rentenir itu, apa kamu ga kasian kak sama mereka! mereka udah tua" terang Arumi panjang lebar.

"Lahh? itukan urusan mereka, ga ada sangkut pautnya sama aku, Rum!"

Arumi Menarij nafas pelan, mencoba menetralkan rasa emosinya.

"Ya jelas ada lah kak! Bapak pinjam uang kan di paksa sama Kamu, kalo kamu ga minta menikah dengan mewah, semua ini ga bakalan terjadi kak!"

"Ya memang tugas orang tua, menikahkan anaknya!" Ambar tak terima disalahkan oleh Arumi.

"Harusnya anaknya juga sadar diri!" bentak Arumi.

"Apaan sih Rum! udah deh pulang aja sana kamu! ga usah minta-minta uang lagi ke aku!" Usir Ambar

"Ga tau diri banget si kamu kak!" teriak Arumi

"Brisik kamu Rum! pergi sana!" Sentak Ambar, Arumi menatap mata Ambar dengan nyalang.

"Dasar anak ga tau terima kasih!" Gerutu Arumi, gadis itu langsung pergi meninggalkan rumah Ambar, bertambah rasa marah di dalam lubuk hatinya.

Arumi pulang ke rumah dengan perasaan marah, dia menghentakkan kaki sedikit berlari karna panas dan pusing menjadi satu di kepalanya memikirkan hutang.

Saat hendak menyebrang jalan, ada sebuah mobil berhenti disamping Arum. Gadis itu terperangah heran melihat mobil mewah itu berhenti tepat di sampingnya.

Pemilik mobil itu langsung membuka kaca jendela, nampak pria berusia sekitar 35 tahun menyembul dari balik jendela.

"Ganteng" celetuk Arum, dan beberapa detik kemudian dia langsung menutup mulut menggunakan tangan kanannya.

Pria yang mendengar itu hanya tertawa pelan.

"Ganteng? pasti lah." Sombong pria itu sambil membenarkan jas hitam mahalnya.

"Dih siapa sih kamu? kenal juga nggak!"

"Tuh dompetmu jatuh, terus tadi ga sengaja kelindes mobil mewahku. Mungkin sekarang rusak hahhaa" Seloroh pria itu sambil tertawa keras, Arum yang baru saja sadar kalau dompetnya jatuh langsung memutar tubuhnya menatap ke arah belakang. Dan benar saja, dompet kecil warna hitam miliknya sudah gepeng terlindas mobil.

"Kurang ajar kamu yah! tanggung jawab kamu dompetku rusak!" Sentak Arum

"Tanggung jawab? dompet isinya uang recehan aja marah!" Pria itu kembali menyombongkan diri lalu pergi menancap gas tanpa peduli teriakan Arum.

"Woy!! Tanggung jawab!" teriak Arum, tapi tak ada gunanya karna pria pengendara mobil mewah itu sudah melesat cepat meninggalkan Arum.

Gadis itu hanya bisa mengepalkan tangannya kuat, lalu menghentakkan kaki ke tanah.

"Ya ampun, untung ga ada ponselnya. Coba kalo ada pasti udah rusak" gumam Arum sambil membersihkan dompet miliknya yang dipenuhi dengan debu dan tapak ban mobil mewah itu.

"Siapa bilang uang di dompetku recehan, ada juga yang seratus ribuan. Dasar so tau!" Arum berdecak kesal berbicara pada angin.

Kalo ini rasa marahnya bertambah berkali lipat, apalagi setelah kejadian ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status