Beranda / Romansa / ISTRI BISU Tuan Terhormat / 6. Kepergian Sang Ayah

Share

6. Kepergian Sang Ayah

Penulis: desafrida
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-01 18:16:05

Liora menegang seketika. Napasnya tercekat. Tatapan Adrian menembus matanya, begitu dekat dan mengancam.

Namun dalam sekejap, Adrian menarik diri. Ia seolah jijik pada apa yang baru saja dilakukan.

Ia berdiri menjauh dan melepas jasnya dengan gerakan kesal. “Kau pikir aku menginginkanmu? Menyentuhmu? Tidak akan!”

Liora memandangnya dengan napas masih memburu. Tapi, setidaknya dia lega mengetahui pria itu tak benar-benar akan menyentuhnya.

Adrian berjalan ke arah jendela besar, membelakangi Liora. Suaranya terdengar berat.

“Kalau bukan karena nama baik keluargaku, aku tidak akan mungkin menikahi gadis bisu yang tidak berguna sepertimu!”

Dia berbalik perlahan, menatap Liora dengan mata tajam yang menyimpan luka lama.

“Kau hanya perisai. Boneka yang aku pajang di depan publik agar mereka berhenti mempertanyakan tabrak lari itu. Sekaligus memastikan kalau kau tidak akan bisa mengungkapkan yang sebenarnya pada publik!”

Liora menelan ludahnya dan menahan air matanya. Namun, wajahnya tetap menantang. Matanya menyala dengan perlawanan yang hanya bisa ia tunjukkan lewat diam. Penuh kebencian.

“Aku sudah sangat lelah hari ini. Kau tidurlah di situ. Jangan berpikiran untuk membuat masalah!” Adrian menaiki tempat tidurnya yang luas dan empuk.

Sementara itu, Liora tetap diam di sofa. Kakinya yang sudah dibalut perban masih berdenyut perih, namun rasa itu kalah jauh dibanding luka di dalam dadanya.

Ia memeluk tubuh sendiri, membiarkan air mata jatuh tanpa suara. Dengan harapan besok tak seburuk hari ini.

**

Pagi menyapa lewat sinar matahari yang menembus tirai kamar. Adrian bangun lebih dulu.

Ia melirik sekilas ke arah sofa. Liora masih tertidur dalam posisi meringkuk.

Ia mengambil ponsel dan membuka beberapa notifikasi.

Satu pesan membuatnya terdiam. Dari rumah sakit.

[Tuan Adrian, ayah dari Nona Liora telah sadar pagi ini. Beliau mencari anaknya. Kondisinya stabil, namun emosional. Kami menunggu konfirmasi kunjungan dari pihak keluarga.]

“Permainan ini akan semakin rumit,” gumamnya dingin.

Adrian bangkit. Turun dari tempat tidur dan berdiri di hadapan Liora yang tidur tidak nyaman di sofa.

“Kau, bangunlah!” suara itu tegas dan berhasil membuat Liora lekas tersadar.

“Ayahmu sudah sadar. Dia mencarimu. Kalau kau ingin berjumpa dengannya, cepatlah bersiap-siap!” jelas Adrian datar.

Liora langsung duduk dengan tatapan penuh haru dan hati yang sedikit bersemangat. Segera ia melangkah sedikit pincang untuk ke kamar mandi.

Saat selesai mandi, dia melihat ada dress yang indah di atas kasur.

Adrian pun masuk. “Pakai itu! Mulai hari ini kau harus siap menghadapi media yang akan terus mengejar kita. Tunjukkan wajah bahagia, senyum dan tenang. Jangan sampai kau memberi kode tertentu! Apalagi merespon pertanyaan yang  mengarah pada kecelakaan itu!” ancamnya.

Liora hanya menatapnya, tidak menjawab walau hanya sebatas anggukan. Namun, ia tetap mengenakan baju itu sementara Adrian tengah mandi.

Saat Adrian selesai mandi, dia pun terkejut melihat Liora. Dress itu sangat cocok di tubuhnya.

Sesaat dia terdiam namun dengan cepat membuang wajahnya saat Liora menatapnya.

“Kamu turun ke bawah dan sarapan,” suruh Adrian, namun Liora justru menunggunya di luar kamar.

“Kenapa kau masih di sini? Apa kau juga sudah tuli? Aku bilang turun ke bawah dan sarapan!” bentaknya.

Liora hanya diam.

Adrian berdecak kesal. “Cepat!” ujarnya berjalan cepat meninggalkan Liora.

Saat Adrian menoleh ke belakang, dia melihat wanita itu berjalan dengan langkah yang masih pincang. Dia tidak menolongnya sama sekali.

Juliana dan Camilla saling menatap saat melihat wanita yang dianggap asing.

“Ma, kami akan ke rumah sakit. Ayahnya sudah sadar. Kalau ada media yang datang ke sini, tidak perlu menjelaskan apa-apa soal tabrak lari itu. Tapi, kalau ada yang bertanya pernikahan kami, katakan semua itu pilihanku,” jelas Adrian tegas.

“Mama tidak sabar semua ini berakhir agar tidak ada orang asing lagi di rumah ini!” balas Juliana.

Sarapan itu tidak sedap lagi di mulut Liora. Sulit rasanya untuk menelan dalam kepahitan meski ia menyentuh perutnya yang lapar.

**

Di dalam ruangan, Samuel—ayah Liora—masih terbaring lemah di tempat tidur, selang infus masih terpasang di tangan.

Di televisi yang menggantung di dinding, tayangan ulang berita pernikahan Liora dan Adrian masih mengalir. Semua itu membuatnya tegang dan gamang. Dadanya sesak.

Matanya membelalak saat melihat Liora di ambang pintu. “Liora…?” suaranya serak.

Liora segera berlari kecil, lututnya bergetar, lalu memeluk ayahnya erat dengan tumpahan air mata yang coba ia paksa tahan namun tidak bisa.

Samuel membelai rambut putrinya dengan lembut, meski tangan itu bergetar. “Kamu... menikah?”

Liora tidak sanggup menjawab.

Pria paruh baya itu menoleh pada Adrian. “Kenapa kau menikahi putriku?” lirihnya.

Adrian menarik napas, menegakkan tubuh. “Pernikahan ini harus terjadi karena mobil saya menabrak Anda. Saya bertanggung jawab. Saya menikahinya karena saya tidak ingin kalian mengatakan yang sebenarnya pada publik dan membuat nama keluarga saya jatuh,” jelasnya.

Samuel menekan dadanya karena terasa sakit. Apalagi melihat isakan putrinya yang mengadu lewat diam dan tatapan mata yang sembab.

Ia pun menatap Adrian lama. “Tapi, aku tahu bukan kamu pelakunya…,” lirih Samuel.

Liora terkejut mendengar ucapan ayahnya. Dia menatap Adrian.

Wajah Samuel mulai pucat. Napasnya mulai tidak beraturan. Namun, ia tetap tersenyum lirih dan berkata dengan suara paling tegas yang bisa ia keluarkan.

“Tapi tolong... jaga anak saya. Dia... tidak punya siapa-siapa lagi.”

Adrian malah terdiam.

Samuel menatap putrinya. Seketika itu juga monitor detak jantung mengeluarkan bunyi peringatan. Bersamaan saat Samuel menekan dadanya sendiri.

Liora memeluk tubuh ayahnya. Tangannya gemetar. Sorot matanya ketakutan. Ia mengguncang tubuh itu perlahan, berharap masih ada respons. Ia tidak ingin melepas, sampai dokter dan perawat melakukan pemeriksaan.

“Kami sudah berusaha. Pasien tiba-tiba mengalami serangan jantung dan tidak bisa bertahan. Kami turut berduka.”

Liora jatuh terduduk saat menggenggam tangan ayahnya yang mulai dingin. Mulutnya mangap seperti orang yang hendak menjerit, namun tidak ada yang mendengar betapa hancurnya hidupnya saat itu.

Tak kuat menahan badai yang menerpanya, tubuh itu pun ikut terkulai di lantai rumah sakit.

Bersambung…

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
desafrida
Krna dia tau bukan Adrian yg nabrak dia :'
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
ya ampun sedih bgd bab ini.. dan kenapa ya ayah nya Liora bilang seperti itu??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   11. Akhir Perlawanan

    Tiba-tiba handphone Adrian bergetar pelan. Ada notifikasi di sana. Nomor baru. Keningnya mengernyit saat membukanya.[Sepertinya keluarga Ashton sedang tidak baik-baik saja, ya? Siapa wanita bisu itu sampai seorang Adrian Ashton harus menikahinya?]Tanpa pikir panjang, Adrian langsung menekan tombol panggil pada nomor itu. Hasilnya, nomor itu langsung tidak aktif. Seperti menghilang begitu saja.Liora diam-diam menyimpan kertas dan pena itu di bawah selimutnya.Adrian masih berdecak menatap layar ponselnya. Kemudian dia menatap Liora. Satu hal yang dia sadari, posisi Liora sekarang benar-benar penting untuk menjaga nama keluarganya.Malam semakin larut. Adrian menjaga Liora di ruangannya.Liora berpura-pura tidur. Dan saat Adrian terlihat terlelap di sofa, saat itu pula Liora bangun dan menulis. Dia ingin memberikan kode pada perawat atau dokter yang menanganinya besok pagi.Tiba-tiba Adrian terjaga. Dia memang tidak bisa tenang setelah mendapat pesan anonim tadi. Ia menatap Liora yan

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   10. Kutunggu Kematianmu

    Langit sudah mulai gelap, menghitam. Adrian menggendong Liora, menuruni tangga hingga ke mobil.“Adrian? Dia kenapa?” Juliana sempat bertanya, tapi tidak benar-benar peduli. Justru ada senang di dalam hatinya.Mobil melaju dengan cepat ke rumah sakit.Dua perawat segera berlari keluar menyambut Adrian yang turun tergesa membawa tubuh Liora dalam pelukannya. Dress hitam yang dikenakannya sudah kusut. Wajahnya pucat seperti tidak ada aliran darah. Tubuhnya semakin dingin.“Suster cepat!” pinta Adriaan, terdengar tegas, namun parau, seperti mengandung kepanikan yang baru kali itu muncul tanpa topeng.Liora akan ditangani. Adrian berjalan mengikuti mereka, langkahnya cepat namun tidak stabil. Punggung tangannya mengepal, rahangnya menegang. Seorang perawat muda menghentikan langkahnya karena tidak dapat masuk ruangan.Dokter Senior mengenalnya. “Tuan Adrian?” sapanya hati-hati. “Tenang, Tuan. Akan segera kami tangani.”Adrian menatapnya. Sorot matanya tajam, merah dan penuh tekanan. Dia m

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   9. Tubuh yang Dingin

    “Kau?!” Adrian menjerit, refleks menangkap pergelangan tangan Liora tepat sebelum gunting itu menancap ke perutnya sendiri.Hampir menancap. Sedikit lagi. Logam dingin itu terlepas dan jatuh ke lantai dengan suara nyaring, menyayat udara yang tegang.“Kau gila?!” teriak Adrian, napasnya berat, mata merah menyala oleh kemarahan dan keterkejutan. Ia menendang gunting itu hingga terlempar ke sudut ruangan. Tubuhnya langsung menguasai Liora dengan memeluknya paksa dan kasar.Liora, tubuhnya gemetar, berusaha berdiri di atas kakinya yang lemas. Namun belum sempat ia mengambil napas, tangan Adrian menghantam dinding di dekat kepalanya.“Sekali lagi kau berani seperti itu, aku takkan ragu menyelesaikan hidupmu sendiri dengan tanganku!” Ia mengentak tubuh Liora untuk membaliknya agar berhadapan dengannya.Tangannya terangkat, nyaris mencekik, tapi menggantung di udara. Jemari itu hanya bergetar dan berhenti.Liora menatapnya lurus. Tak berkedip. Mata yang sudah tak peduli akan mati atau hidup.

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   8. Nekat Bunuh Diri

    “Cukup, Ma. Jangan memperkeruh keadaan,” ujar Adrian tanpa menoleh pada Liora sedikit pun.Juliana menoleh. “Semua sudah berakhir Adrian. Ceraikan dia sebelum keluarga kita semakin hancur karena dia!” “Keadaan belum stabil, Ma. Media masih mengendus semuanya. Nama keluarga kita dipertaruhkan! Dan kalau aku menceraikan dia sekarang semua orang bahkan musuh akan mengincarnya untuk mendapatkan informasi dan menjatuhkan kita, Mama tidak mengerti itu?!"Juliana mendesis pelan, menarik napas dengan ketidaksukaan yang jelas. “Aku tidak sudi ada perempuan bisu tak berkelas di rumah ini. Kau sendiri yang bilang pernikahan ini hanya pura-pura, kan?”“Ya,” jawab Adrian cepat. “Tapi tetap saja, dia sekarang adalah bagian dari rencana. Kita harus menahannya di sisi kita, setidaknya sampai badai ini berlalu. Mama lihat di luar, wartawan masih banyak kan?”Liora menunduk, tubuhnya gemetar dan menangis menunduk. Harga dirinya diinjak tanpa ampun. Kalimat ‘Badai berlalu' itu tidak dapat ia terima. S

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   7. Ceraikan Dia Sekarang!

    Langit sore tampak muram, seolah ikut berduka bersama pemakaman Samuel. Tanah merah perlahan menutupi peti kayu tempat tubuh itu dibaringkan untuk terakhir kalinya. Suara doa mengalun lirih, diiringi isak tertahan yang tak terdengar.Liora berdiri kaku di sisi pusara. Wajahnya basah oleh air mata yang tak mampu ia tangisi dengan suara. Tubuhnya berguncang halus. Tangannya menggenggam erat bunga melati yang mulai layu. Ia meletakkannya dengan gemetar di atas gundukan tanah yang belum rata.Ia jatuh berlutut. Bahunya menunduk. Tangannya menekan tanah yang masih basah, seakan ingin menggali kembali dan memeluk ayahnya sekali lagi. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan. Tidak ada suara yang bisa ia keluarkan. Tangisnya diam, nyaris tak terdeteksi. Sesak.Di kejauhan, kilatan kamera mulai bermunculan. Wartawan berkumpul diam-diam di balik pagar, mengintip dari balik mobil dan pepohonan. Mereka membidik wajah perempuan bisu yang kini resmi menjadi istri Adrian Ashton.Adrian memperhatikannya

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   6. Kepergian Sang Ayah

    Liora menegang seketika. Napasnya tercekat. Tatapan Adrian menembus matanya, begitu dekat dan mengancam.Namun dalam sekejap, Adrian menarik diri. Ia seolah jijik pada apa yang baru saja dilakukan.Ia berdiri menjauh dan melepas jasnya dengan gerakan kesal. “Kau pikir aku menginginkanmu? Menyentuhmu? Tidak akan!”Liora memandangnya dengan napas masih memburu. Tapi, setidaknya dia lega mengetahui pria itu tak benar-benar akan menyentuhnya.Adrian berjalan ke arah jendela besar, membelakangi Liora. Suaranya terdengar berat.“Kalau bukan karena nama baik keluargaku, aku tidak akan mungkin menikahi gadis bisu yang tidak berguna sepertimu!”Dia berbalik perlahan, menatap Liora dengan mata tajam yang menyimpan luka lama.“Kau hanya perisai. Boneka yang aku pajang di depan publik agar mereka berhenti mempertanyakan tabrak lari itu. Sekaligus memastikan kalau kau tidak akan bisa mengungkapkan yang sebenarnya pada publik!”Liora menelan ludahnya dan menahan air matanya. Namun, wajahnya tetap m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status