Share

Bab 2. Konfrontasi

Penulis: Yazmin Aisyah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-14 16:09:58

ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU (2)

"Mama, ini aku belikan gelang baru. Bagus gak?" Ujarku sepulang kerja, dan mendapati Mama sedang duduk di teras rumah.

Mama segera bangkit dari duduknya, menyambut kantung kertas dengan logo toko emas ternama di kotaku. Matanya berbinar, dikeluarkannya benda itu dari dalam. Sebuah gelang rantai emas yang cukup besar. 

"Vivian, sebaiknya kamu jangan boros. Tiap bulan belikan Mama perhiasan, baju, aksesoris. Belum lagi makanan kesukaan Mama selalu kamu sediakan di kulkas."

"Gak apa apa Ma. Aku bingung mau belikan siapa. Soalnya kan aku gak punya orangtua lagi." Ujarku sambil tersenyum. Mama mengelus kepalaku sejenak.

"Sini Ma, aku pakein." Ujarku lembut sambil mengambil gelang itu dari tangan Mama dan memakaikannya.

Mama mematut gelang itu, lalu tersenyum. 

"Terimakasih ya Vi. Ini bagus banget."

Aku mengangguk sambil membereskan kantung belanja, lalu masuk ke dalam kamar. Dari sudut mata aku melihat Mama masih tersenyum sambil melihat lihat gelangnya. Di kamar, kulihat Tiara masih tiduran sambil bermain ponsel. Bungkus cemilan bertebaran di atas lantai.

"Tiara, kok kotor semua gini. Ayo beresin donk. Mama sumpek liatnya."

"Nanti ah Ma. Atau gak biar Nenek aja kayak biasanya."

"Sstt…" Aku meletakkan ujung telunjuk di bibir.

"Nenek gak boleh masuk kamar Mama ya Ra. Inget itu. Ayo cepat punguti."

Sambil bersungut sungut, Tiara memungut bungkus cemilan di lantai dan membawanya ke luar. Aku menggelengkan kepala, meletakkan kantung belanja dan masuk ke kamar mandi. Pekerjaanku sebagai seorang manager keuangan di sebuah perusahaan property cukup menyita otak dan tenaga. Belum lagi mengelola sebuah minimarket lokal yang kuserahkan operasionalnya pada seorang kepercayaan. Uangku berlimpah. Harta bukan masalah buatku. Tapi, batinku sepi oleh kasih sayang. Sejak Mas Nabil memutuskan untuk menceraikanku lima tahun yang lalu. Untung saja Mama mertuaku yang tinggal seorang diri, memintaku untuk tetap tinggal dan menemaninya di rumah ini.

"Mama gak keluar?" Tiara masuk lalu menutup pintu di belakangnya. Aku yang baru keluar dari kamar mandi dan sedang memilih pakaian, menoleh.

"Kenapa memangnya?"

Bibir Tiara mencebik.

"Ada Papa sama Tante Meisya."

Aku menghentikan gerakan tanganku memilih pakaian. Oh, dia rupanya akan tetap maju. Tidak seperti dua gadis lain yang diperkenalkan Mas Nabil pada Mama empat tahun terakhir ini, yang hanya bertandang sekali, lalu menghilang. Mereka semua punya alasan yang sama. Tak nyaman jika aku, mantan istri Mas Nabil masih tinggal dengan Mama. Ah, gadis gadis aneh. Aku toh tinggal dengan Mama, bukan dengan Mas Nabil. Meski sebenarnya, itulah tujuan akhirku bertahan di sini.

"Mama mau keluar. Kamu gak nemuin calon Ibu tirimu?"

Mata Tiara membelalak. 

"Males banget punya Ibu tiri. Tiara maunya kita tinggal lagi serumah sama Papa. Bukan serumah sama nenek." Cetusnya.

Aku tersenyum. "Sabaaarr!" Ujarku sambil mencubit pipinya.

Aku lalu memilih sebuah dress rumahan semata kaki berwarna merah menyala. Tanpa lengan, sehingga kulit lenganku yang putih terlihat jelas. Dress itu berkerah V-neck yang cukup rendah, sehingga jika saja aku menunduk sedikit, kau bisa melihat pemandangan indah di dalamnya. Aku tersenyum sambil mematut diri di depan cermin, teringat kata kata Mas Nabil delapan tahun lalu ketika kami belum lama menikah.

"Warna merah menyala ini sangat cocok di kulitmu. Kau tampak seksi dan menggairahkan."

Lalu dia segera mengangkatku ke tempat tidur. Ah, masa masa itu…

"Mama cantik banget." Ujar Tiara usai aku mengoleskan lipstik merah muda tipis tipis di bibirku yang sensual. Aku mengedipkan sebelah mata padanya.

"Pasti donk."

Seandainya saja aku tak membuat kesalahan itu, tentu pujian ini bukan hanya akan keluar dari bibir anakku. Tapi juga dari mulut Mas Nabil, satu satunya lelaki yang membuatku jatuh cinta. Bahkan hingga hari ini, setelah lima tahun bercerai, nyatanya aku masih belum mampu memalingkan wajah darinya.

Di rumah tamu, aku melihat pemandangan yang membuatku nyaris tertawa. Mas Nabil duduk bersebelahan dengan Meisya, agak jauh. Terlihat gadis itu menjaga jarak. Ya ya… dia seharusnya malu dengan kerudung yang dipakainya jika mau saja duduk dekat lelaki yang belum tentu menikahinya. Iya kan? Meski kuakui, kerudung itu membuatnya tampak anggun dan cantik di saat bersamaan.

Di meja, kulihat kotak kotak berisi beraneka macam kue. Hemm, jadi dia pintar bikin kue? Atau cuma beli? Lucu banget. Di sini, yang jualan kue banyaaakk. Mama tinggal bilang padaku mau makan apa, pasti akan langsung kubelikan. Kecuali kau membawa kue yang terbuat dari emas.

"Hai…" 

Mereka semua menoleh. Mama, yang sejak tadi diajak bicara oleh Meisya, tersenyum melihatku datang. Dilambaikannya tangan menyuruhku duduk di sebelahnya. Sementara kulihat Mas Nabil menahan nafas, lalu membuang pandang. 

"Wah, kamu pinter bikin kue ya Mei? Keren deh."

Meisya tersenyum.

"Silahkan dicicip Mbak." Mesya membuka  kotak yang lain. Terlihat jejeran sosis solo, risol mayo dan soes keju berbaris rapi dan cantik.

"Ini kayak yang ada di De'corner ya Mei? Kamu beli?" Tembakku langsung. Oh, no. Kamu mau bohongin Mama dengan bilang ini semua kue buatanmu padahal dapat beli? Sayang, aku tak sebodoh itu.

"Iya Mbak. Emang dari De'corner." Jawabnya ramah, tanpa melepaskan senyum yang memamerkan lesung pipinya. 

"Oh, aku kira kamu bikin."

"Resep awalnya aku yang buat Mbak. Setelah anak anak mahir, bisa kulepas tapi tetap berpatokan dengan resep awal." 

Aku mengerutkan kening. 

"Maksudnya?"

"De'corner itu punya Meisya. Dia juga yang menciptakan resepnya." Jelas Mas Nabil. Tersirat jelas rasa bangga dalam kalimatnya.

"Oh…"

'sialan' umpatku dalam hati. Rupanya kali ini aku dapat lawan yang sepadan.

"Vi, bisa gak kamu pake baju yang agak sopan?" Mas Nabil tiba tiba menyela pembahasan kami tentang kue itu. Dia berkata begitu tanpa mau menatapku. 

"Emang kenapa Mas? Kan di dalam rumah ini. Aku juga gak tau kalau ada tamu."

"Ya, seenggaknya pake cardy buat nutupin lenganmu itu." 

"Udah udah gak apa. Vivian emang biasa pake baju kayak gini. Kenapa dimasalahin sih  Bil? Kan tadi Vivi udah bilang kalo dia gak tau ada tamu." Bela Mama. 

Mas Nabil menghela nafas kesal. Dia berdiri.

"Aku mau ajak Tiara jalan malam ini. Nanti habis Maghrib aku jemput. Tolong disiapin."

Meisya ikut berdiri, pamit pada Mama dan juga aku. 

"Nabil, Mama mau ngomong sebentar." Mama mengejar Mas Nabil yang sudah berjalan ke halaman, menuju mobilnya. Aku memperhatikan lelaki yang pernah jadi suamiku itu. Dia, semakin hari, entah mengapa semakin tampak mempesona.

"Mbak…"

Aku menoleh. Meisya berdiri sangat dekat denganku. Aroma parfumnya yang lembut menyapa hidung. Kami bertatapan.

"Mantan terkadang memang serupa tantangan. Tapi kalau mantan sudah tak mau balikan, sebaiknya lupakan. Move on. Oke Mbak?"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
ing ling
apa kesalahan Nabil y?
goodnovel comment avatar
Arlin
good meisya
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
hahahHHHHHhH
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 30. Dia bukan ibuku tapi dia adalah segalanya bagiku (ending)

    DIA BUKAN IBUKU 30 (ENDING)Aku menatap tubuh beku Om Gilang untuk terakhir kalinya sebelum dibawa dengan ambulans. Nenek memutuskan memakamkan Om Gilang di tanah makam keluarga. Bagaimanapun dia telah dianggap anak oleh Nenek. Sungguh miris, sementara makan Mama Meisya berada jauh di pemakaman umum."Kita akan memindahkan makam Mamamu kesini." Ujar Nenek setelah pemakaman Om Gilang selesai. Tak ada yang hadir, hanya kami, pelayan dan satpam yang mengenal Om Gilang. Baru kali inilah aku menyaksikan pemakaman tanpa air mata dan sedu sedan.Aku menggeleng."Tidak Nek, jangan. Makam Mama dan Papa berdampingan. Mereka sudah bahagia di alam sana, biarkan saja seperti itu. Aku telah meminta penjaga untuk merawat makam Mama dan Papa secara khusus."Nenek mengangguk sambil memegang tanganku."Baiklah jika itu keinginanmu Naura. Nenek akan mengikuti semua saranmu. Kau telah dewasa. Zaman Nenek tinggal dan dibesarkan tentu jauh berbeda dengan zaman ini."Aku tersenyum dan menuntun Nenek meningg

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 29. Kematian yang sia sia

    DIA BUKAN IBUKU 29PoV GILANG"Gi, apa kau sudah gila? Naura itu anakku!"Wajah Meisya terlihat sedih. Aku tercenung menatapnya. Dia tampak tak bahagia mengetahui semua yang kulakukan untuknya."Tapi dia mengkhianatimu Mei. Dia hidup bersama musuhmu, Vivian. Dia bahkan terlihat sangat mencintai perempuan itu."Meisya menggeleng."Kau tak mengerti Gi. Aku memang menitipkan Naura pada Vivian. Hanya Vivian yang mau dan bisa merawat Naura, mencintainya dengan tulus seperti anaknya sendiri.""Aku tak percaya itu keinginanmu.""Gi, tolong terima saja kenyataan, bahwa kita sudah berpisah. Bukan hanya jarak, tapi juga ruang dan waktu. Hati kita bahkan telah terpisah lama. Lupakan aku dan hiduplah dengan baik."Aku menggeleng. "Aku ingin bersamamu Mei."Meisya tersenyum. Dua dekikan dalam di pipinya terlihat dengan jelas dan aku tak pernah tak terpesona melihatnya."Aku menyayangimu sebagai sahabat dan saudara. Tak lebih. Kuharap kau berhenti menyakiti Naura dan juga Mama."Meisya berbalik, k

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 28. Mei, aku datang

    DIA BUKAN IBUKU 28Ibu Ismi, Ibunya Lisa akhirnya dibawa ke rumah sakit setelah diberi pertolongan pertama. Nenek berpesan kepada dokter Inka untuk melakukan apa saja yang sekiranya bisa menyelamatkan nyawa tanpa perlu memikirkan biaya. Arsen dan Adit yang mengantar ke rumah sakit sekaligus menyelesaikan administrasi. Mama melarangku ikut ke rumah sakit. Saat ini keselamatanku adalah prioritas bagi semua orang."Jenazah Lisa baru selesai diotopsi. Dia jelas mati karena cekikan sehingga tak ada oksigen yang masuk." Jelas Om Alfian. Aku terdiam, membiarkan Mama menggenggam tanganku yang terasa dingin. Mengapa setelah bertemu Nenek hidupku berubah bak sinetron? Kulihat Nenek terpekur di kursinya. Beliau sudah pulih dan mulai bisa berjalan meski masih terlihat sulit. Menurut dokter, Nenek selama bertahun-tahun minum obat yang melemahkan syaraf dan otot kakinya. Obat itu diberikan oleh Lisa atas perintah Om Gilang agar mudah mengendalikan Nenek. Sungguh, mereka benar-benar manusia biad*b.

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 27. Melarikan diri

    DIA BUKAN IBUKU 27POV GILANGLisa terjatuh kembali ke atas kasur akibat kerasnya tamparanku. Ada darah mengalir dari sudut bibirnya yang pecah. Suaranya yang merengek dan berisik itu sungguh-sungguh membuatku kesal."Tuan, anda jahat sekali." Ujarnya sambil menyeka bibirnya. "Berhenti bicara jika kusuruh berhenti. Suaramu membuatku tak bisa berpikir.""Aku hanya mengkhawatirkan Ibuku.""Naura tidak mungkin mencelakainya. Dia anak yang baik.""Jangan terlalu yakin Tuan. Bukankah dia anak Meisya? Dia punya sifat kejam yang sama dengan Meisya. Aku yakin."Aku terkejut mendengar kata-katanya. Di satu sisi, aku mengakui bahwa apa yang Lisa katakan benar. Tapi di sisi lain, ada rasa tak terima mendengar orang lain mengatakan hal buruk tentang orang yang kucintai."Meisya, si jal*ng itu, yang suka mengobral tubuhnya pada lelaki lain hingga tertular HIV. Bukankah dia terlibat banyak kejahatan sebelum mati? Dia juga tega melaporkan Sofyan ke…"PLAK!"Jangan lancang Lisa! Berhenti mengatakan

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 26. Kejahatan yang sempurna

    DIA BUKAN IBUKU 26Kamarku tak berubah, tetap rapi dan bersih seperti biasa saat aku masih tinggal di sini. Puluhan buku koleksiku berjajar rapi di rak kecil yang terbuat dari kayu dan menempel di dinding. Itu adalah buku-buku favorite yang kujaga sepenuh hati sementara buku lainnya bergabung di perpustakaan keluarga yang berada di sudut lantai atas ini. Aku merebahkan diri di atas kasur, memandang seisi kamar. Seandainya tidak ingat bahwa Om Gilang dan Lisa sedang mengincarku, tentu aku akan merasakan hidupku kembali normal disini. Tapi kenyataan itu pupus begitu aku ingat, Nenek dan Ibu Lisa berada di kamar lain, menanti kepastian untuk kembali.Aku mendesah, rasanya nyaman sekali tidur bergelung di kamarku sendiri. Kamar yang sudah kutempati selama lebih dari dua puluh tahun. Aku ingin terus berada disini. "Naura?"Mama melongokkan kepala dari celah pintu yang sedikit terbuka. Aku menoleh, dan bangun dari kasur. Mama, di usianya yang sudah melewati lima puluh tahun, tetap energik

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 25. Welcome home. Naura

    DIA BUKAN IBUKU 25Aku tiba di rumah sakit dan terkejut mendapati banyak orang berkumpul di ruang rawat Nenek. Mama, Tante Ria, si kembar Adit dan Arsen, juga Alesha. Langkah kakiku terhenti melihat mereka semua menatapku. Yang pertama kali berlari menghampiriku adalah Alesha, yang langsung menubruk tubuhku sambil menangis."Kakak…"Aku tertegun, mataku langsung terasa panas menatap orang-orang terkasih yang selama ini kurindukan setengah mati. Padahal belum sebulan aku berada di rumah Nenek, rasanya sudah seabad lamanya aku tak bertemu dengan mereka.Perlahan, kuangkat tanganku, balas memeluk adik bungsuku yang mungil itu. Isaknya makin keras. Dipeluknya aku erat-erat."Maafkan aku Kak. Tolong maafkan aku."Aku mengusap kepalanya yang tertutup jilbab merah muda. Bagaimana mungkin aku tak memaafkannya? Setelah agak lama, isakannya terhenti. Kuurai pelukan Alesha, menatap mata bening yang terlihat sembab itu."Jangan minta maaf terus. Kau tidak salah apa-apa."Alesha justru terisak lag

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 24. Terbongkar

    DIA BUKAN IBUKU 24"Nauraaaa!"Jantungku langsung terasa merosot ke dasar perut. Aku nyaris berlari menuruni tangga, lalu teringat bahwa di bawah ada Lisa yang bisa melakukan apa saja untuk mencelakaiku. Rasanya aku tak bisa lagi membiarkan dua ular ini untuk tinggal di sini lebih lama. Aku akan cepat kena serangan jantung karena mereka. Jadi aku menuruni tangga dengan hati-hati meski rasanya tak sabar untuk segera tiba di kamar nenek."Hati-hati Naura." Janeeta berjalan lebih cepat mendahuluiku. Dia tiba di kamar Nenek lebih dulu, dan ketika tiba disana, aku terkejut melihat pemandangan itu. Nenek jatuh telentang di atas lantai, kepala bagian belakangnya sepertinya membentur lantai dengan keras. Sementara itu, kamar Nenek seperti habis terkena badai. Lemari dan laci laci terbuka dan isinya berhamburan di lantai."Ya Allah Nenek!"Aku memburu tubuh Nenek dan mencoba mengangkatnya. "Jangan Naura. Biarkan dulu. Aku khawatir Nenek kena stroke. Kita tak boleh merubah posisinya sampai per

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 23. Konfrontasi

    DIA BUKAN IBUKU#23Aku menerima surat alih adopsi itu dengan hati perih. Terbayang Mama menangis sambil menandatanganinya. Tentu mereka akan menilaiku sebagai anak yang tak tahu diri. Aku tumbuh sehat hingga sebesar ini berkat air susu Mama. Dan betapa rajinnya Mama membawaku check up, memastikan aku minum obat dan vitamin setiap hari. Aku mendesah. Biarlah, suatu saat, mereka akan tahu bahwa aku melakukan ini semua untuk mereka. Jika aku masih tinggal bersama mereka, Om Gilang akan melakukan berbagai cara agar aku datang dengan sukarela. Tidak. Itu tak boleh terjadi. Cukup Papa saja yang hingga kini belum sepenuhnya pulih."Mamamu berpesan, meski secara hukum kau bukan lagi anaknya, kau tetap anak dan keluarga yang mereka kasihi. Kau bisa pulang kapan saja Naura."Aku mengangkat kepalaku yang sejak tadi tertunduk, menyembunyikan air mata yang nyaris meluncur dari Om Alfian."Terimakasih Om. Aku titip Papa, Mama dan adik adikku." Aku tak dapat menahan suaraku yang bergetar.Om Alfian

  • ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU   Bab 22. Naura san Janeeta

    DIA BUKAN IBUKU 22"Pagi Nona Naura."Sapa Janeeta di meja makan. Aku tersenyum, menarik kursi makan di depanku. Pagi ini aku mengumpulkan pelayan di rumah Nenek di ruang makan merangkap dapur yang amat luas ini. Sementara Nenek ditemani Om Gilang dan seorang sopir serta pelayan sedang check up ke rumah sakit. Nenek melarangku ikut karena katanya tak boleh meninggalkan rumah tanpa seorangpun pemilik rumah. Agak aneh sebetulnya mengingat selama ini Nenek sendirian, hanya dikelilingi orang-orang asing yang tak punya hubungan dengannya."Pagi Jani, pagi semuanya."Mereka menyahut serempak. Dari sudut mata kulihat Janeeta mengedip mendengarku memanggilnya Jani."Saya hendak menyampaikan apa yang telah disepakati oleh saya dan Nenek. Karena Nenek sakit dan saya adalah satu satunya ahli waris, mulai hari ini, saya yang akan memegang kendali atas rumah ini."Gumaman terdengar dari mulut mereka. Aku menatap Lisa melalui sudut mata, mendapati wajahnya yang tampak tak enak dipandang."Pertama,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status