Beruntung Arum sudah berangkat. Kalau tidak, mungkin dia akan memaki Bi Asti dan langsung membayar hutang ibunya yang dua puluh ribu itu.
Setelah Bi Asti pergi, ibu langsung masuk kedalam rumah, tampak bapak sedang menyeruput kopi hitam pahit tanpa gula, karena persediaan gula dirumah sudah habis."Pak, nanti jangan berangkat kerja dulu" ucap ibu, bapak menghentikan aktivitasnya meminum kopi lalu mneyerit heran menatap isterinya."Loh kenapa Bu?" tanya bapak"Itu tadi Bi Asti, minta tolong buat benerin kran airnya dirumah. Tapi tanpa bayaran pak, karna ibu punya hutang sama dia" ucapan ibu terhenti saat pria paruh baya itu menganggukan kepalanya sambil menghembuskan nafas pelan dari mulutnya."Iya Bu ga papa, yang sabar aja ya bu" Jawab Bapak. Ibu hanya menganggukan kepala lalu segera pergi menuju dapur, dia sudah tidak kuat karna dari sudut kedua matanya ada air asin yang sudah menggenang dan siap jatuh. Dia tidak ingin membuat suaminya menjadi tambah bersedih dan berputus asa.Sedangkan ditempat lainArum tampak sibuk melayani para tamu yang datang ke restoran tempat dia bekerja, sedangkan Rani temanya mendapat tugas di bagian dapur.Arumi dengan cekatan dalam hal service, mulai dari menerima, menawarkan menu makanan, dan sampai mengantarkan makanan yang sudah di masak. Semua sudah Arumi hafal dan sangat mahir melakukan semua itu."Huft cape juga yah ternyata, do'a ibu di kabulin nih. Restoran rame banget hari ini" gumam Arumi sambil mengelap peluh yang membasahi wajah cantiknya. Ini memang sudah menunjukan jam makan siang, biasanya para tamu sudah datang dari jam setengah sebelas, dan akan mulai pergi ketika jam makan siang sudah selesai."Arum antarkan ke meja nomer 3!" teriak Mila salah satu senior Arum di tempat ini, mendengar itu Arum langsung mengambil nampan berisi satu gelas jus jeruk, dan mie goreng itu ke meja nomer tiga.Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba Arum tersentak kaget karena dari arah depan ada pria berjas rapi yang berjalan terlalu cepat, dan menabrak dirinya yang sedang membawa nampan itu.Alhasil nampan yang dia pegang jatuh dan membuat minuman serta makanan yang ada di atasnya tumpah mengenai sepatu mahal milik pria itu."Astaga maaf tuan, saya tidak sengaja tadi" Arum meminta maaf sambil membungkukkan badannya ke arah depan, semua pasang mata baik pekerja disana maupun para tamu menatap Arum dengan tatapan iba.Pria itu menarik nafas kasar, Arum dapat dengan jelas mendengarnya."Kamu dendam kah sama saya?" Tanya pria itu dengan suara barinton miliknya.Arum yang merasa tidak asing dengan suara barinton itu langsung mendongkrak ke atas, Arum dapat melihat dengan jelas pria dengan parah tampan, putih dan rahang tegas yang pria itu miliki."Ka-kamu?" Arum menyipitkan netranya mencoba mengingat pria yang kini sedang berdiri di depannya dengan tatapan angkuh dan penuh amarah."Loh kamu! orang yang sama, yang kemarin ngelindas dompet miliku kan?" Gerutu Arum.Pria didepannya berdecak kesal, "Dompet murah gitu aja masih terus dipermasalahkan. Kamu gak liat sepatu mahal saya jadi kotor seperti ini! kamu tau gak? bahkan gaji kamu selama setengah tahun pun ga akan cukup buat beli dan ganti rugi sepatuku" Kecam pria itu.Arum langsung menelan ludah dengan susah payah, "I-iya maaf" Ucap Arum meminta maaf, dia tidak ingin mendapatkan penilaian buruk ditempat kerjanya, apalagi sekarang dia masih anak magang yang bisa dengan gampang di pecat dari restoran ini."Maaf, Maaf! Hei kamu! cepat panggilkan Manager restoran ini, saya ingin berbicara kepada dia" Sentak pria itu memberi perintah kepada salah satu senior tempat kerja Arum.Senior Arum yang bernama Andi itu langsung tersentak dan dengan segera berlari untuk memanggil manager."Kan bisa dibicarakan baik-baik, kenapa harus panggil manager sih!" ucap Arum dengan takut, keningnya kini dibasahi oleh keringat dingin.Ntah apa yang akan terjadi sekarang dan ntah apa yang akan dia lakukan jika sampai dirinya dipecat dari tempat kerja ini nanti.Tak selang lama, Manager datang dengan tergesa. Terlihat jelas wajah paniknya."Ada apa tuan Alka?" tanya Pa Handi manager Arum.Arum terkejut karna sepertinya Pa Handi dan pria di depannya sudah saling mengenal dengan baik satu sama lain."Kita bicarakan diruanganmu!" Sentak Alka, Pa Handi hanya menganggukan kepala.Mereka bertiga pergi ke ruangan kerja pa Handi, karna Alka pun merasa risih mendapat tatapan dari banyak orang yang ada di restoran itu."Apakah Arum membuat kesalahan tuan?" tanya Pa HandiAlka berdecih lalu menghentakkan sepatu mahal miliknya yang sudah kotor dan basah itu, Pa Handi langsung menatap Arum dengan tatapan yang begitu tidak mengenakan sama sekali."Arum! apa-apaan kamu ini? kamu tidak tau dia siapa? dia adalah Tuan Alkana Narendra, pewaris perusahaan ternama Jakarta, juga cucu dari pemilik restoran ini!" Sentak Pa Handi penuh amarah. Arum yang mendengarnya langsung tercengang kaget, bahkan ingin sekali rasanya saat ini dia menghilang dan memutar waktu agar tidak bertemu dengan pria pembawa masalah dalam hidupnya ini."Ma-maafkan saya Pa Handi, ta-tadi saya tidak sengaja, Pa""Saya ingin, kamu pecat wanita ini sekarang juga"Perintah Alka, Arum langsung mendongkak tidak percaya, ternyata kini hal yang dia takutkan benar-benar terjadi."Tuan maafkan saya tuan, Pa Handi saya mohon maafkan saya pak" Arum memohon kepada mereka berdua.Pa Handi menggelengkan kepalanya pelan "Maaf Arum dengan berat hati, saya pecat kamu hari ini juga, silahkan pergi dari tempat ini. Untuk uang pesangonmu akan saya titipkan kepada Rani nanti" Ujar Pa Handi."Saya mohon Pa, beri saya kesempatan sekali lagi. Saya mengakui kesalahan saya pa, saya minta maaf pa" Arum memelas, air matanya mulai terjatuh. Tapi Pa Handi hanya menggelengkan kepala.Sekarang pupus sudah harapan Arum, dia pikir dirinya akan menabung uang dari hasil kerjanya untuk membayarkan hutang kedua orang tuanya, tapi ternyata tuhan sudah menggariskan takdir lain untuk dirinya."Punya telinga gak!" Sentak Alkana, Arum menatap pria itu dengan tatapan tajam. Hingga akhirnya gadis itu menyerah untuk memohon dan memilih pergi karna sudah kehabisan harapan.Dan sepertinya percuma saja memohon kesempatan kedua pada Pa Handi, karna disini dirinya bukanlah siapa-siapa. Arum mengusap pipinya yang basah dengan kasar, kemudian meninggalkan restoran ini.Dengan gontai Arum melangkahkan kaki untuk pulang ke rumahnya, dia bingung apa yang harus dia katakan nanti kepada kedua orang tuanya jika sudah sampai dirumah."Bagaimana nanti dengan hutang orang tuaku" Gumam Arum dalam hati.Karena terlalu keras berfikir, Arum sampai tidak menyadari kalau sekarang kakinya sudah sampai di halaman rumahnya.Arum menyerit heran, karena didepan rumahnya sudah berkumpul banyak tetangganya."Ada apa ini!" teriak Arum panik, Bi Asti yang menyadari kedatangan Arum langsung mendekati wanita itu."Arum, ibu sama bapakmu hampir saja dipukuli para rentenir itu karna tidak bisa membayar hutang. Untung ada tetangga yang ngeliat dan berhasil menolong orang tuamu"Seketika Arum tersentak mendengar penuturan Bi Asti, Arum langsung berlari membelah kerumunan didepan rumahnya, tapi belum sampai masuk kedalam rumah Arum memutar badannya dan menyuruh para tetangga untuk meninggalkan halaman rumahnya, karena baginya kejadian menyedihkan ini bukanlah hal yang baik untuk menjadi sebuah tontonan dan pasti kejadian ini akan menjadi topik utama para tetangganya itu bergosip.Setelah berhasil membubarkan para tetangganya, Arum langsung melesak masuk kedalam rumah. "Sudah, saya mohon hentikan! Saya janji akan membayar semua hutang orang tua saya" Ujar Arum, Para rentenir yang berjumlah lebih dari lima orang itu menatap Arum tajam."Omong kosong kamu! Ini sudah melebihi batas tempo, bahkan bunganya sudah banyak!" Sentak salah satu rentenir itu sambil melepaskan cengkraman tangan besarnya yang tadi menggenggam kasar kerah baju bapak, Sontak karena hal itu bapak langsung tersungkur lemas, Arum dan Ibu berusaha menolong Bapa."Stop! Hentikan, tunggu dulu" Tiba-tiba ada suara wanita dari ambang pintu rumah, suara wanita itu berhasil memecah kegaduhan dirumah ini.Semua orang yang ada didalamnya melihat ke arah pintu, Arum dapat melihat dengan jelas wanita yang seusia dengan ibunya memasuki rumah. Dengan menggunakan pakaian mewah, dan sepatu mahal yang menempel di kaki jenjang mulus miliknya. Jelas semua itu sangat berbanding terbalik dengan keadaan ibu Arum, y
Arum membawa Oma jalan-jalan ditaman depan rumah nyonya Lidia. "Rumahnya besar yah Oma?" Arum mencoba memecah keheningan diantara dirinya dan Oma."Besar dan indah, tapi tidak dengan kehidupan didalamnya," ujar Oma lirih, tapi Arum masih bisa mendengar ucapan Oma.Gadis itu terpaku menatap Oma, ada gurat sedih tampak jelas disudut wajah tuanya."Oma mau makan buah?" Tanya Arum, Oma menggelengkan kepala."Sepertinya kamu orang baik," Oma memuji Arum, padahal baru pertama kali dirinya mengenal gadis ini. Tapi dilihat dari sifat dan tingkah laku sudah bisa ditebak kalau Arum adalah gadis baik-baik.Arum hanya tersenyum mendengar ucapan Oma."Aku ingi masuk ke dalam," titah Oma, Arum menurutinya.Saat sudah berada didepan pintu, Arum melihat ada wanita seusianya sedang duduk memainkan ponsel mahal di sofa ruang tamu."Mau apa lagi dia kesini," ketus Oma, Arum ingin sekali bertanya pada Oma tapi urung karena mungkin akan tidak sopan jika dirinya yang bukan siapa-siapa ingin tau dengan keh
"Udah-udah, biarin aja dia pergi ngerusak moments saja. Lebih baik sekarang kita makan diluar," ajak Alkana, Mona hanya menganggukan kepala sambil tersenyum dengan tangannya bergelayut manja dilengan Alka."Ayo kita berangkat sekarang," "Mau kemana kalian?" Tanya Oma yang baru saja keluar dari kamar bersama Arum.Mona berdecih kesal mendengar pertanyaan Oma."Mau pergi keluar sebentar Oma" jawab Alkana sambil tersenyum ramah."Semenjak kamu kenal sama wanita ini, waktumu habis hanya untuk mengurusi dia." Sindir Oma pada cucu semata wayangnya."Apa maksud Oma?" Tanya Mona dengan suara memelas, Arum yang melihatnya menaikan bahu tak suka."Oma, Alkana cinta sama Mona," Alkana berusaha membela diri."Kamu memang cinta sama dia, tapi wanita itu cuma cinta sama hartamu!" Sentak Oma.Arum hanya terdiam mendengar perselisihan yang terjadi di antara mereka."Oma!" Sentak Alkana. Oma hanya memalingkan wajahnya."Ayo Arum, antar aku ke dapur," pinta Oma. Arum hanya mampu menurutinya.*Lampu ru
Pagi hari keluarga ini melakukan aktivitas makan pagi bersama, walau tidak diiringi canda tawa. Sangat berbeda dengan apa yang Arum rasakan di rumahnya, kehangatan dalam keluarga disini sama sekali tidak dia dapatkan.Arum pun tersadar, kalau nyonya Lidia ini sepertinya janda. Buktinya sejak awal dia kesini dia tidak melihat ada suami dari nyonya Lidia, bahkan dia tidak mendapati foto nyonya Lidia bersama suaminya dirumah ini. Hanya ada foto majikanya, Oma dan Alkana si pria menyebalkan itu."Kalau jadi janda kaya Raya gini sih aku juga mau," gumam Arum."Ternyata seperti ini sisi buruk keluarga ini, pantas saja Oma merasa kesepian." Sambung Arum dalam hati.Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu, Arum ikut duduk disamping oma karena nyonya Lidia yang menyuruhnya, Arum ditugaskan untuk membantu Oma saat makan. Karena tangan Oma masih lemas jika digerakan.Oma menderita lumpuh sebagian, di bagian tubuh kirinya dari atas kepala hingga kaki. Tapi karena sering berobat diru
"Sadar diri Lo?" Sindir Alka."Apaan sih," ketus Arum"Beliin aja Alka, pakai uang oma aja" pungkas Oma.Ntah mengapa ada perasaan haru dalam benak Arum, padahal baru hitungan hari Oma dan dirinya saling kenal. Tapi Oma sudah perhatian seperti ini pada dirinya."Ga usah Oma, ngrepotin. Arum kan baru dua hari kerja," tolak Arum perlahan."Memangnya kenapa? Ga harus nunggu kerja lama." Paksa Oma, Arum hanya bisa pasrah."Udah deh nurut aja, bersyukur aja Lo dibeliin sama Oma," sinis Alkana."Makasih Oma," ujar Arum sambil tersenyum manis kepada Oma, Oma hanya menganggukan kepalanya.Alkana langsung membayar kalung dan gelang itu untuk Oma dan Arum. Setelah itu Alka langsung memakaikan kalung liontin indah itu di leher Oma."Cantik," puji Alka pada Oma."Alka!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang tidak asing ditelinga mereka bertiga.Kompak mereka menoleh, dan melihat Mona sedang berlari kecil kearah mereka."Mona? Kamu ngapain disini?" Tanya Alkana terkejut."Harusnya aku yang tanya
"Arum, kamu kamana saja. Jangan tiba-tiba menghilang seperti itu," ucap Oma saat Arum baru saja mendudukan tubuhnya di jok mobil samping Oma."Maaf Oma, tadi Arum terserat. Untung bisa ketemu tuan Alkana," jawab Arum.Alkana mendesis kesal, "Makanya jadi orang jangan terlalu polos, di mall aja sampe nyasar gitu." Sentak Alkana, Arum hanya terdiam."Udah-udah lebih baik kita pulang saja sekarang, Oma sudah cape," pungkas Oma melerai perdebatan antara dua manusia ini. Tubuh rentanya sudah mulai kelah karena jalan-jalan hari ini, apalagi kalau ditambah perdebatan antara Arum dan Alkana yang tidak ada habisnya pasti akan tambah pusing dibuatnya.Alkana langsung menancap gas membelah jalanan ibukota disore hari, sengaja memang pulang sebelum jam empat sore. Karena jam itu adalah jam rawan macet di ibukota.Tak butuh waktu lama, mobil mewah Alkana sudah masuk ke area halaman rumah yang luas. Halaman yang dijaga oleh beberapa satpam, dengan baju rapih di depan gerbang."Ngapain lagi dia kesin
Arum membantu Oma mendudukanya diranjang. Oma terdiam sejenak, air matanya kemudian luruh. Suara perdebatan antara ketiga orang diluar masih terdengar nyaring ditelinga Oma dan Arum dari dalam kamar."Oma? Oma makan dulu yah, biar Arum bawakan," Arum memecah keheningan, Oma menjawab pertanyaan Arum dengan gelengan kepala pelan."Tidak perlu Arum, saya tidak lapar. Sudah kenyang rasanya melihat perdebatan mereka yang diluar," jawab Oma. Hati Arum langsung terenyuh.Kehidupan keluarga ini dengan keluarganya memang berbanding terbalik, keluarganya harmonis walau kakaknya Ambar tidak tau diri, tapi mereka masih bisa hidup bahagia.Sedangkan keluarga ini, bergelimang harta tapi sangat berantakan."Tapi Oma harus minum obat, Oma." Titah Arum."Untuk kali ini, biarkan aku bebas dari yang namanya obat. Kamu tau? Sakit lumpuh ini penyebabnya apa? Karena Danial!" Oma membuka cerita pada Arum.Arum tidak habis pikir, mungkin semenjak Oma tau bahwa menantunya selingkuh dirinya langsung drop."Bai
Arum membeli dua botol Air mineral, dan empat bungkus roti untuk mengganjal perut.Dia ingin membeli nasi, tapi Arum yakin Alkana tidak akan mau memakannya."Tuan, minum dulu. Sama makan rotinya," tawar Arum sambil menyodorkan satu botol air mineral dan roti pada Alka.Alkana hanya terdiam, tatapanya kosong."Tuan?" Panggil Arum sekali lagi."Brisik Lo! Ga usah so perhatian. Gue masih inget banget kesalahan Lo waktu di restoran!" Sentak Alkana.Arum mendesis pelan, apakah harus sekali membahas hal seperti itu saat sedang dirumah sakit, dan saat ada didalam situasi seperti ini?"Bukan begitu tuan, saya hanya khawatir kalau nanti tuan Alkana ikut sakit. Siapa yang akan merawat Oma dan nyonya Lidia, masa saya? Saya kan hanya seorang pelayan," jawab Arum dengan suara datarnya.Alaka menatap sekilas botol minum dan roti yang masih berada ditangan Arum, tanpa memandang wajah Arum. Alkana langsung menyambar botol dan roti itu.Arum terkekeh pelan melihat tingkah Alkana, "Bilang aja laper!" T