Share

Bab 2. Konfrontasi

ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU (2)

"Mama, ini aku belikan gelang baru. Bagus gak?" Ujarku sepulang kerja, dan mendapati Mama sedang duduk di teras rumah.

Mama segera bangkit dari duduknya, menyambut kantung kertas dengan logo toko emas ternama di kotaku. Matanya berbinar, dikeluarkannya benda itu dari dalam. Sebuah gelang rantai emas yang cukup besar. 

"Vivian, sebaiknya kamu jangan boros. Tiap bulan belikan Mama perhiasan, baju, aksesoris. Belum lagi makanan kesukaan Mama selalu kamu sediakan di kulkas."

"Gak apa apa Ma. Aku bingung mau belikan siapa. Soalnya kan aku gak punya orangtua lagi." Ujarku sambil tersenyum. Mama mengelus kepalaku sejenak.

"Sini Ma, aku pakein." Ujarku lembut sambil mengambil gelang itu dari tangan Mama dan memakaikannya.

Mama mematut gelang itu, lalu tersenyum. 

"Terimakasih ya Vi. Ini bagus banget."

Aku mengangguk sambil membereskan kantung belanja, lalu masuk ke dalam kamar. Dari sudut mata aku melihat Mama masih tersenyum sambil melihat lihat gelangnya. Di kamar, kulihat Tiara masih tiduran sambil bermain ponsel. Bungkus cemilan bertebaran di atas lantai.

"Tiara, kok kotor semua gini. Ayo beresin donk. Mama sumpek liatnya."

"Nanti ah Ma. Atau gak biar Nenek aja kayak biasanya."

"Sstt…" Aku meletakkan ujung telunjuk di bibir.

"Nenek gak boleh masuk kamar Mama ya Ra. Inget itu. Ayo cepat punguti."

Sambil bersungut sungut, Tiara memungut bungkus cemilan di lantai dan membawanya ke luar. Aku menggelengkan kepala, meletakkan kantung belanja dan masuk ke kamar mandi. Pekerjaanku sebagai seorang manager keuangan di sebuah perusahaan property cukup menyita otak dan tenaga. Belum lagi mengelola sebuah minimarket lokal yang kuserahkan operasionalnya pada seorang kepercayaan. Uangku berlimpah. Harta bukan masalah buatku. Tapi, batinku sepi oleh kasih sayang. Sejak Mas Nabil memutuskan untuk menceraikanku lima tahun yang lalu. Untung saja Mama mertuaku yang tinggal seorang diri, memintaku untuk tetap tinggal dan menemaninya di rumah ini.

"Mama gak keluar?" Tiara masuk lalu menutup pintu di belakangnya. Aku yang baru keluar dari kamar mandi dan sedang memilih pakaian, menoleh.

"Kenapa memangnya?"

Bibir Tiara mencebik.

"Ada Papa sama Tante Meisya."

Aku menghentikan gerakan tanganku memilih pakaian. Oh, dia rupanya akan tetap maju. Tidak seperti dua gadis lain yang diperkenalkan Mas Nabil pada Mama empat tahun terakhir ini, yang hanya bertandang sekali, lalu menghilang. Mereka semua punya alasan yang sama. Tak nyaman jika aku, mantan istri Mas Nabil masih tinggal dengan Mama. Ah, gadis gadis aneh. Aku toh tinggal dengan Mama, bukan dengan Mas Nabil. Meski sebenarnya, itulah tujuan akhirku bertahan di sini.

"Mama mau keluar. Kamu gak nemuin calon Ibu tirimu?"

Mata Tiara membelalak. 

"Males banget punya Ibu tiri. Tiara maunya kita tinggal lagi serumah sama Papa. Bukan serumah sama nenek." Cetusnya.

Aku tersenyum. "Sabaaarr!" Ujarku sambil mencubit pipinya.

Aku lalu memilih sebuah dress rumahan semata kaki berwarna merah menyala. Tanpa lengan, sehingga kulit lenganku yang putih terlihat jelas. Dress itu berkerah V-neck yang cukup rendah, sehingga jika saja aku menunduk sedikit, kau bisa melihat pemandangan indah di dalamnya. Aku tersenyum sambil mematut diri di depan cermin, teringat kata kata Mas Nabil delapan tahun lalu ketika kami belum lama menikah.

"Warna merah menyala ini sangat cocok di kulitmu. Kau tampak seksi dan menggairahkan."

Lalu dia segera mengangkatku ke tempat tidur. Ah, masa masa itu…

"Mama cantik banget." Ujar Tiara usai aku mengoleskan lipstik merah muda tipis tipis di bibirku yang sensual. Aku mengedipkan sebelah mata padanya.

"Pasti donk."

Seandainya saja aku tak membuat kesalahan itu, tentu pujian ini bukan hanya akan keluar dari bibir anakku. Tapi juga dari mulut Mas Nabil, satu satunya lelaki yang membuatku jatuh cinta. Bahkan hingga hari ini, setelah lima tahun bercerai, nyatanya aku masih belum mampu memalingkan wajah darinya.

Di rumah tamu, aku melihat pemandangan yang membuatku nyaris tertawa. Mas Nabil duduk bersebelahan dengan Meisya, agak jauh. Terlihat gadis itu menjaga jarak. Ya ya… dia seharusnya malu dengan kerudung yang dipakainya jika mau saja duduk dekat lelaki yang belum tentu menikahinya. Iya kan? Meski kuakui, kerudung itu membuatnya tampak anggun dan cantik di saat bersamaan.

Di meja, kulihat kotak kotak berisi beraneka macam kue. Hemm, jadi dia pintar bikin kue? Atau cuma beli? Lucu banget. Di sini, yang jualan kue banyaaakk. Mama tinggal bilang padaku mau makan apa, pasti akan langsung kubelikan. Kecuali kau membawa kue yang terbuat dari emas.

"Hai…" 

Mereka semua menoleh. Mama, yang sejak tadi diajak bicara oleh Meisya, tersenyum melihatku datang. Dilambaikannya tangan menyuruhku duduk di sebelahnya. Sementara kulihat Mas Nabil menahan nafas, lalu membuang pandang. 

"Wah, kamu pinter bikin kue ya Mei? Keren deh."

Meisya tersenyum.

"Silahkan dicicip Mbak." Mesya membuka  kotak yang lain. Terlihat jejeran sosis solo, risol mayo dan soes keju berbaris rapi dan cantik.

"Ini kayak yang ada di De'corner ya Mei? Kamu beli?" Tembakku langsung. Oh, no. Kamu mau bohongin Mama dengan bilang ini semua kue buatanmu padahal dapat beli? Sayang, aku tak sebodoh itu.

"Iya Mbak. Emang dari De'corner." Jawabnya ramah, tanpa melepaskan senyum yang memamerkan lesung pipinya. 

"Oh, aku kira kamu bikin."

"Resep awalnya aku yang buat Mbak. Setelah anak anak mahir, bisa kulepas tapi tetap berpatokan dengan resep awal." 

Aku mengerutkan kening. 

"Maksudnya?"

"De'corner itu punya Meisya. Dia juga yang menciptakan resepnya." Jelas Mas Nabil. Tersirat jelas rasa bangga dalam kalimatnya.

"Oh…"

'sialan' umpatku dalam hati. Rupanya kali ini aku dapat lawan yang sepadan.

"Vi, bisa gak kamu pake baju yang agak sopan?" Mas Nabil tiba tiba menyela pembahasan kami tentang kue itu. Dia berkata begitu tanpa mau menatapku. 

"Emang kenapa Mas? Kan di dalam rumah ini. Aku juga gak tau kalau ada tamu."

"Ya, seenggaknya pake cardy buat nutupin lenganmu itu." 

"Udah udah gak apa. Vivian emang biasa pake baju kayak gini. Kenapa dimasalahin sih  Bil? Kan tadi Vivi udah bilang kalo dia gak tau ada tamu." Bela Mama. 

Mas Nabil menghela nafas kesal. Dia berdiri.

"Aku mau ajak Tiara jalan malam ini. Nanti habis Maghrib aku jemput. Tolong disiapin."

Meisya ikut berdiri, pamit pada Mama dan juga aku. 

"Nabil, Mama mau ngomong sebentar." Mama mengejar Mas Nabil yang sudah berjalan ke halaman, menuju mobilnya. Aku memperhatikan lelaki yang pernah jadi suamiku itu. Dia, semakin hari, entah mengapa semakin tampak mempesona.

"Mbak…"

Aku menoleh. Meisya berdiri sangat dekat denganku. Aroma parfumnya yang lembut menyapa hidung. Kami bertatapan.

"Mantan terkadang memang serupa tantangan. Tapi kalau mantan sudah tak mau balikan, sebaiknya lupakan. Move on. Oke Mbak?"

***

Komen (4)
goodnovel comment avatar
ing ling
apa kesalahan Nabil y?
goodnovel comment avatar
Arlin
good meisya
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
hahahHHHHHhH
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status