Share

Bab 7

Penulis: Nanaz Bear
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-22 14:42:21

"Kamu dari tadi manyun terus. Ada apa, Nar? Apa kamu bertengkar lagi dengan suamimu?" Sintia membuka percakapan ketika aku duduk di kursi dalam sebuah restoran. Wajahku yang terlihat begitu kusut menarik perhatiannya.

Aku menarik nafas panjang mencoba mengatur emosi yang sudah lama mengendap."Iya,tiap hari aku dipaksa melihat kedekatan Bang Galih sama Adel. Seolah belum cukup, keluarganya enggak pernah berhenti menghinaku. Aku bener-benner diujung sabar Sintia." Aku menyesap jus jeruk yang sudah mulai mencair, berharap sedikit rasa manis bisa meredakan pahit yang mengeram di dada.

Sintia menatapku tajam.Ekspresinya mencampurkan amarah dan frustasi."Nara...Nara...!Kamu ngeluh terus bilang enggak kuat tapi kamu tetap aja tinggal di sana. Udah tahu keluarga jahat itu selalu membuat kamu menderita tapi kamu malah betah-betah aja. Sampai kapan kamu mau jadi orang bodoh terus, huh?" Nada suaranya meninggi tapi aku tahu semua ini karena dia peduli.

Aku menunduk menatap gelas di depanku dengan pandangan kosong. "Aku tahu aku bodoh Sintia. Tapi aku enggak mau pergi sebelum semuanya berbalik. Aku enggak mau Adel menang. Dia enggak pantas dapat apa yang jadi milikku."

Sintia mendengus setengah tak percaya. "Kamu yakin bisa balikin keadaan? Dua tahun ini kamu cuma bisa diam. Bahkan kamu selalu bisa memaafkan kejahatan mereka saat memperlakukanmu seperti sampah. Kamu bucin, Nar. Cepat atau lambat kamu bakal luluh lagi ke Bang Galih. Aku bisa pastikan itu!"

Kata-kata Sintia menusuk tapi aku tak marah. Karena apa yang dia katakan benar. Hanya saja kali ini aku berbeda. Kali ini aku yakin bisa melawan. "Itu waktu aku belum tahu aku telah dikhianati Bang Galih, Sintia. Sekarang cintaku sudah habis. Aku takkan menjadi Nara bodoh yang dulu lagi."

Sintia memandangku dengan mata menyipit. Mencoba membaca keteguhan dalam kata-kataku. Akhirnya dia menggenggam tanganku, "Baiklah. Aku akan mencoba percaya. Tapi tolong buktikan kalau aku salah.Aku capek lihat kamu terus-terusan diinjak seperti ini."

Aku mengangguk yakin. "Aku enggak akan mengecewakanmu. Aku janji!"

Setelah kami selesai mengobrol aku segera menyerahkan dokumen lamaran kerjaku pada Sintia. Pamannya adalah seorang manajer di sebuah perusahaan besar dan dia berjanji akan membantuku. Ada secercah harapan yang mulai tumbuh di tengah kehancuranku.

Namun harapan itu tak berlangsung lama. Saat aku berdiri di depan restoran menunggu taksi, sosok yang tak kuinginkan justru muncul. Rudy.

Wajahnya terlihat bengis, matanya memancarkan niat jahat yang sudah kukenal dengan baik. "Mbak, tadi aku masih sopan minta uang sama Mbak. Tapi karena Mbak enggak mau kasih ya jangan salahkan aku kalau aku ambil secara paksa!" Dia berbicara dengan nada rendah yang penuh ancaman. Dan tanpa basa-basi dia meraih tas jinjingku.

Aku menahan tas itu sekuat tenaga tapi kekuatanku kalah jauh dari laki-laki yang satu ini. Saat aku mencoba merebutnya kembali dia mendorongku hingga tubuhku terhempas keras ke tembok. Rasa sakit menyambar kepalaku dan seketika dunia sekitarku menggelap.

Ketika aku membuka mata, aku berada di sebuah ruangan rumah sakit. Cahaya lampu yang terang menyilaukan mataku. Aku mengerjap beberapa kali sebelum menyadari ada seorang pria berdiri di dekat ranjangku. Wajahnya asing tapi pakaiannya yang rapi dan jas mahalnya menunjukan dia bukan orang sembarangan.

"Syukurlah Anda sudah sadar," ucapnya terdengar lega.

"Apa yang terjadi? Kenapa saya ada di sini?" tanyaku pelan sembari memegang kepalaku yang masih berdenyut sakit.

"Menurut saksi, Anda jadi korban perampokan. Anda di dorong sampai pingsan. Saya kebetulan lewat jadi saya membawa Anda ke rumah sakit." Pria itu menjelaskan dengan nada tenang.

Tiba-tiba ingatan tentang Rudy kembali menyerbu pikiranku. Dia merampas tasku dan mendorongku hingga aku tak sadarkan diri. Aku merogoh saku celanaku, bersyukur karena ponselku tidak ikut hilang.

"Restoran itu ada CCTV, kan? Saya harus punya bukti buat memasukan adik ipar saya ke penjara!" kataku tegas tanpa menyembunyikan rasa frustasi.

Pria itu mengerutkan kening. "Adik ipar Anda? Maksud Anda orang yang beberapa saat lalu merampok Anda adalah..."

Aku memotongnya, "Iya, adik ipar saya sendiri. Saya sudah muak dengan keluarganya. Saya akan gunakan bukti  itu untuk mengancam mereka mengembalikan uang saya. Atau saya akan memastikan dia mendekam di penjara!"

Pria itu mengangguk. "Baik. Kebetulan pemilik restoran itu teman saya. Saya akan menghubunginya untuk meminta rekaman CCTV.'

Aku menatapnya penuh rasa terimakasih. "Terimakasih banyak, Pak! Kalau bukan karena Anda, saya enggak tahu apa yang akan terjadi."

Dia hanya tersenyum tipis sebelum beranjak keluar untuk mengurus semuanya. Beberapa saat kemudian, dia kembali dengan rekaman CCTV yang di kirimkan ke ponselku. Setelah membayarkan biaya rumah sakit, dia bahkan menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Aku menerima tawarannya karena malam sudah terlalu larut.

Ketika aku tiba di rumah, pintu gerbang terkunci rapat. Tak ingin menunggu, aku memanjatnya. Amarahku terlalu besar untuk menunggu lebih lama.

"Rudy! Keluar kamu sekarang juga!" teriakku sambil menghentak-hentakan pintu dengan keras.

Beberapa saat kemudian Bang Galih muncul dengan wajah kesal. Ada bekas merah di lehernya. Tanda yang tak ada beberapa jam lalu. Aku tahu itu ulah Adel dan aku semakin muak.

"Kamu ngapain teriak-teriak kaya orang gila?" Bentaknya.

"Aku enggak mau ribut sama kamu, mas. Aku cuma mau ketemu Rudy. Mana dia?" tanyaku tajam.

"Dia pergi setelah kamu pergi tadi," jawabnya dingin.

Tiba-tiba Adel muncul dengan baju tidur yang sengaja dipilih untuk memperlmalukanku. "Kenapa nyari Rudy, Mbak? Mau balas dendam ke aku?" tanyanya sambil menyeringai.

Aku meludah ke lantai di depannya. "Kamu pikir aku serendah itu? Aku tak sama denganmu, Del. Aku bukan jenis istri yang gampang sekali tidur dengan lelaki lain selain suamiku sendiri!"

Adel tersinggung, wajahnya memerah karena malu. "Kalau bukan untuk balas dendam terus kenapa nyari suamiku malam-malam?"

"Aku enggak akan ngomong banyak sebelum Rudy pulang. Jadi cepat telepon dia atau aku bawa polisi ke sini!" bentakku.

Meski terlihat terpaksa Adel mau menurut perintahku. Dia masuk dalam kamarnya dan kembali membawa ponsel di tangannya  Saat wanita itu mulai menelepon, suara telepon terdengar dari teras rumah. Ternyata Rudy sudah pulang diantar temannya dalam keadaan mabuk. Dasar pencuri! Uang yang susah payah ku kumpulkan malah dia pakai untuk mabuk-mabukan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 64

    Mobil melaju perlahan menyusuri kota yang di padati oleh kendaraan. Di dalam mobil tersebut, Nara duduk kaku di kursi penumpang. Matanya menatap kosong ke luar jendela. Hening menyelimuti keduanya, hanya sesekali terdengar suara mesin dan klakson dari luar.Erryl sempat beberapa kali melirik gelisah ke arah wanita di sampingnya, tapi wanita itu sama sekali tak menggubris, tetap membisu seperti patung.Dan akhirnya Erryl memberanikan diri memulai percakapan, meski dia tahu resiko tindakan nekadnya akan membuat Nara marah."Nar, aku ingin jujur. Sebenarnya selama ini kamu sudah di bohongi oleh Lusi. Aku sama sekali tidak--""Pak, bukankah Anda sudah berjanji tidak akan membahas hal di luar pekerjaan?" Potong Nara cepat. Suaranya datar namun penuh penekanan."Sampai kapan kamu akan seperti ini, Nar? Kalau kita terus menghindar, kamu akan terus salah paham padaku. Dan saat itu terjadi, orang yang paling diuntungkan adalah Lusi.""Salah paham?"Nara mendengus kecil."Jelas-jelas Anda dan L

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 63

    "Hey, kalian udah dengar belum. Katanya Pak Justin di jodohkan sama anak pemilik salah satu perusahaan besar di kota ini. Dan kabarnya mereka akan segera bertunangan!" ujar Dara memecah suasana pagi di kantor dengan suara nyaring yang sengaja di buat agar semua mendengar, terutama Nara.Nara ingin berpura-pura tak mendengar tapi jarak meja yang berdekatan membuat ucapan itu terasa menamparnya secara langsung."Ya, aku juga denger kok. Waduh, siap-siap ada yang patah hati nih!" timpal Lani sambil melirik ke arah Nara.Nara tetap diam. Tak ada senyum, tak ada bantahan. Hanya nafasnya yang mendadak berat."Rasain! Salah sendiri ngarep sama atasan. Dia pikir siapa dia? Pak Justin itu enggak akan mungkin jatuh cinta sama cewek kelas bawah. Ngaca makanya!" Lusi ikut membuka suara. Suaranya penuh racun. Kalimatnya sengaja di tembakan ke arah Nara seperti anak panah beracun yang siap menghancurkan sisa ketenangannya.Pandangan Nara langsung menusuk Lusi. Ia kenal baik wajah itu. Wajah seorang

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 62

    Tok...tok...!Sebuah ketukan terdengar jelas di pintu rumah Nara. Nara yang hampir terlelap sontak terbangun dengan dahi berkerut. Ia yakin, pintu gerbang sudah dikunci rapat. Lalu, bagaimana mungkin ada orang yang bisa sampai ke pintu rumah?Dengan langkah hati-hati dan nafas sedikit memburu Nara menggenggam sebilah pisau kecil untuk berjaga-jaga. Dalam hati ia mengumpat pelan siapa yang berani datang bertamu di jam selarut ini."Nara, buka pintunya cepat!"Suara berat dan terburu-buru terdengar dari balik pintu. Nara mengenal suara itu yakni suara Justin, atasannya."Nara tolong Nara, cepat buka pintunya!" seru Justin lagi sambil terus mengetuk pintu. Tanpa pikir panjang, Nara buru-buru membuka pintu.Begitu pintu terbuka Justin terbelalak. Matanya langsung tertuju pada benda tajam yang tergenggam di tangan Nara."Nara, ngapain kamu bawa pisau segala?" tanyanya kaget dan nyaris mundur selangkah."Aku kira yang ngetuk tadi orang jahat, Pak. Tengah malam begini ada yang mengetuk pintu

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 61

    "Ayah, aku enggak mau di jodohin. Aku udah punya seseorang yang aku sukai!" tegas Justin menatap ayahnya tanpa ragu.Ali menghela nafas panjang. Sorot matanya melirik tak nyaman ke arah Andika dan Zaskia. Meski ia tahu sejak awal bahwa Justin tidak pernah menyukai Zaskia tapi tetap saja ia merasa canggung karena anaknya terlalu berterus terang di depan keluarga calon besan."Pak Andika, mohon maaf. Bolehkah saya bicara secara pribadi dengan anak saya?" ucap Ali dengan nada sopan"Tentu saja kau harus bicara dengannya Pak Ali!" jawab Andika dengan nada dingin."Dan jangan lupa, ingatkan anakmu agar tidak berlaku tak sopan seperti tadi pada anakku. Kalau tidak, kau akan kehilangan kesempatan emas untuk mendapatkan investasi dariku. Kau paham maksudku, kan? Investasi ini bukan angka kecil. Perjodohan ini akan memguntungkan kedua pihak!"Ali menelan ludah, lalu mengangguk. "Baik, Pak Andika."Ia pun segera menarik lengan Justin lalu membawanya ke ruang keluarga agar bisa berbicara lebih l

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 60

    Hampir satu jam berlalu. Nara masih setia berdiri di depan restoran yang ia pilih untuk mentraktir Justin. Namun sayangnya Justin tak kunjung datang. Hatinya mulai di liputi rasa kesal. Ia pun segera mencoba menghubungi Justin. Namun sayangnya tidak satupun panggilannya di jawab oleh Justin."Tadi siang ngencem enggak boleh sampai enggak jadi. Tapi dia sendiri malah yang ngilang enggak jelas gini!" gumam Nara. Kesabarannya akhirnya runtuh. Ia merasa seperti orang bodoh yang sedang di permainkan. Dengan nafas berat dan hati kecewa ia memutuskan untuk pulang.Namun, saat melihat jam di ponselnya yang baru menunjukan pukul 19.30 malam, Nara mengurungkan niatnya untuk langsung kembali ke rumah. Ia tidak ingin kepergiannya malam ini menjadi sia-sia. Sebuah ide tiba-tiba terlintas. Ia ingin menemui Sofia untuk menanyakan sesuatu. Ada rasa penasaran yang sejak siang tadi mengusik pikirannya. Itu tentang Surti, mantan ibu mertuanya yang tiba-tiba muncul dan membuatnya terlambat menemui klien

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 59

    "Sekarang kamu kembali ke ruang kerjamu. Ingat, masalah tadi jangan kamu pusingkan lagi. Aku akan lapor ke Abang sepupuku dan bertanggungjawab penuh!" ucap Justin begitu mereka kembali ke kantor. Nara menunduk merasa bersalah. "Tapi saya rasa saya juga harus menghadap ke Pak Erryl untuk ikut bertanggungjawab, Pak. Biar bagaimanapun, semua salah saya. Kalau bukan karena mantan ibu mertua saya mengacau, ini tidak akan terjadi!" ucap Nara. "Kamu enggak boleh bilang apa-apa, Nara! Jika sampai abang sepupuku tahu soal tadi, dia akan mencari orang-orang yang tadi mengganggumu dan menghajarnya tanpa ampun. Kamu mau keadaannya makin rumit jika itu terjadi?" "Tapi, pak--" "Percaya padaku, Nara. Dia bisa berbuat lebih gila dariku jika sudah merasa orang yang ingin dia lindungi di ganggu. Ini demi kebaikan semua pihak." ucap Justin penuh kekhawatiran. Nara menghela nafas dalam. Wajahnya terlihat lelah dan penuh tekanan. Ia tahu ucapan Justin ada benarnya juga, namun membiarkan seseorang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status