Share

Bab 6

Author: Nanaz Bear
last update Last Updated: 2025-05-22 14:41:14

"Bu, aku minta uang. Gajiku yang kemarin dipegang semuanya sama Adel. Aku jadi enggak punya pegangan sama sekali!" Suara Rudy terdengar jelas saat aku hendak melintasi ruang tamu. Aku memutuskan menunda kepergianku, sekedar ingin tahu reaksi ibu mertuaku saat dimintai uang oleh anaknya.

"Memang ibu yang nyuruh Adel ambil semua uangmu. Kalau enggak begitu kamu cuma habisin buat mabuk-mabukan di luar sana," jawab ibu mertua dengan tenang sambil membetulkan kacamata tebalnya.

"Tapi aku juga punya kebutuhan sendiri, Bu. Masa tiap ada keperluan aku harus susah payah minta uang ke Adel. Itu kan hasil kerja kerasku sendiri!" keluh Rudy terdengar frustrasi. Namun ibunya tetap bersikap dingin seolah-olah menantunya itu tak pernah salah. Adel, si menantu kesayangan selalu mendapat pembelaan bahkan dalam situasi yang tampak jelas tidak adil.

"Kebutuhan apa memangnya? Untuk makan, jajan, dan uang bensin ibu selalu ambilkan dari keuntungan toko. Adel simpankan uangmu biar enggak boros. Kalau tabungan kalian banyak,kamu juga yang nanti senang!" balas ibu mertua dengan suara tegas. Wajah Rudy tampak kecewa namun ibunya sama sekali tak mempedulikannya.

"Kalau aku enggak bisa menikmati hasil kerja kerasku sendiri mending aku keluar saja dari pekerjaan. Malas banget selalu diatur-atur seperti ini!"

Melihat ekspresi frustasi Rudy, aku tak bisa menahan senyum. Sebelum aku sempat merencanakan sesuatu untuk menghancurkan keluarga ini, rupanya kehancuran sudah datang dengan sendirinya. Aku bahkan tak perlu repot-repot menggerakkan jari.

"Jadi cuma karena enggak dikasih uang, kamu lebih memilih jadi pengangguran? Apa kamu bangga jadi beban keluarga? Ibu benar-benar enggak habis pikir. Kok kamu sekarang jadi mirip banget sama Nara, orang yang enggak ada gunanya sama sekali! Menjengkelkan!"

Rudy terlihat tak terima karena di sama-samakan denganku. Tapi dia hanya memendam kemarahan, takut masalah ini bertambah besar.

Saat suasana di ruang tamu berubah hening, aku berjalan melintas tanpa peduli. Tak ada ucapan permisi ataupun basa-basi.

"Malam begini mau ke mana kamu, Nara?" Suara ibumertuaku menghentikan langkahku.

"Mau ketemu teman," jawabku singkat tanpa niat melibatkan diri dalam obrolan.

"Emang ketemunya enggak bisa besok? Ini sudah malam. Ibu enggak izinin kamu pergi. Enggak baik istri orang keluyuran malam-malam!" Ucapan tajamnya membuatku menoleh dengan senyum kecut.

"Adel hampir tiap malam pergi ketemu temannya tapi ibu enggak pernah melarang. Kenapa baru sekali aku keluar ibu langsung melarang?" Aku menantang dengan nada tak kalah tegas.

"Adel pergi ada tujuan jelas. Sedangkan kamu? Paling cuma nongkrong enggak jelas sama teman-temanmu!" Lagi-lagi wanita tua itu membela Adel tanpa sedikit pun ragu.

"Bu, diizinkan atau tidak aku tetap pergi. Ibu enggak punya hak melarangku seperti ini." Tanpa menunggu jawaban aku membuka pintu meninggalkan ibu mertuaku yang terus mengomel tanpa henti.

Namun sebelum langkahku mencapai pintu gerbang, suara Rudy memanggil. "Mbak Nara, tunggu!"

Aku berhenti, menoleh dengan tatapan malas. "Kalau kamu mau menyuruhku berhenti atas perintah ibumu lebih baik kembali saja. Aku tetap pergi tak peduli dapat izin ataupun tidak dari kalian," ucapku dingin.

"Bukan, Mbak. Aku cuma mau minta tolong." Wajah Rudy tampak berbeda. Tidak sesombong biasanya.

"Minta tolong apa?" tanyaku tanpa menunjukan wajah ramah sedikit pun.

"Aku pinjam uang dua juta, boleh? Aku ada keperluan mendadak. Minta sama ibu malah diomelin. Adel juga pelit banget padahal semua gajiku dia yang pegang!" Rudy mengeluh panjang lebar tapi aku tetap berdiri kaku tak tergerak sedikit pun.

"Aku mana punya uang sebanyak itu? Abangmu saja cuma kasih aku sedikit. Alasannya karena makan dan minum sudah dicukupi orangtuanya jadi aku enggak perlu pegang banyak uang," jawabku santai.

"Masa, sih? Tapi Adel selalu bilang ke aku dan ibu kalau kamu dijatah banyak uang tiap bulan sama Bang Galih. Makanya dia enggak mau kalah dan minta semua uang gajiku," cerita Rudy.

Dasar Adel! Rupanya ini akar masalahnya. Tak heran kedua mertuaku semakin membenciku belakangan ini. Fitnah seperti ini jelas ulah Adel yang ingin menguasai semua uang Rudy.

"Itu bohong, Rudy. Akal-akalan istrimu saja biar dia bisa kuasai uangmu!" Aku memanfaatkan momen ini untuk menyudutkan Adel. Sesekali wanita itu perlu diberi pelajaran.

"Iya, bener juga ya, Mbak. Bulan depan aku enggak akan kasih semua gajiku lagi ke dia. Dasar pembohong!" Rudy tampak benar-benar marah dan aku hanya bisa tersenyum kecil membayangkan wajah kesal Adel saat gajian nanti.

"Udah malam. Aku pergi dulu ya," ucapku sambil membuka pintu gerbang.

"Tunggu, Mbak! Jangan pergi dulu. Tolonglah aku kali ini saja. Aku benar-benar ada kebutuhan mendadak," Rudy memegang lenganku.Memohon dengan wajah penuh harap.

"Rudy, uang dua juta itu banyak. Aku benar-benar enggak punya. Kalau mau coba tanya Bang Galih. Pendapatan toko tiap hari banyak, enggak mungkin kalau dia enggak punya," saranku, berusaha cepat menyudahi percakapan.

"Bang Galih sama saja pelitnya kayak Adel. Tiap aku pinjam uang dia selalu nuduh aku mau pakai buat mabuk-mabukan," Rudy mengeluh lagi. Tapi aku tak merasa iba sedikit pun. Semua orang sudah tahu kebiasaan buruknya yang tiap malam mabuk jadi wajar saja tak ada yang percaya.

"Mbak, tolonglah. Kalau kamu enggak punya dua juta kasih aku sejuta enggak apa-apa. Cuma sejuta saja, Mbak enggak mungkin enggak punya, kan?" Suaranya memelas dan dua tangannya memegang lenganku tapi aku tetap menolak memberikannya uang. Sebenarnya siang tadi aku baru ambil uang di mesin ATM dan nominalnya cukup untuk kuberikan pada adik iparku. Namun jika mengingat betapa jahatnya dia selama ini padaku, aku jadi tak ada niatan sedikitpun untuk membantunya.

Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar di depan rumah. Aku menoleh dan melihat kalau Bang Galih turun bersama Adel dari mobil. Tanpa pikir panjang aku segera melepaskan tangan Rudy yang masih menggenggam lenganku.

Bukan karena takut Galih salah paham tapi aku tahu betul situasi seperti ini bisa dimanfaatkan menjadi fitnah lain yang akan merusak reputasiku di rumah ini.

"Sedang apa kalian disini?" Wajah Bang Galih merah padam saat bertanya. Tidak mungkinkan dia cemburu pada adik lelakinya hanya karena menyentuh dua lenganku sedangkan dia melakukan hal lebih gila lagi pada istri adiknya.

"Mbak Adel mau ngeluyur malam-malam, Bang. Aku lagi nyegah dia biar enggak pergi!" ucap Rudy takut dimarahi jika Abang kandungnya tahu kejadian sebenarnya.  Dasar munafik!

Bang Galih beralih menatapku, "Mau kemana kamu malam-malam begini?" tanyanya dingin penuh amarah.

"Aku mau ketemu Sintia, ada hal penting yang ingin kubahas dengan dia!" jawabku tanpa menatap matanya.

"Apa enggak bisa ditunda besok saja? Ini udah malam." ucap suamiku sembari melihat jam di tangan kirinya.

"Enggak bisa. Ini hal penting, aku tidak bisa menundanya." balasku singkat.

"Hal penting? Omong kosong! Tidak ada hal yang lebih penting dari mengurus suami. Kalau kamu pergi, siapa yang akan menyiapkan air hangat untukku mandi?" tanya suamiku kemudian.

"Minta tolong saja sama Adel. Bukannya tiap hari dia selalu nempel sama sama kamu. Enggak mungkin kan dia keberatan cuma karena disuruh nyiapin air anget doang. Anggap ini sebagai balas budinya karena selalu nebeng mobilmu selepas ketemuan sama temen-temennya!" jawabanku membuat wajah Bang Galih dan Adel gelisah. Takut aku membahas lagi perselingkuhan mereka sedangkan ada Rudi diantara kami.

"Kalau kamu nekad pergi, jangan salahkan aku nanti kamu tidak bisa masuk karena aku akan mengunci semua pintu rumah!" Bang Galih pergi setelah mengancam sedangkan Adel menarik paksa suaminya masuk dalam rumah sembari melirik sinis ke arahku seolah takut aku balas dendam dan gantian menggoda suaminya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 16

    Author POVPagi itu, Rudy terburu-buru berangkat kerja. Waktu sudah mepet dan ia tak ingin terlambat lagi. Namun harapannya untuk tidak telat pupus tatkala sebuah mobil tiba-tiba memblokir jalan di depannya. Dengan kesal Rudy keluar dari kendaraannya siap melontarkan makian. Tapi niat itu langsung sirna saat melihat beberapa pria berbadan kekar turun dari mobil tersebut.Wajahnya langsung pucat saat mengenali salah satunya."Bang Roby? Ada angin apa sampai-sampai Abang repot datang kemari?" Tanyanya gugup meski dalam hati ia tahu persis alasan kedatangan pria itu."Jangan sok polos, Rudy. Hutangmu sudah jatuh tempo sejak berbulan-bulan lalu. Sampai kapan kau mau sembunyi dan lari seperti pengecut?" Geram Roby sambil menampar pipi Rudy. Tamparan itu cukup membuat tubuh Rudy gemetar ketakutan."Bang, bukankah kita sudah sepakat kalau aku gagal bayar, Abang bisa ambil rumah orangtua istriku. Istriku sama sekali tak keberatan jadi Abang tak perlu ragu untuk menjualnya!" Jawab Rudy dengan

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 15

    "Kau baik-baik saja, Nara?" tanya Pak Erryl sesaat setelah aku diamankan di dalam mobilnya. Aku hanya terdiam. Akan jadi kebohongan besar jika aku menjawab bahwa aku baik-baik saja. Kejadian barusan terlalu memalukan untuk menjadi konsumsi publik."Ini kartu nama pengacara yang kujanjikan. Namanya Bu Livia. Dia akan membantumu sebaik mungkin," ucapnya sembari menyodorkan sebuah kartu nama yang langsung kuambil."Kamu tidak perlu memikirkan biaya. Anggap saja ini bantuan kecil dari seorang teman," lanjutnya.Teman? Batinku getir. Aku hanyalah bawahan yang terus merepotkannya dengan masalah pribadiku. Apakah ini kebaikan hati yang selalu diceritakan Lusi tentang sosok pemimpin yang tulus peduli pada bawahannya?"Saya memang tak punya uang sekarang, tapi saya akan cari cara untuk membayar semua ini. Saya tak ingin terus merepotkan Anda," ucapku pelan, tak sanggup menatap wajahnya."Kalau itu memang maumu silahkan. Tapi aku hanya tak ingin kamu terbebani. Meski kamu baru bekerja diperusah

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 14

    "Bang, kenapa ada Adel di sini?" tanyaku dengan nada marah. Aku berharap Bang Galih bisa mengerti betapa kehadiran wanita itu membangkitkan kembali luka lama yang belum sembuh."Dia mau bicara sesuatu sama kamu, Nara Tolong, beri dia sedikit waktu, ya!" Ucap Bang Galih dengan lembut."Kalau dia ingin minta maaf, tidak semudah itu aku memaafkannya, Bang. Aku tak bisa begitu saja melupakan semua kejahatan yang telah dia lakukan padaku!" Suaraku bergetar. Air mata hampir tumpah mengingat semua perlakuan kejam Adel selama ini."Abang juga enggak tahu dia mau ngomong apa. Cuma lima menit saja, tolong izinkan dia bicara. Pleace!" Permohonan bang galih membuat hatiku yang awalnya keras jadi goyah. Dengan langkah berat aku mendekat.Sudah lama kamu nunggu, Del?" Tanya bang galih ramah. Seminggu lalu dia begitu kasar pada Adel dan memaksa Adel untuk menjauh. Sejak kapan sikapnya berubah lembut lagi?"Tadi janjinya jam enam jadi udah dua jam lebih aku nunggu kalian disini," jawab Adel dengan s

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 13

    [Nara, hari ini pulang jam berapa? Abang jemput boleh, ya?]Pesan dari Bang Galih muncul di layar ponsel saat aku sedang makan siang bersama Lusi di kantin kantor. Jemariku berhenti memegang sendok sementara senyum tanpa sadar mengembang di wajahku. Sudah seminggu berlalu sejak kecelakaan itu dan kini kondisinya telah jauh membaik. Perlahan ia mulai ke rutinitas bahkan hari ini ia sudah sempat mengurus toko lagi.[Enggak usah, Bang. Abang baru sembuh, istirahat aja. Aku bisa naik taksi, kok.] balasku. Dalam hati aku tak ingin merepotkannya.Namun balasan darinya datang tak kalah cepat.[Sama suami sendiri kok sungkan. Udah, enggak usah banyak alasan. Jam lima sore nanti Abang udah nunggu di depan kantor. Jangan nekat pulang sendiri ya, tungguin Abang!]Seketika hatiku hangat. Perhatian kecil yang dulu sempat menghilang kini perlahan hadir kembali."Hei, senyum-senyum sendiri. Jangan bilang kalau kamu lagi jatuh cinta, Nar," goda Lusi sambil menaikan sebelah alisnya.Aku terkekeh, "Buk

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 12

    Aku terpaku di tempat. Mataku membelalak saat melihat darah merembes di atas aspal. Hatiku seketika hancur, diliputi kekhawatiran yang mencengkeram. Bagaimana jika Bang Galih terluka parah?Tanpa berpikir panjang aku berlari mendekatinya yang tergeletak tak sadarkan diri."Bang Galih, bangun! Kenapa kau rela mengorbankan dirimu demi menyelamatkanku?" Teriakanku histeris. Suaraku pecah menyatu dengan Isak tangis yang tak terbendung. Seolah semua kekuatan dan harapan yang tersisa mengalir dengan air mata.Tak lama kemudian suara ambulance memecah keheningan malam. Para petugas medis dengan sigap mengangkat tubuhnya dan membawanya masuk. Aku mengikuti dari belakang, jantungku berdebar seakan waktu melambat. Di rumah sakit, aku hanya bisa menunggu di luar ruang perawatan. Detik demi detik terasa seperti siksaan tak berujung.Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dengan ekspresi tenang dan penuh pengertian."Jangan khawatir, Mbak. Luka di kepalanya hanya goresan ringan akibat bentu

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 11

    Hampir tiga jam rapat berlangsung dan aku hanya bisa duduk diam menyimak dengan seksama. Sebagai orang baru, aku belum banyak berkontribusi tapi melihat bagaimana para senior di tim bekerjasama dengan penuh percaya diri untuk mencapai target penjualan skincare terbaru membuatku kagum.Saat akhirnya rapat berakhir, aku berjalan keluar bersama Lusi."Nara, aku melihat ekspresi kagumu tadi waktu Pak Erryl masuk ke ruangan. Nah, kan. Apa aku salah? Enggak ada yang bisa mengalahkan pesona bos muda kita, kan?" Lusi berseru dengan nada menggoda.Aku menghela nafas sedikit tersenyum. "Kagum?" Aku menggeleng. "Kau salah paham. Itu bukan ekspresi kagum melainkan terkejut."Lusi menaikan alisnya, penasaran"Aku tak menyangka orang yang dua kali menyelamatkan nyawaku adalah CEO perusahaan ini," lanjutku pelan.Lusi terdiam sesaat lalu mengerutkan kening. "Serius? Wah, ini seperti adegan di drama."Aku hanya tersenyum tipis tak ingin membahasnya lebih lanjut."Ngomong-ngomong, kau langsung pulang

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 10

    Aku melangkah masuk kerumah dengan hati yang penuh gejolak. Ini bukan berarti aku takut menghadapi Bang Galih melainkan karena kelelahan menghadapi pertengkaran yang seakan tak berujung. Aku hanya ingin kedamaian meskipun hanya sejenak."Duduk sini! Kau tak boleh masuk kamarmu sebelum menjelaskan siapa lelaki itu!"suara bang galih menggelegar begitu aku menginjak ambang pintu.Aku menatapnya tajam lalu menghela nafas, "Rudy yang memberimu foto itu. Kenapa kau tak bertanya langsung padanya siapa lelaki itu!" Aku berharap dengan menyebut nama Rudy akan memancing kemunculannya. Namun harapanku pupus.Dimana dia sekarang?Bukankah dia tak punya uang sepeserpun?Teman-temannya juga masih di kantor polisi mempertanggungjawabkan perbuatan mereka kepadaku jadi mustahil dia masih berkeliaran di luar sana."Rudy bagaimana tahu siapa dia. Rudy hanya tak sengaja memergokimu dengan lelaki itu lalu memotretnya dan mengirimkannya padaku." Nada bicara bang Galih meninggi, terus membela adiknya.Aku t

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 9

    "Kau dengan pakaian seperti itu mau kemana?" suara Bang Galih terdengar tajam saat melihatku mengenakan pakaian kerja.Ya, setelah kemaren lolos wawancara, aku langsung diminta mulai bekerja hari ini."Kalau bukan kerja mau kemana lagi? Masa aku pergi belanja dengan pakaian formal seperti ini?" jawabku santai sembari merapikan lipstik di depan cermin.Bang Galih mendengus. Ekspresinya terlihat kesal. "Kerja? Siapa yang mengizinkanmu? Kau mulai lancang mengambil keputusan sendiri tanpa meminta izinku!"Aneh sekali. Dia yang selalu menyebutku sampah karena tidak ikut mencari nafkah, sekarang justru melarangku bekerja. Ironis!"Aku sedang malas bertengkar.Tak mau moodku hancur sepagi ini hanya karena hal sepele seperti ini," ucapku tetap tenang."Hal sepele?" Suaranya meninggi. "Aku ini suamimu, Nara. Kau pikir aku ini siapa sampai berani tak melibatkanku dalam keputusan sebesar ini?"Aku melirik jam dinding. Sudah pukul tujuh pagi. Jika tak segera memesan taksi, aku bisa terlambat."Ken

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 8

    "Dasar brengs*k, Rudy! Kau tega merampokku hanya demi bersenang-senang dengan teman-temanmu!" Aku melangkah mendekat, jemariku mencengkeram erat vas bunga, siap menghajarnya. Namun, sebelum sempat melayangkannya, tubuhku ditarik dengan kasar.Brak!Aku terhempas ke lantai, meringis kesakitan saat punggungku menghantam kerasnya ubin. Saat aku menengadah, Bang Galih berdiri di hadapanku dengan tatapan tajam, wajahnya penuh kemarahan."Jangan sentuh adikku!" suaranya menggema di seluruh ruangan.Aku terkekeh sinis. Lucu sekali melihatnya berperan sebagai pelindung bagi Rudy, padahal di belakangnya, dia sendiri telah melakukan hal yang jauh lebih menjijikkan."Kau membelanya karena kau tak tahu apa yang terjadi! Adikmu yang kau anggap suci itu hampir saja membunuhku hanya demi merampas uang milikku!" Suaraku bergetar, bukan karena takut, tapi karena sakit hati yang menggunung. Aku tak bisa lagi menahan air mata yang akhirnya jatuh satu per satu.Teman-teman Rudy yang tadi tertawa puas kin

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status