Malam harinya Arum berkutat didapur untuk membuat makan malam, sedangkan kedua orang tuanya sedang duduk diruang tamu yang hanya beralaskan tikar, tanpa ada sofa bahkan tidak ada tv. Itu karna siang tadi para rentenir tidak berperikemanusiaan itu sudah menyita tv dan sofa yang ada dirumah ini, katanya untuk jaminan hutang mereka yang menumpuk.
Arum menatap miris, tidak ada bahan makanan yang bisa dia masak malam ini. Dia pun tidak sempat membeli sore tadi, hanya ada sisa nasi tadi siang yang sepertinya cukup untuk dimakan mereka bertiga. Akhirnya Arum berinisiatif memasak nasi goreng untuk makan malam mereka bertiga."Apa kita jual rumah saja ya Bu?" tanya bapa pada ibu, perbincangan mereka terdengar oleh Arum."Ga usah pak! nanti Arum usahain bakal bantu lunasin hutang ini!" jawab Arum sedikit berteriak.Gadis itu keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi tiga porsi nasi goreng yang sudah tertata dipiring."Pak, Bu. Makan dulu yah, Arum sudah masak nasi goreng" ucap Arum, sambil menyuguhkan makan malam ini kepada kedua orang tuanya."Makasih ya, Rum. Mungkin kalo ga ada kamu bapak sama ibu sudah memilih mengakhiri hidup saja dari pada harus menganggung hutang, dan menanggung rasa malu seperti ini" Ucap ibu pelan. Mendengar perkataan ibu, Bapak langsung menyeka air matanya dengan mulut yang nampak sedang mengunyah makan malamnya.Sedangkan Arum, dia menggelengkan kepala kuat "Ibu ga boleh ngomong seperti itu, Arum akan berusaha bekerja keras supaya kita bisa melunasi hutang-hutang ini. Ibu sama Bapak do'akan saja semoga restoran tempat Arum kerja ramai, supaya Arum bisa dapat uang tambahan" Arum langsung berhambur memeluk ibunya.Arum memang sudah 2 bulan berkerja sebagai pelayan restoran di dekat rumahnya, tapi walau sudah bekerja, dia belum bisa melunasi hutang yang begitu banyak ini."Sudah lah, jangan sedih-sedih terus. Nanti juga pasti dapat jalan keluar, mending sekarang kita makan dulu. Arum laper" Celetuk Arum sambil tertawa, tawa yang terkesan begitu terpaksa.Pagi harinya, Arum sudah rapi menggunakan pakaian hitam putih. Karna masih tahap magang selama tahun tiga bulan jadi dia belum memakai seragam ditempat kerjanya, biasanya Arum berangkat bersama dengan temanya Rani. Rani akan datang menjemput Arum dirumah, atau biasanya Arum yang akan jalan kaki kedepan gang rumah untuk menunggu Rani.Arum menyambar tas kecil di atas kasur, lalu berjalan keluar menemui ibunya."Bu, Arum berangkat kerja dulu yah. Do'akan Arum semoga restoran hari ini ramai" Pamitnya pada ibu, sambil menyalami tangan kanan ibunya dengan takdzim.Ibu yang sedang menyapu halaman menghentikan aktivitasnya, "Bareng sama Rani?" Tanya ibu, Gadis itu mengangguk sambil tersenyum."Iya Bu, kata Rani dia yang jemput Arum. Jadi Arum nunggu di rumah hari ini""Haduh Arum! Arum! Makanya beli motor, jangan bisanya cuma nebeng doang" Sindir Bi Asti tetangga paling julid.Padahal tanpa Bi Asti tau, Arum biasanya memberikan uang pada Rani untuk menggantikan uang bensin, walaupun tidak setiap hari."Apaan sih bi! Namanya juga lagi berusaha, besok Arum beli mobil sekalian" Kesal Arum"Haduh ngayal! beli mobil pakai apa, daun? hutang aja belum lunas mau beli mobil" celoteh Bi Asti. Arum mengepalkan tangannya kuat, ingin sekali dia mencakar mulut Bi Asti yang pedas itu."Jaga yah omonganya bi!" Sentak Arum mulai naik pitamIbu menyenggol lengan Arum, Ibu sudah paham sifat Bi Asti seperti apa. Dan meladeninya hanya akan membuang waktu dan menguras emosi beserta energi saja.Arum hanya mendengus kesal setelah lenganya disenggol oleh sang ibu."Mau ngapain ya Bi? pagi-pagi datang kemari?" tanya ibu pada Bi Asti."Itu loh, mau minta tolong sama suamimu""Halah dasar ga tau malu, udah ngehina ujung-ujungnya minta tolong" sindir Arum, Bi Asti hanya mendelik mendengar perkataan Arum."Masih kecil ga sopan sama orang tua!" Tegas Bi Asti."Orang tua model ginian ko minta di hormati" ledek Arum."Aduh. Udah-udah, mau mintq tolong apa bi?" tanya Ibu.Ibu memang orang yang sangat sabar, dihina seperti itupun dia masih bisa tersenyum dan tidak pernah marah, walau Arum tau di dalam benak dan batin ibunya pasti menyimpan banyak sekali duri yang sudah tertancap dan mungkin akan sulit diobati."Itu keran air di rumahku tiba-tiba mati, mau minta tolong benerin""Owalah, yaudah nanti saya bilang ke suami saya Bu" jawab IbuTak selang beberapa lama, Rani sudah datang menjemput menggunakan motor matic miliknya.Arum langsung bergegas pamit dan pergi, dia tak ingin beralama-lama melihat wajah Bi Asti. Takut mempengaruhi harinya menjadi buruk."Tapi saya ga mau bayar, soalnya kamu punya hutang sama saya kemarin dua puluh ribu. Itung-itung hutangmu lunas, dibayar sama jasa suamimu benerin kran air" celetuk Bi Asti kemudian pergi meninggalkan ibu.Ibu langsung mengurut dadanya pelan, kemarin memang ibu berhutang dua puluh ribu untuk membeli minyak, dia bisa saja meminta uang pada Arum. Tapi kemarin Arum belum pulang kerja, jadi terpaksa dia berhutang di warung milik Bi Asti."Sabar-sabar" gumam Ibu.Beruntung suaminya tidak pernah mengeluh walau kerja tidak dibayar seperti ini. Karna bapak memang kerja di bengkel milik saudara jauhnya, dia berangkat agak siang lalu pulang sore dan kadang berangkat lagi lalu pulang saat malam.Tergantung ramai tidaknya pelanggan di bengkel.Pria paruh baya itu juga terkadang menerima tawaran para tetangga untuk membenarkan peralatan rumah tangga, atau peralatan elektronik yang rusak. Walau upahnya kecil dan tidak sebanding, tapi dia tetap bersyukur, katanya itung-itung menambah penghasilan untuk membayar hutang miliknya yang menumpuk.Beruntung Arum sudah berangkat. Kalau tidak, mungkin dia akan memaki Bi Asti dan langsung membayar hutang ibunya yang dua puluh ribu itu. Setelah Bi Asti pergi, ibu langsung masuk kedalam rumah, tampak bapak sedang menyeruput kopi hitam pahit tanpa gula, karena persediaan gula dirumah sudah habis."Pak, nanti jangan berangkat kerja dulu" ucap ibu, bapak menghentikan aktivitasnya meminum kopi lalu mneyerit heran menatap isterinya."Loh kenapa Bu?" tanya bapak"Itu tadi Bi Asti, minta tolong buat benerin kran airnya dirumah. Tapi tanpa bayaran pak, karna ibu punya hutang sama dia" ucapan ibu terhenti saat pria paruh baya itu menganggukan kepalanya sambil menghembuskan nafas pelan dari mulutnya."Iya Bu ga papa, yang sabar aja ya bu" Jawab Bapak. Ibu hanya menganggukan kepala lalu segera pergi menuju dapur, dia sudah tidak kuat karna dari sudut kedua matanya ada air asin yang sudah menggenang dan siap jatuh. Dia tidak ingin membuat suaminya menjadi tambah bersedih dan berputus asa.Seda
Setelah berhasil membubarkan para tetangganya, Arum langsung melesak masuk kedalam rumah. "Sudah, saya mohon hentikan! Saya janji akan membayar semua hutang orang tua saya" Ujar Arum, Para rentenir yang berjumlah lebih dari lima orang itu menatap Arum tajam."Omong kosong kamu! Ini sudah melebihi batas tempo, bahkan bunganya sudah banyak!" Sentak salah satu rentenir itu sambil melepaskan cengkraman tangan besarnya yang tadi menggenggam kasar kerah baju bapak, Sontak karena hal itu bapak langsung tersungkur lemas, Arum dan Ibu berusaha menolong Bapa."Stop! Hentikan, tunggu dulu" Tiba-tiba ada suara wanita dari ambang pintu rumah, suara wanita itu berhasil memecah kegaduhan dirumah ini.Semua orang yang ada didalamnya melihat ke arah pintu, Arum dapat melihat dengan jelas wanita yang seusia dengan ibunya memasuki rumah. Dengan menggunakan pakaian mewah, dan sepatu mahal yang menempel di kaki jenjang mulus miliknya. Jelas semua itu sangat berbanding terbalik dengan keadaan ibu Arum, y
Arum membawa Oma jalan-jalan ditaman depan rumah nyonya Lidia. "Rumahnya besar yah Oma?" Arum mencoba memecah keheningan diantara dirinya dan Oma."Besar dan indah, tapi tidak dengan kehidupan didalamnya," ujar Oma lirih, tapi Arum masih bisa mendengar ucapan Oma.Gadis itu terpaku menatap Oma, ada gurat sedih tampak jelas disudut wajah tuanya."Oma mau makan buah?" Tanya Arum, Oma menggelengkan kepala."Sepertinya kamu orang baik," Oma memuji Arum, padahal baru pertama kali dirinya mengenal gadis ini. Tapi dilihat dari sifat dan tingkah laku sudah bisa ditebak kalau Arum adalah gadis baik-baik.Arum hanya tersenyum mendengar ucapan Oma."Aku ingi masuk ke dalam," titah Oma, Arum menurutinya.Saat sudah berada didepan pintu, Arum melihat ada wanita seusianya sedang duduk memainkan ponsel mahal di sofa ruang tamu."Mau apa lagi dia kesini," ketus Oma, Arum ingin sekali bertanya pada Oma tapi urung karena mungkin akan tidak sopan jika dirinya yang bukan siapa-siapa ingin tau dengan keh
"Udah-udah, biarin aja dia pergi ngerusak moments saja. Lebih baik sekarang kita makan diluar," ajak Alkana, Mona hanya menganggukan kepala sambil tersenyum dengan tangannya bergelayut manja dilengan Alka."Ayo kita berangkat sekarang," "Mau kemana kalian?" Tanya Oma yang baru saja keluar dari kamar bersama Arum.Mona berdecih kesal mendengar pertanyaan Oma."Mau pergi keluar sebentar Oma" jawab Alkana sambil tersenyum ramah."Semenjak kamu kenal sama wanita ini, waktumu habis hanya untuk mengurusi dia." Sindir Oma pada cucu semata wayangnya."Apa maksud Oma?" Tanya Mona dengan suara memelas, Arum yang melihatnya menaikan bahu tak suka."Oma, Alkana cinta sama Mona," Alkana berusaha membela diri."Kamu memang cinta sama dia, tapi wanita itu cuma cinta sama hartamu!" Sentak Oma.Arum hanya terdiam mendengar perselisihan yang terjadi di antara mereka."Oma!" Sentak Alkana. Oma hanya memalingkan wajahnya."Ayo Arum, antar aku ke dapur," pinta Oma. Arum hanya mampu menurutinya.*Lampu ru
Pagi hari keluarga ini melakukan aktivitas makan pagi bersama, walau tidak diiringi canda tawa. Sangat berbeda dengan apa yang Arum rasakan di rumahnya, kehangatan dalam keluarga disini sama sekali tidak dia dapatkan.Arum pun tersadar, kalau nyonya Lidia ini sepertinya janda. Buktinya sejak awal dia kesini dia tidak melihat ada suami dari nyonya Lidia, bahkan dia tidak mendapati foto nyonya Lidia bersama suaminya dirumah ini. Hanya ada foto majikanya, Oma dan Alkana si pria menyebalkan itu."Kalau jadi janda kaya Raya gini sih aku juga mau," gumam Arum."Ternyata seperti ini sisi buruk keluarga ini, pantas saja Oma merasa kesepian." Sambung Arum dalam hati.Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu, Arum ikut duduk disamping oma karena nyonya Lidia yang menyuruhnya, Arum ditugaskan untuk membantu Oma saat makan. Karena tangan Oma masih lemas jika digerakan.Oma menderita lumpuh sebagian, di bagian tubuh kirinya dari atas kepala hingga kaki. Tapi karena sering berobat diru
"Sadar diri Lo?" Sindir Alka."Apaan sih," ketus Arum"Beliin aja Alka, pakai uang oma aja" pungkas Oma.Ntah mengapa ada perasaan haru dalam benak Arum, padahal baru hitungan hari Oma dan dirinya saling kenal. Tapi Oma sudah perhatian seperti ini pada dirinya."Ga usah Oma, ngrepotin. Arum kan baru dua hari kerja," tolak Arum perlahan."Memangnya kenapa? Ga harus nunggu kerja lama." Paksa Oma, Arum hanya bisa pasrah."Udah deh nurut aja, bersyukur aja Lo dibeliin sama Oma," sinis Alkana."Makasih Oma," ujar Arum sambil tersenyum manis kepada Oma, Oma hanya menganggukan kepalanya.Alkana langsung membayar kalung dan gelang itu untuk Oma dan Arum. Setelah itu Alka langsung memakaikan kalung liontin indah itu di leher Oma."Cantik," puji Alka pada Oma."Alka!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang tidak asing ditelinga mereka bertiga.Kompak mereka menoleh, dan melihat Mona sedang berlari kecil kearah mereka."Mona? Kamu ngapain disini?" Tanya Alkana terkejut."Harusnya aku yang tanya
"Arum, kamu kamana saja. Jangan tiba-tiba menghilang seperti itu," ucap Oma saat Arum baru saja mendudukan tubuhnya di jok mobil samping Oma."Maaf Oma, tadi Arum terserat. Untung bisa ketemu tuan Alkana," jawab Arum.Alkana mendesis kesal, "Makanya jadi orang jangan terlalu polos, di mall aja sampe nyasar gitu." Sentak Alkana, Arum hanya terdiam."Udah-udah lebih baik kita pulang saja sekarang, Oma sudah cape," pungkas Oma melerai perdebatan antara dua manusia ini. Tubuh rentanya sudah mulai kelah karena jalan-jalan hari ini, apalagi kalau ditambah perdebatan antara Arum dan Alkana yang tidak ada habisnya pasti akan tambah pusing dibuatnya.Alkana langsung menancap gas membelah jalanan ibukota disore hari, sengaja memang pulang sebelum jam empat sore. Karena jam itu adalah jam rawan macet di ibukota.Tak butuh waktu lama, mobil mewah Alkana sudah masuk ke area halaman rumah yang luas. Halaman yang dijaga oleh beberapa satpam, dengan baju rapih di depan gerbang."Ngapain lagi dia kesin
Arum membantu Oma mendudukanya diranjang. Oma terdiam sejenak, air matanya kemudian luruh. Suara perdebatan antara ketiga orang diluar masih terdengar nyaring ditelinga Oma dan Arum dari dalam kamar."Oma? Oma makan dulu yah, biar Arum bawakan," Arum memecah keheningan, Oma menjawab pertanyaan Arum dengan gelengan kepala pelan."Tidak perlu Arum, saya tidak lapar. Sudah kenyang rasanya melihat perdebatan mereka yang diluar," jawab Oma. Hati Arum langsung terenyuh.Kehidupan keluarga ini dengan keluarganya memang berbanding terbalik, keluarganya harmonis walau kakaknya Ambar tidak tau diri, tapi mereka masih bisa hidup bahagia.Sedangkan keluarga ini, bergelimang harta tapi sangat berantakan."Tapi Oma harus minum obat, Oma." Titah Arum."Untuk kali ini, biarkan aku bebas dari yang namanya obat. Kamu tau? Sakit lumpuh ini penyebabnya apa? Karena Danial!" Oma membuka cerita pada Arum.Arum tidak habis pikir, mungkin semenjak Oma tau bahwa menantunya selingkuh dirinya langsung drop."Bai