Share

Bertingkah

Istri 100 Kilogram

Part 3

"Kalau kamu punya uang itu cuma untuk memanjakan perut, tapi Claudia akan memanjakan tubuhnya yang indah. Dia akan menghabiskan semua uang yang aku berikan untuk ke salon dan membeli baju-baju mahal, agar dia menjadi lebih cantik, bukan seperti gajah," sindirku dengan tersenyum jumawa.

Kulihat Ayu menghentikan aktivitasnya mengatur semua bahan makanan di kulkas. Dia juga terlihat meremas kedua tangannya yang putih tapi bulat-bulat. Dia cantik, tapi sayangnya dia tidak menyayangi dirinya sendiri.

"Maksud kamu apa, Mas?" tanya Ayu yang kini sudah berdiri di depanku.

"Ternyata selain jelek, kamu juga bodoh ya. Kamu tau kenapa sampai detik ini aku tidak menyentuhmu? Itu karena aku tidak berselera melihat tubuh yang di dominasi oleh lemak."

Ayu mulai terlihat meremas baju yang dipakai, matanya berembun seperti mau menangis. Tapi itu sama sekali tidak membuatku kasihan padanya, yang ada aku bertambah bosan melihatnya yang cengeng.

"Sini, biar aku perjelas," aku menarik tangannya dan menariknya kuat menuju ke kamar. Untung saja mbok Darmi tidak dirumah, karena dia ijin untuk mengunjungi anaknya. Kalau tidak, aku bisa dilaporkan sama Papa mertua.

"Lihatlah," aku menariknya kedepan cermin, agar dia sadar diri. Ayu terlihat menatap dirinya melalui pantulan cermin, bahkan saat ini dia sudah menangis.

"Kamu lihat kaki kaki yang harusnya jenjang, lihat juga lengan kamu yang penuh dengan gelambir lemak. Dan perut kamu persis seperti balon yang akan segera meledak."

"Kamu punya uang, tapi uang kamu hanya kamu gunakan untuk memanjakan perut kamu yang seperti guci itu. Kalau kamu berjalan ke atas podium, itu yang pertama kali akan terlihat ya perut kesayangan kamu ini."

"Kamu bandingkan kamu dengan Claudia, dia itu cantik. Pintar merawat diri, jadilah seperti dia jika kamu ingin aku sentuh," makiku kesal. Baru kali ini aku mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini aku pendam. Seharusnya dia sadar diri, siapa dia yang mau menjadi istri seorang Adam Malik. Dia bahkan tidak pantas untuk menjadi pembantu untukku, apalagi istri.

"Jangan bisanya nangis, kamu dengar nggak yang aku bilang tadi?" bentakku lagi.

"Harusnya kamu sadar, kamu itu nggak pantas jadi istriku. Aku juga tidak pernah menganggap kamu sebagai istri."

"Dengar, kamu itu cantik. Setidaknya kamu bisa mendapatkan laki-laki lain setelah aku menceraikan kamu," gumamku dan segera berlalu ke kamar mandi. Kami memang tinggal di satu kamar, tapi aku lebih memilih untuk tidur di sofa. Daripada aku tidur berdampingan dengan gajah bengkak, yang ada besoknya aku ditemukan tidak bernyawa karena tertindih oleh dia. Semoga saja dia mengerti posisi nya, dan semoga dia juga mengerti jika aku tidak pernah menginginkan dia menjadi istriku.

*

"Kamu nggak masak?" tanyaku ketika menemuinya di dapur. Pagi ini aku harus pergi lebih cepat ke kantor, karena aku harus menemui Claudia terlebih dahulu. Aku takut dia marah dan memutuskan hubungan denganku, aku tidak ingin kehilangannya.

"Nggak," jawabnya singkat. Biasanya dia akan memasakkan makanan untukku, walaupun kami memiliki pembantu tapi Ayu tidak akan lepas tangan dalam mengurusi semua keperluanku. Untuk sarapan dia sering memasak nasi goreng seafood kesukaanku, tapi sepertinya pagi ini aku harus sarapan di kantor.

"Yaudah, kalau gitu ambilkan sepatuku. Aku buru-buru," ucapku sambil duduk di kursi menunggu Ayu mengambilkan sepatu kerjaku seperti biasa.

"Aku nggak bisa, aku sibuk," jawabnya singkat. Tapi mampu membuatku heran, kenapa dengannya. Apakah pernyataan aku semalam itu membuatnya marah, kenapa dia mesti marah, padahal yang aku katakan semalam adalag fakta.

"Kamu jangan ngebantah ya kalau aku nyuruh, ingat aku itu suami kamu. Jadi kamu nggak boleh ngebantah semua perintahku!" sungutku geram melihat tingkahnya yang keterlaluan.

"Maaf, Mas. Aku nggak pernah kamu anggap sebagai istri, untuk apa aku harus membuang tenagaku untuk melayani kamu?" ujarnya tanpa melihat kearahku. Dia hanya fokus dengan layar pipih ditangannya, entah apa yang dia lihat disana.

"Berani ya kamu ngebantah sekarang? Kamu mau kita pisah dengan pernikahan yang baru beberapa minggu? Kamu nggak takut Mama kamu malu di depan teman-teman arisannya, anak gadisnya di ceraikan' oleh suaminya karena terlalu gendut," tantangku. Ayu terlihat mengentikan aktivitasnya menekuni ponsel. Mungkin dia mulai khawatir karena pasti dia tidak mau Mamanya malu di depan teman-teman sosialita karena anaknya ditinggal karena berat badannya yang seperti gajah.

"Cepat ambilkan sepatuku," seruku lagi padanya. Aku tersenyum sinis sambil membayangkan betapa bahagianya hidupku sekarang, punya pembantu gratis.

"Nggak, aku nggak mau. Terserah kamu mau pisah kek, nggak kek, aku tetap nggak mau ngelayani kamu lagi sampai kamu bisa menganggap aku istri kamu," tegasnya lagi. Kembali dia melihat benda pipih itu lagi tanpa memperdulikan aku yang sudah sangat muak dengan sikapnya itu.

"Sini ponsel kamu, nggak sopan suami ngomong kamu malah lihat ponsel. Kamu lihat apa emangnya," aku merampas ponsel miliknya dan melihat apa yang membuat Ayu sampai mengacuhkanku seperti ini. Padahal pas pertama menikah dia sangat penurut dan perhatian, walaupun aku selalu membentaknya dan masih berhubungan dengan Claudia.

"Ha-ha-haโ€ฆ." tawaku pecah ketika melihat layar ponsel milik Ayu, ternyata dari tadi dia melihat cara-cara agar menjadi langsing. Dan dia juga sempat mendownload beberapa video senam untuk orang yang sedang melakukan diet.

"Apaan sih! sini hpku," teriak Ayu dengan cepat menyambar ponselnya yang aku pegang. Tapi sayangnya dia tidak akan bisa mengambilnya, tinggi badanku dengannya sangat jauh.

"Ha-ha-ha, bentar. Aku belum habis lihat," ucapku tertawa terbahak-bahak. Aku tidak habis pikir dengan jalan pikirannya gajah bengkak ini, mana bisa dia menurunkan berat badan yang lemaknya saja sudah mendarah daging di tubuhnya.

"Nggak lucu tau nggak!" bentaknya sambil berusaha merebut ponselnya lagi.

"Nih! Jangan sentuh-sentuh. Nanti yang ada lemak kamu nempel lagi disini," ejekku sambil menyodorkan ponselnya. Ayu terlihat sangat marah dan kesal karena sikapku. Biar saja, aku ingin dia saja yang menggugat cerai, biar aku tidak kelihatan bersalah di depan semua orang.

"Dengar ya, kamu itu nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan Claudia. Jadi jangan ngimpi buat kurus! Ha-haโ€ฆ." ejekku lagi disertai tawa mengejek, aku bahkan sampai sakit perut menertawakan si gajah bengkak ini.

"Jangan pernah bandingkan aku dengan wanita murahan itu, Mas. Aku jauh lebih baik dari dia," teriak Ayu marah. Aku pun langsung terdiam ketika Ayu menyebut Claudia wanita murahan.

"Jaga ya omongan kamu! Kamu nggak tau siapa Claudia. Dia bahkan tidak mau aku sentuh karena kami belum menikah," tegasku dengan menunjuk dengan jariku kearah wajahnya.

"Kamu tidak tau siapa dia," jawab Ayu menggeleng kuat. Bola matanya menunjukkan amarah yang terpendam dalam.

"Diiaam!" teriakku di depan wajahnya. Ayu sedikit kaget dengan ucapanku, namun hanya sebentar, kemudian dia kembali tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Dia memang mampu mengontrol emosinya, itu menjadi satu nilai plus untuknya.

"Jangan pernah menjelek-jelekkan Claudia lagi. Kalau tidakโ€ฆ."

"Kalau tidak apa?" tantang Ayu lagi dengan melihat kearah ku. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Aku juga harus meredam emosiku, jangan sampai aku telat ke tempat Claudia hanya gara-gara si gajah bengkak ini.

"Kamu tidak akan pernah sama dengan Claudia. Ingat itu," kecamku lagi.

"Terserah, aku hanya ingin menurunkan berat badanku, Mas. Jika orang-orang menurunkan berat badannya untuk dirinya sendiri, aku menurunkan berat badanku untuk kamu. Aku ingin mempertahankan rumah tangga ini, Mas."

Setelah mengucapkan itu, Ayu langsung pergi dari hadapanku. Aku sedikit tercengang dengan ucapannya barusan, apa dia sangat mencintaiku.

"Apa kamu sangat mencintaiku Ayu Pratama? Kenapa kamu sangat ingin mempertahankan rumah tangga tanpa dasar cinta!" tanyaku ketika dia sudah sedikit menjauh dariku. Langkahnya terhenti saat mendengar pertanyaan dariku. Kemudian dia berbalik menghadap ke arahku, matanya terlihat sembab. Wajahnya yang putih terlihat memerah, dia terlihat sangat kacau.

"Adam Malik, aku mencintaimu dari dulu hingga saat ini dan sampai selamanya. Aku sangat mencintaimu," ucapnya dengan suara parau khas orang menangis. Air matanya terus mengalir tanpa henti, setelah mengatakan itu dia berbalik pergi masuk kedalam kamar kami.

Aku sedikit tercengang mendengar penuturannya barusan, kata-kata itu sepertinya sudah sangat sering aku dengar. Ini seperti de Javu, aku seperti pernah berada didalam posisi ini dengannya. Tapi dimana dan kapan aku tidak tau, kata-kata itu terus terngiang didalam kepalaku.

Ddrrtt!

Hingga ponselku bergetar baru aku tersentak sadar dari lamunan. Ternyata Claudia yang menelpon.

"Halo," ucapku ketika sambungan telpon terhubung.

"Sayang, kamu kemana saja. Aku tunggu dirumah ya," ucap Claudia manja.

"Nggak bisa sekarang, Sayang. Nanti sore ya, waktu aku pulang dari kantor. Soalnya aku udah telat ini," bujukku agar Claudia tidak marah.

"Kamu pasti habis berduaan sama si gajah bengkak itu ya," rajuk Claudia.

"I-iya nggak lah, Sayang. Yaudah ya, aku udah telat ini. Nanti sore kamu siap-siap, aku jemput. Kita makan malam diluar," rayuku lagi.

"Bener ya, janji."

"Iya, janji. Yaudah, see you Baby."

Setelah mematikan sambungan telepon aku segera memakai sepatu dan bersiap untuk pergi ke kantor. Semoga saja nanti malam akan menjadi malam yang indah untukku dan Claudia. Aku akan berusaha menebus kesalahan yang aku perbuat tadi malam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status