Kara memicingkan matanya, merasakan sakit kepala entah karena apa. Ia meraba tempat tidur di sebelahnya, kosong, tak ada Bagas di sana. Saat bangkit dari tempat tidur Kara meringis menahan rasa sakit di telapak tangan kanannya yang terasa perih. Ia melangkah perlahan ke kamar mandi sambil mengingat-ingat apa yang terjadi pagi tadi. Samar-samar ia bisa mengingat semuanya, berdebat sengit dengan Bagas, gelas yang pecah dan kedinginan di tangga turun yang mengarah ke pantai. Tiba-tiba Kara teringat akan sesuatu, ia meraba mantel di tubuhnya lalu membukanya cepat-cepat dan terkejut saat melihat mantel tersebut bukan mantel Bagas. Kara membolak-balik mantel itu dan tak mendapatkan petunjuk apapun, saat putus asa Kara meraba saku mantel dingin tersebut dan ia terperanjat seketika. Sebuah kartu nama. Gavin MahendraDirector of Operation and SystemMahendra CorpJadi Pria yang tadi malam menyapanya adalah Gavin? Kara masih ingat saat seorang Pria bertanya padanya, namun setelah itu Kara t
"Kar, kamu mau kemana sih?!" teriak Bagas yang sudah lelah mengikuti Kara yang tak tahu mau kemana. Kara mendengus, "siapa suruh ngikutin saya," tukasnya sambil tetap berjalan. Rasa kesalnya pada Bagas masih berada di ubun-ubun. Bagas hanya diam saja tak menyahut, ia terus mengikuti Kara yang ternyata menuju ke pantai yang cukup sepi. Kara duduk di salah satu kursi yang ada di sana, menatap jauh ke laut lepas. Dengan ragu-ragu Bagas beringsut mendekati Kara, "Intinya kamu marah sama saya karena apa sih? Coba jelasin ke saya, jangan cuekin saya begini dong!" oceh Bagas sebal. Kara melengos, "Beneran mau tau?" tanya Kara tanpa menatap Bagas. "IYA!" sahut Bagas dengan nada tak sabar. Kara berbalik badan menatap Bagas, ia menarik nafas panjang, mencari alasan, karena sebenarnya ia juga tidak tahu kenapa ia bersikap seperti itu. "Kamu itu orang tersombong ter-sok kaya dengan empati rendah yang pernah saya kenal, saya marah karena kamu gak tau bagaimana cara menghargai orang lain, ka
Kejadian dua hari yang lalu di villa pulau Capri masih membuat Kara dan Bagas saling mengacuhkan satu sama lain. Mereka hanya berpura-pura mesra di depan keluarga, namun akan kembali saling mengacuhkan saat hanya berduaan. Hari ini Kara, Bagas dan seluruh keluarga kembali ke Indonesia. Kara dan Bagas tetap saling diam di dalam pesawat, sama sekali tak berbicara satu sama lain. Sampai di Jakarta, Kara hampir lupa kalau ia harus ikut Bagas ke rumahnya, bukannya malah ikut dengan keluarganya. Ia memeluk Papanya dan sempat menangis sebentar, lalu kembali bergabung bersama keluarga Bagas setelah Papa menitipkan Kara pada Bagas, meminta Bagas menjaga Kara dengan baik, yang kedengarannya menjadi sangat aneh mengingat sebelumnya Papa Kara berniat menikahkan Kara dengan laki-laki tua bangka. "Kara, besok atau lusa kita ngobrol untuk resepsi kamu dan Bagas yah! Mama gak sabar deh!" tukas Mama sebelum mereka berpisah, karena Kara akan ikut Bagas pulang ke Penthousenya. Kara tersenyum lebar l
Kara terkejut bukan main saat melihat SMS notifikasi dari Bank bahwa terdapat transfer uang sejumlah dua ratus juta rupiah dari rekening Bagaskara Mahendra. Ia melompat kegirangan di kamarnya, saat itu jam menunjukkan pukul dua siang. Bagas menepati janjinya. Kara merebahkan tubuhnya ke atas kasur, berpikir akan memakai uang jajan bulan pertamanya untuk apa. Tapi entah mengapa pikirannya tertuju pada Bagas, Ia merasa tidak adil karena bersikap kurang baik pada Bagas, padahal Bagas sudah menepati janjinya untuk memberikan fasilitas dan uang jajan bagi Kara."Ah biarin aja dia mau sama Thalita kek sama siapa kek, yang penting gue dapet duit!" tukas Kara sambil bangkit dari tidur nya. Dengan gesit Ia menuju ke dapur, berniat untuk memasak sesuatu untuk Bagas, karena sejak sarapan mereka belum makan apa-apa lagi. Kara membuka kulkas dan mengeluarkan bahan makanan, Ia memilih untuk memasak sup ayam dan perkedel, berharap Bagas suka. Dengan susah payah Kara meracik bumbu, namun entah me
Hari kedua tinggal bersama. Kara mulai menikmati perannya sebagai istri orang kaya (walaupun pura-pura) tapi nyatanya cukup menyenangkan juga. Kara tidak harus pusing memikirkan bayar listrik, uang bulanan, dan yang jelas tidak ada lagi yang namanya mengisi botol shampoo yang sudah habis dengan air. Ia baru saja selesai olahraga di jogging track yang ada di lantai dasar gedung Penthouse dan sedang menuang jus jeruk ke dalam gelas saat tiba-tiba Bagas muncul. Kara nyaris saja menumpahkan jusnya saking ia terperangah melihat penampilan Bagas yang super perlente. Bagas mengenakan setelan suit terbaiknya karena hari ini adalah hari serah terima jabatan CEO yang selama ini ia dambakan. "Mau kopi dong Kar!" tukas Bagas sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Kara mencibir kesal, "tolong Kara!" tukas Kara mengingatkan Bagas untuk selalu menggunakan kata 'tolong'. Bagas mendongak, "iya, tolong KARA!" ulang Bagas dengan mimik yang menyebalkan. Sambil mencibir Kara membuatkan Bagas kopi dan
Pukul 8.00 malam, Kara sudah berada di Penthouse. Ia melihat ke sekeliling Penthouse, sepi, sepertinya Bagas belum pulang. Dengan perasaan tak menentu Kara masuk ke dalam kamar tidurnya untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah berganti pakaian, Kara keluar kamar menuju dapur dan menyeduh secangkir cokelat panas lalu membawanya ke ruang TV. Sebenarnya Kara bisa saja menonton TV di kamarnya, tapi ia ingin menunggu Bagas pulang. Kara penasaran ingin tahu, apakah Bagas akan berbohong atau jujur dengannya. Sampai Kara menghabiskan dua film Hollywood kesukaannya, Bagas belum juga muncul. Merasa lapar, Kara beranjak ke dapur, memasak mie instan lalu membawanya kembali ke ruang TV. Kara menyeruput mie nya dengan nikmat, ia sengaja menambahkan banyak cabai rawit untuk membuat matanya tetap terjaga. Saat ia sedang merasa kepedasan, pintu Penthouse terbuka, Bagas masuk ke dalam dengan jas yang sudah tidak lagi dikenakan, dan kancing kemejanya tampak terbuka dua, membuat Kara berpikir jika Ba
Suasana hati Kara berubah seketika setelah Bagas setuju untuk mempertimbangkan permintaannya untuk membuat bisnis fashion. Dengan semangat Kara membuat secangkir kopi hitam, mengikat rambutnya lalu menyalakan laptop. Ia mencari-cari referensi contoh proposal bisnis yang profesional, ia juga membuat skema bagi hasil antara dirinya dan Bagas, sampai tak terasa Kara sudah menghabiskan waktu selama empat jam tanpa beranjak kemanapun sama sekali. Setelah selesai membuat proposal, Kara bangkit dari duduknya sambil meregangkan tubuhnya yang terasa lelah. Lalu ia beranjak menuju dapur untuk menghangatkan sepiring lasagna siap makan yang ia beli di restoran italia yang kemarin ia datangi. Selesai menyantap habis lasagna, Kara mandi dan berganti pakaian, lalu kembali duduk di depan laptop di ruang TV dengan sebotol air mineral dan semangkuk camilan. Ia juga membawa sebuah buku sketsa dan pensil untuk menggambar konsep desain baju yang akan ia tunjukkan pada Bagas. Beberapa kali Kara menyobe
"Mantu kesayangan Mama cantik sekali!" sapa Mama Bagas saat Kara muncul di hadapannya dengan senyuman ceria, menyembunyikan rasa kesalnya pada Bagas dan merubah mood dalam waktu sekejap adalah keahliannya sekarang. "Mama juga cantik banget hari ini, ini keluaran barunya Tristan Thomas ya Ma?" tanya Kara sambil menunjuk dress yang Mama Bagas pakai. Senyum Mama mengembang, "Wah kamu update sekali ya! Emang cocok banget kita!" sahut Mama Bagas sambil menggandeng tangan Kara mengajaknya ke dalam Williams Bridal, bahkan Bagas pun tak dihiraukannya. Di belakang mereka Bagas mengikuti dengan senyum kecil, ia tak menyangka Mamanya bisa se sayang itu dengan Kara, si mantu palsu. "Gak bohong memang nih Mamsye, menantunya memang cucok meong!" tukas seorang asisten designer saat melihat Kara berdiri di depannya, Kara tersenyum malu. Ternyata Mama mertuanya memujinya di belakangnya, itu mengharukan sekali! Ia jadi langsung sayang dengan Mama mertuanya. Beberapa meter darinya, Bagas juga sedan