Share

APA? AKU HARUS MENIKAH DEMI UANG?

Aku kembali ke rumah sakit, duduk di samping mama yang terlelap dengan banyak alat kesehatan di tubuhnya. Wajahnya sebagian terluka oleh luka bakar yang mulai mengering, mungkinkah karena itu papa memilih menikah dengan Tante Mayang dan menduakan mama?

“Mama cepatlah bangun,” ucapku lirih. Aku menangis di samping mama, kenapa keluarga kami jadi seperti ini? Seharusnya saat ini papa berada di samping mama dan memberikan ia semangat. Nyatanya ia memilih bersenang-senang dengan orang lain.

Sejak aku mengetahui hubungan papa dan Tante Mayang, aku tak lagi bertegur sapa dengan papa. Aku lebih memilih mengacuhkanya jika ia datang menjenguk mama atau aku pulang untuk mengambil sesuatu. Saat ini aku tak lagi percaya kepada papa, aku tak pernah membiarkan papa seorang diri menemui mama, takut jika nanti papa akan menyakitinya. Hingga malam itu papa datang kembali, aku terjaga ketika mendengar suara pintu kamar rawat mama di buka. Ruang rawat mama ada ranjang untuk penunggu tempat aku tidur setiap malam.

Papa duduk di kursi dengan wajah kusutnya, ia mengusap wajahnya kasar, sepertinya ia sedang frustasi. Aku pura-pura terlelap, sesekali kulirik papa, aku hanya menghindari berbicara dengannya.

“El, Papa tahu kamu tidak tidur.” Papa menghela nafas yang terasa berat seolah ada beban besar di sana. “Bisakah kita bicara sebentar?” Papa beralih duduk di sofa tepat di depan ranjang aku tidur.

“Papa tahu sekarang kamu pasti benci Papa, Papa hanya ingin minta maaf. Ini semua demi kamu.”

Heh, demi aku, apa papa gak salah? Yang pasti demi dirinya sendiri, aku tidak butuh wanita itu. Ingin sekali kukeluarkan segala kata kotor, tetapi aku tidak ingin mama mendengar keributan kami. Karena kata Dokter Sean meskipun mama terlelap ia masih bisa mendengar.

“Perusahaan sedang tak baik-baik saja, El. Papa kehabisan dana, tak ada lagi uang, untuk sementara Papa tidak bisa membayar uang kuliahmu, dan….” Papa kembali menghela nafas. Aku masih bertahan dengan posisi sama meski bibirku sudah tak tahan ingin mengeluarkan ungkapan kebencian yang semakin mendalam.

Kubuka mata sedikit, layaknya orang mengintip, kulihat papa menarik paksa dasinya dengan wajah menunduk. Setelah ikatan dasi di lehernya lepas, ia menarik nafas dan kembali memandangku yang masih tak bergeming, secepat kilat kututup mata rapat-rapat.

“Jika keadaan terus begini, dan perusahaan tidak mendapat investor dana, Papa tidak bisa membayar perawatan dan pengobatan mama,” sambung papa dengan nada lemah.

Mendengar ucapan papa seketika tubuhku seperti mendapat respon besar dari sengatan emosi yang menggebu menyuruhku untuk segera bangun. Pasalnya kemarin Bi Sri yang baru kembali bekerja setelah cuti pulang kampung memberitahuku papa membelikan mobil baru untuk Citra dan rumah untuk Tante Mayang, bagaimana mungkin sekarang ia mengatakan tidak bisa membayar biaya kuliahku yang sudah memasuki semester akhir dan juga biaya pengobatan mama? Kebohongan macam apa lagi ini?

“Apa Papa bilang? Maksud Papa kita akan menghentikan pengobatan mama dan aku harus berhenti kuliah yang hanya tinggal menunggu tahap akhir?” Aku terbahak, lucu sekali papa sekarang. Dia mampu membelikan mobil mewah seharga ratusan juta untuk anak tirinya sementara sekarang aku dan mama harus mengalah.

“Papa membelikan Citra mobil seharga ratusan juta dan kemudian memutus kuliahku serta pengobatan mama, Papa benar-benar sudah gila, Papa hanya mementingkan diri Papa sendiri.”

“El, Papa hanya ingin adil dengan Citra, Papa ingin dia sepertimu, kuliah tidak naik grab.”

Astaga… aku beranjak, udara di ruangan tiba-tiba terasa panas, dan sesak. Aku mengibaskan tangan berharap banyak oksigen masuk di dadaku yang teramat sesak.

“Jika Papa mampu memberikan keinginan Citra dan wanita simpanan Papa itu kenapa harus memangkas jatah kami? Kuliahku dan pengobatan mama tanggung jawab Papa, sementara Citra... Papa enggak bertanggung jawab sedikitpun dengannya, papa tak berhak.”

“Iya, Papa tahu, Papa hanya tidak ingin terlihat pilih kasih.”

“Heh. Aku tak percaya memiliki seorang ayah seperti Papa.”

“Ok, kita kesampingkan dulu masalah bencimu, sekarang kita harus mendapatkan orang yang mau investasi, dan papa sudah mendapatkan orangnya, tetapi dengan satu syarat.”

Aku berbalik menatap papa, rasanya enggan sekali untuk menanggapinya.

“El, bantu Papa untuk mendapatkan investasi itu.” Papa beralih di sampingku memegang bahuku dengan tatapan memohon. “Kamu harus menikah dengan anak sulung Diamond group.”

Aku membelalak mendengar ucapan papa, menarik paksa tangannya yang masih di bahuku. Dia benar-benar sudah gila.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status