Share

BAB 3. DIA

Beruntung Arum sudah berangkat. Kalau tidak, mungkin dia akan memaki Bi Asti dan langsung membayar hutang ibunya yang dua puluh ribu itu.

Setelah Bi Asti pergi, ibu langsung masuk kedalam rumah, tampak bapak sedang menyeruput kopi hitam pahit tanpa gula, karena persediaan gula dirumah sudah habis.

"Pak, nanti jangan berangkat kerja dulu" ucap ibu, bapak menghentikan aktivitasnya meminum kopi lalu mneyerit heran menatap isterinya.

"Loh kenapa Bu?" tanya bapak

"Itu tadi Bi Asti, minta tolong buat benerin kran airnya dirumah. Tapi tanpa bayaran pak, karna ibu punya hutang sama dia" ucapan ibu terhenti saat pria paruh baya itu menganggukan kepalanya sambil menghembuskan nafas pelan dari mulutnya.

"Iya Bu ga papa, yang sabar aja ya bu" Jawab Bapak. Ibu hanya menganggukan kepala lalu segera pergi menuju dapur, dia sudah tidak kuat karna dari sudut kedua matanya ada air asin yang sudah menggenang dan siap jatuh. Dia tidak ingin membuat suaminya menjadi tambah bersedih dan berputus asa.

Sedangkan ditempat lain

Arum tampak sibuk melayani para tamu yang datang ke restoran tempat dia bekerja, sedangkan Rani temanya mendapat tugas di bagian dapur.

Arumi dengan cekatan dalam hal service, mulai dari menerima, menawarkan menu makanan, dan sampai mengantarkan makanan yang sudah di masak. Semua sudah Arumi hafal dan sangat mahir melakukan semua itu.

"Huft cape juga yah ternyata, do'a ibu di kabulin nih. Restoran rame banget hari ini" gumam Arumi sambil mengelap peluh yang membasahi wajah cantiknya. Ini memang sudah menunjukan jam makan siang, biasanya para tamu sudah datang dari jam setengah sebelas, dan akan mulai pergi ketika jam makan siang sudah selesai.

"Arum antarkan ke meja nomer 3!" teriak Mila salah satu senior Arum di tempat ini, mendengar itu Arum langsung mengambil nampan berisi satu gelas jus jeruk, dan mie goreng itu ke meja nomer tiga.

Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba Arum tersentak kaget karena dari arah depan ada pria berjas rapi yang berjalan terlalu cepat, dan menabrak dirinya yang sedang membawa nampan itu.

Alhasil nampan yang dia pegang jatuh dan membuat minuman serta makanan yang ada di atasnya tumpah mengenai sepatu mahal milik pria itu.

"Astaga maaf tuan, saya tidak sengaja tadi" Arum meminta maaf sambil membungkukkan badannya ke arah depan, semua pasang mata baik pekerja disana maupun para tamu menatap Arum dengan tatapan iba.

Pria itu menarik nafas kasar, Arum dapat dengan jelas mendengarnya.

"Kamu dendam kah sama saya?" Tanya pria itu dengan suara barinton miliknya.

Arum yang merasa tidak asing dengan suara barinton itu langsung mendongkrak ke atas, Arum dapat melihat dengan jelas pria dengan parah tampan, putih dan rahang tegas yang pria itu miliki.

"Ka-kamu?" Arum menyipitkan netranya mencoba mengingat pria yang kini sedang berdiri di depannya dengan tatapan angkuh dan penuh amarah.

"Loh kamu! orang yang sama, yang kemarin ngelindas dompet miliku kan?" Gerutu Arum.

Pria didepannya berdecak kesal, "Dompet murah gitu aja masih terus dipermasalahkan. Kamu gak liat sepatu mahal saya jadi kotor seperti ini! kamu tau gak? bahkan gaji kamu selama setengah tahun pun ga akan cukup buat beli dan ganti rugi sepatuku" Kecam pria itu.

Arum langsung menelan ludah dengan susah payah, "I-iya maaf" Ucap Arum meminta maaf, dia tidak ingin mendapatkan penilaian buruk ditempat kerjanya, apalagi sekarang dia masih anak magang yang bisa dengan gampang di pecat dari restoran ini.

"Maaf, Maaf! Hei kamu! cepat panggilkan Manager restoran ini, saya ingin berbicara kepada dia" Sentak pria itu memberi perintah kepada salah satu senior tempat kerja Arum.

Senior Arum yang bernama Andi itu langsung tersentak dan dengan segera berlari untuk memanggil manager.

"Kan bisa dibicarakan baik-baik, kenapa harus panggil manager sih!" ucap Arum dengan takut, keningnya kini dibasahi oleh keringat dingin.

Ntah apa yang akan terjadi sekarang dan ntah apa yang akan dia lakukan jika sampai dirinya dipecat dari tempat kerja ini nanti.

Tak selang lama, Manager datang dengan tergesa. Terlihat jelas wajah paniknya.

"Ada apa tuan Alka?" tanya Pa Handi manager Arum.

Arum terkejut karna sepertinya Pa Handi dan pria di depannya sudah saling mengenal dengan baik satu sama lain.

"Kita bicarakan diruanganmu!" Sentak Alka, Pa Handi hanya menganggukan kepala.

Mereka bertiga pergi ke ruangan kerja pa Handi, karna Alka pun merasa risih mendapat tatapan dari banyak orang yang ada di restoran itu.

"Apakah Arum membuat kesalahan tuan?" tanya Pa Handi

Alka berdecih lalu menghentakkan sepatu mahal miliknya yang sudah kotor dan basah itu, Pa Handi langsung menatap Arum dengan tatapan yang begitu tidak mengenakan sama sekali.

"Arum! apa-apaan kamu ini? kamu tidak tau dia siapa? dia adalah Tuan Alkana Narendra, pewaris perusahaan ternama Jakarta, juga cucu dari pemilik restoran ini!" Sentak Pa Handi penuh amarah. Arum yang mendengarnya langsung tercengang kaget, bahkan ingin sekali rasanya saat ini dia menghilang dan memutar waktu agar tidak bertemu dengan pria pembawa masalah dalam hidupnya ini.

"Ma-maafkan saya Pa Handi, ta-tadi saya tidak sengaja, Pa"

"Saya ingin, kamu pecat wanita ini sekarang juga"

Perintah Alka, Arum langsung mendongkak tidak percaya, ternyata kini hal yang dia takutkan benar-benar terjadi.

"Tuan maafkan saya tuan, Pa Handi saya mohon maafkan saya pak" Arum memohon kepada mereka berdua.

Pa Handi menggelengkan kepalanya pelan "Maaf Arum dengan berat hati, saya pecat kamu hari ini juga, silahkan pergi dari tempat ini. Untuk uang pesangonmu akan saya titipkan kepada Rani nanti" Ujar Pa Handi.

"Saya mohon Pa, beri saya kesempatan sekali lagi. Saya mengakui kesalahan saya pa, saya minta maaf pa" Arum memelas, air matanya mulai terjatuh. Tapi Pa Handi hanya menggelengkan kepala.

Sekarang pupus sudah harapan Arum, dia pikir dirinya akan menabung uang dari hasil kerjanya untuk membayarkan hutang kedua orang tuanya, tapi ternyata tuhan sudah menggariskan takdir lain untuk dirinya.

"Punya telinga gak!" Sentak Alkana, Arum menatap pria itu dengan tatapan tajam. Hingga akhirnya gadis itu menyerah untuk memohon dan memilih pergi karna sudah kehabisan harapan.

Dan sepertinya percuma saja memohon kesempatan kedua pada Pa Handi, karna disini dirinya bukanlah siapa-siapa. Arum mengusap pipinya yang basah dengan kasar, kemudian meninggalkan restoran ini.

Dengan gontai Arum melangkahkan kaki untuk pulang ke rumahnya, dia bingung apa yang harus dia katakan nanti kepada kedua orang tuanya jika sudah sampai dirumah.

"Bagaimana nanti dengan hutang orang tuaku" Gumam Arum dalam hati.

Karena terlalu keras berfikir, Arum sampai tidak menyadari kalau sekarang kakinya sudah sampai di halaman rumahnya.

Arum menyerit heran, karena didepan rumahnya sudah berkumpul banyak tetangganya.

"Ada apa ini!" teriak Arum panik, Bi Asti yang menyadari kedatangan Arum langsung mendekati wanita itu.

"Arum, ibu sama bapakmu hampir saja dipukuli para rentenir itu karna tidak bisa membayar hutang. Untung ada tetangga yang ngeliat dan berhasil menolong orang tuamu"

Seketika Arum tersentak mendengar penuturan Bi Asti, Arum langsung berlari membelah kerumunan didepan rumahnya, tapi belum sampai masuk kedalam rumah Arum memutar badannya dan menyuruh para tetangga untuk meninggalkan halaman rumahnya, karena baginya kejadian menyedihkan ini bukanlah hal yang baik untuk menjadi sebuah tontonan dan pasti kejadian ini akan menjadi topik utama para tetangganya itu bergosip.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status