Share

Claudia minta nikah

ISTRI 100 KILOGRAM

Part 5

Setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan, akhirnya aku bisa istirahat didalam ruangan kantor. Dari tadi pagi sibuk melayani klien dan juga ada beberapa meeting diluar. Kulirik jam di pergelangan tangan, ternyata sudah pukul empat sore. Kembali aku merogoh ponsel di saku celana, aku berencana akan menghubungi Claudia. Dari tadi pagi dia menelponku, tapi aku tidak bisa mengangkat telpon darinya. Karena yang kujumpai hari ini semuanya adalah klien penting.

Berkali-kali aku menghubungi nomornya, tapi tidak ada jawaban. Mungkin dia marah lagi karena aku tidak menghiraukannya tadi. Sudahlah, lebih baik aku pulang sekarang untuk bersiap-siap pergi nanti malam. Akan kubuat makan malam kami nanti menjadi makan malam terindah dan tidak bisa dilupakan oleh Claudia. Aku juga sudah memesan tempat khusus untuk makan malam kami nanti.

Didalam perjalanan pulang, aku singgah ketempat orang yang menjual bunga di tepi jalan. Aku membeli sebuket bunga Lily segar untuk Claudia, dia pasti sangat senang jika aku membelikan bunga ini untuknya. Karena sejak dulu kami masih berhubungan melalui dunia maya, dia sering mengatakan jika dia menyukai bunga Lily. Semoga saja dengan begini dia tidak akan marah lagi padaku.

*

"Pergi kamu dari sini atau aku akan memanggil satpam untuk menarikmu keluar."

Terdengar suara Ayu yang mengusir seseorang dari dalam, dengan siapa dia bertengkar hingga dia mengusir orang seperti itu. Apakan ada tamu yang membahayakan nyawanya, atau jangan-jangan ada pencuri. Aku segara bergegas masuk kedalam rumah setelah mendengar suara Ayu yang sedikit berteriak.

"Sebentar lagi juga aku akan menempati rumah ini, jangan sombong kamu Ayu." 

Deg!

Itu suara Claudia, untuk apa dia kesini. Aku segera membuka sepatu dan menaruhnya di rak sepatu yang di sediakan diluar. Ayu sangat suka kebersihan, jadi sepatu yang di pakai diluar rumah tidak boleh di bawa masuk kedalam rumah.

"Claudia, kamu kenapa disini?" tanyaku pada Claudia saat aku sudah berada di dalam rumah.

Saat ini Ayu terlihat berdiri berhadapan dengan Claudia, wajahnya terlihat memerah karena marah. Sedangkan Claudia, dia terlihat lebih santai dari Ayu.

"Eh, Sayang. Kamu sudah pulang?" tanya Claudia yang menghampiriku dan segera menggandeng tanganku mesra, dia juga merebahkan kepalanya pada bahuku. Ayu terlihat membuang mukanya kearah lain, mungkin dia cemburu.

"Aku baru aja pulang, kamu ngapain disini?" aku menjawab pertanyaan Claudia seadanya karena aku penasaran kenapa dia sampai menyusulku kemari.

Jika Ayu marah dan melaporkan semuanya pada Papa dan Mama mertua bisa-bisa aku habis dimarahi oleh mereka. Atau jika Ayu tidak melaporkan aku, bisa saja Mama dan Papa kemari dan menemukan Claudia berada disini.

"Kok kamu nanyanya gitu sih, aku kan kangen sama kamu makanya aku kesini," rajuk Claudia manja. Dia seperti sengaja membuat suaranya menjadi manja seperti itu agar Ayu semakin marah dan cemburu. Aku melirik kearah Ayu, dia mencebikkan mulutnya marah, seperti menirukan apa yang Claudia katakan.

"Nggak gitu, aku kan udah janji bakalan jemput kamu nanti malam. Jadi kamu nggak harus kesini," jelasku. Seharusnya Claudia memang tidak perlu kesini, ini sama saja membuat amarah Ayu keluar. Memang di depan Ayu aku selalu mengatakan jika aku tidak keberatan jika kami bercerai, tapi sebenarnya aku sangat takut jika Ayu marah dan meminta cerai. Bisa jadi miskin aku kalau cerai beneran sama si Gajah ini.

"Kelamaan, kamu sih dari tadi pagi aku hubungin tapi nggak kamu respon," rengek Claudia lagi. Aku mencoba melepaskan gandengan tangan Claudia dari tanganku, karena dari tadi mata Ayu melotot kearahku.

"Iya, tadi ada meeting. Aku juga udah telpon balik tapi kamu nggak angkat," ujarku sambil melepaskan jas dan menaruh tas kerja di sofa.

Seperti biasa Ayu dengan sigap mengambil baju jas yang aku tanggalkan dan juga tas kerjanya. Melihat itu Claudia segera berjalan kearah Ayu dan merampas semua yang dipegang oleh Ayu.

"Sini, kamu itu nggak berhak tau nggak buat ngelayani Adam!" teriak Claudia.

Kulihat Ayu hanya tersentak kaget, tapi hanya sebentar. Karena setelah itu, ada senyum tipis yang terukir pada wajahnya.

"Aku lupa, kalau sekarang ada pembantu baru yang akan ngelayani semuanya dirumah ini," ucap Ayu santai.

"Maksud kamu apa? Kamu bilang aku pembantu?" tanya Claudia dengan suaranya yang meninggi. Aku hanya bisa menggaruk tenggkukku yang tidak gatal, ternyata jika perempuan ribut begini. Lebih baik aku diam, nanti jika mereka sudah cakar-cakaran baru aku bertindak.

"Aku nggak bilang gitu, mungkin kamu ngerasa aja kali," ucap Ayu sinis.

"Mas, kamu kok diam aja sih. Kamu nggak denger si gajah bengkak ini ngatain aku babu?" rajuk Claudia marah.

"Kamu sebaiknya pulang aja ya, nanti malam aku jemput," usirku lembut. Aku tidak ingin ada keributan dirumah ini, capek pulang kerja bukannya bisa istirahat malah makin capek.

"Kamu ngusir aku?" teriak Claudia kearahku.

"Orang dirumah ini nggak budeg, jangan teriak-teriak. Kalau mau teriak sana di jalanan," maki Ayu dengan nada kesal yang membuat Claudia makin marah.

"Diam kamu, Ayu. Kamu denger ya, sebentar lagi juga rumah ini bakalan jadi rumahku. Aku akan meminta Adam agar segera menikahiku," ucap Claudia pongah.

"Bener kamu bakalan nikahin dia, Mas?" tanya Ayu padaku.

"Tentu saja, lagian kamu nggak usah cemburu gitu. Lagian selama ini juga kita nggak lebih dari suami istri di atas kertas kan?" jawabku jujur. Memang selama ini aku tidak pernah menganggapnya istri, dia hanya orang lain yang kebetulan dijodohkan denganku karena keadaan yang darurat. Jika saja Mama tidak mengancam akan bunuh diri, tentunya aku tidak akan menikah dengan dia.

"Kamu dengar itu gajah bengkak," ejek Claudia.

"Stop manggil aku gajah bengkak, kalian tau. Bukan inginku memiliki tubuh seperti ini. Bukan inginku juga jika harus menjalani hidup seperti ini!" teriak Ayu tepat di depan wajah Claudia.

Aku tercengang mendengar penuturan dan sikap Ayu barusan. Aku tidak pernah melihat dia semarah ini, kadang jika dia marah padaku dia hanya akan menangis dan mengurung diri di kamarnya. Atau dia akan menghabiskan semua makanan yang ada di dapur juga di dalam kulkas.

"Kamu jangan marah dong, yang aku bilang kan fakta," ucap Claudia lagi memanas-manasi Ayu.

"Oke, kalau kalian memang mau menikah silahkan. Tapi silahkan kalian keluar dari rumah ini."

Deg!

Jantungku seakan berhenti berdetak, Ayu mengusirku dari rumah ini. Itu berarti aku tidak akan ada lagi tempat tinggal, karena Mama dan Papa pasti tidak akan menerimaku.

"Hei, sadar! Rumah ini milik Adam. Kamu yang seharusnya keluar dari sini," ucap Claudia lagi.

Dengan cepat, aku menarik tangannya Claudia keluar. Walaupun dia terkejut melihat sikapku yang tiba-tiba, tapi aku tidak perduli. Sekarang yang terpenting, Claudia jangan sampai tau jika rumah ini sebenarnya milik Ayu. Jika Claudia sampai tau jika aku sudah jatuh miskin, dia pasti akan meninggalkan aku. Sedangkan aku tidak ingin kehilangannya, walaupun sikapnya sekarang sangat jauh berbeda dengan sikapnya dulu saat kami masih berhubungan di dunia maya. Tapi aku tidak ingin memutuskan hubungan dengannya, aku tidak suka banyak orang asing yang hadir dalam hatiku.

"Kamu kenapa sih, Mas?" tanya Claudia saat kami sudah berada diluar rumah. Aku menyentak tangan Claudia kasar, karena aku tidak ingin kejadian seperti ini terulang lagi.

"Dengar, Claudia. Aku tidak ingin kamu kesini lagi, karena bagaimanapun Ayu itu tetap istriku," jelasku.

"Apa, Mas? Tau nggak kamu gimana sakitnya hati aku saat kamu bilang seperti barusan?" marah Claudia dengan menatapku tajam.

"Nggak gitu maksudnya, tapi aku cuma nggak mau kalau kamu di cap pelakor oleh orang lain," jelasku lagi.

"Kalau gitu, kamu nikahin aku," sungut Claudia yang membuatku menelan ludah yang terasa kering.

"Kenapa kamu diam, Mas? Bukankah selama ini kamu maksa buat kita nikah siri, sekarang ayo kita nikah," sambung Claudia lagi marah karena tidak mendapatkan jawaban dariku.

"Oke, nanti aku akan atur waktunya. Karena aku akan meminta ijin juga dari orang tuaku."

"Kalau gitu, antar aku pulang," ucapnya yang langsung masuk kedalam mobilku, dan menutup keras pintu mobil.

"Kalau kamu mau pergi untuk mengantarkan dia, jangan bawa mobilku, Mas!" teriak Ayu dari depan pintu rumah. Aku sedikit terkejut karena sepertinya Ayu sudah berada disitu sejak tadi. Apakah dia mendengar semua pembicaraanku dengan Claudia tadi.

"Tapi, ini juga mobilku," tolakku cepat. Enak saja main perintah-perintah, ini juga mobilku walaupun Papa mertua yang membelikannya.

"Aku akan menelpon, Papa." Ayu terlihat mengeluarkan ponselnya dan mengusap-usap layar pada benda pipih tersebut.

"Oke-oke, cerewet banget!" gerutuku kesal. Terpaksa aku membuka kembali pintu mobil yang sudah dinaiki oleh Claudia.

"Sayang, kayaknya aku nggak bisa anterin kamu deh. Soalnya, perutku sakit banget," aku mencoba membuat alasan agar Claudia tidak marah karena aku menolak permintaannya.

"Kamu jangan bohong, Mas. Barusan kamu baik-baik aja kok," ucap Claudia yang melihat sinis kearahku.

"Beneran, Sayang. Perutku sakit banget," aku memegang perutku dan pura-pura meringis kesakitan.

"Yaudah, aku minta uang buat pulang naik taksi." Akhirnya Claudia keluar dari dalam mobil dan menyentakkan kakinya di lantai.

"Ini, Sayang," aku memberikan beberapa lembar uang merah padanya. Sengaja aku lebihkan, agar dia tidak merajuk.

"Nanti malam kamu jangan telat," ucap Claudia sebelum pergi.

"Siap, Tuan Putri," aku memberikan tanda hormat padanya, karena aku tau dia suka jika aku memprioritaskan dia.

Setelah memastikan Claudia menaiki taksi, aku langsung masuk kedalam rumah. Meskipun tadi Mang Maman melihatku dengan pandangan aneh, aku biarkan saja. Toh, dia hanya satpam disini, akulah yang menggajinya.

Aku segera melangkahkan kaki kedalam kamar, lebih baik aku mandi dan istirahat sebentar. Karena satu jam lagi aku akan kembali menjemput Claudia untuk makan malam. Setelah membersihkan diri, aku mengenakan pakaian rumahan. 

"Mas, kamu mau minum apa?" tanya Ayu saat masuk kedalam kamar.

"Nggak usah!"

"Tapi aku udah buatin kamu Cappucino cincau," ucap Ayu sambil menyodorkan satu gelas minuman kesukaanku. Selalu begini, dia selalu tau tentang apa yang aku suka dan apa yang aku tidak suka. Bahkan sepertinya Ayu lebih tahu aku dibanding Claudia yang sudah bertahun-tahun berada disisiku. Jika aku bersama Ayu, aku akan merasa di hormati. Aku merasa dimanja dan juga diperhatikan, dia memperlakukan aku seperti bayi besar. Sebaliknya jika dengan Claudia, aku akan berada di posisi Ayu untuk memperhatikan Claudia.

"Makasih," ucapku mengambil gelas yang disodorkan oleh Ayu.

"Nggak terlalu manis kok," ucapnya lagi yang mampu membuatku tersenyum, dia tau jika aku tidak suka manis.

"Hhmm," jawabku sok cuek.

"Aku nanti malam mau keluar, kalau kamu juga mau keluar silahkan."

"Nggak, Mas. Aku dirumah aja," jawab Ayu, lalu dia langsung keluar.

Aku meneguk minuman kesukaanku dengan cepat, enak sekali, aku sudah lama tidak minum minuman seperti ini. Jika bersama Claudia, dia akan melarangku meminum minuman seperti ini. Katanya akan membuat tubuh cepat gemuk, tapi sepertinya sekali-kali tidak masalah.

Setelah menghabiskan setengah gelas minuman, kepalaku langsung terasa berat. Rasanya mataku sangat berat, aku sangat ngantuk. Dengan hati-hati aku menaruh gelas pada nakas, dan tanpa sadar aku naik ke atas tempat tidur, setelah itu kesadaranku hilang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status