ISTRI GLOWING SUAMI KELING 5
"Kamu itu kebangetan, masih pagi buta sudah nongkrong di pinggir jalan, apa ya nggak ada kerjaan di rumah, hah!" maki Bu Dewi sambil menunjuk-nunjuk wajah Risma. Sedangkan tangan kanannya memegangi sejadah dan mukena.Risma justru celingak celinguk, takut jadi tontonan orang lewat. Rasanya dia sudah kebal dengan cacian juga makian mertuanya itu. Lebih kerasa malu jika sampai jadi tontonan orang. Mbak Lilis yang tadi dibelakangnya sekarang sudah berdiri di sampingnya. Dia menyengggol lengannya, menatap wajah Risma dengan kening berkerut.Risma hanya mengangkat bahu."Masih pagi, Bu. Nggak baik marah-marah. Kok tumben bawa mukena segala, Ibu dari mushola?" tanya Risma lembut, berusaha mengalihkan bahasan.Akan jadi drama dan merusak moodnya jika diladeni. Ia lalu menggandeng tangannya, mengajak jalan meninggalkan halaman rumah Mbak Lilis tanpa terkesan menyuruh."Air di rumah mati dari kemarin sore. Dari pada nggak salat ya mending ke mushola sekalian salat jamaah," jelas Bu Dewi. Suaranya sudah tak selantang tadi, meski masih sedikit ketus."Bukannya ada Mas Joni di rumah, Bu?" tanya Risma sambil jalan bersisian."Dia kerja Shift malam, baru pulang nanti jam tujuh!""Ya udah biar Risma anter sampai rumah. Takutnya jatuh di jalan nggak ada orang lihat kan repot,"Bu Dewi langsung melepaskan pegangan tangan Risma dan melotot. "Kamu pikir aku udah rabun apa!" sungutnya."Salah lagi," gumam Risma sambil mengaruk pipinya.Bu Dewi berjalan mendahului Risma sambil menggerutu. Sedangkan Risma dan Mbak Lilis jalan santai di belakangnya."Kok betah punya mertua ajaib gitu. Nggak mau tuker tambah?" canda Mbak Lilis."Ssttt ... yang kayak gini langka, jarang ada," sahut Risma. Keduanya lalu cekikikan sambil menutup mulut.Entah karena kurang fokus atau tersandung, Bu Dewi tiba-tiba jatuh tersungkur. Membuat Risma dan Mbak Lilis panik."Innalilahi," ucap mereka bersamaan, lalu berjalan cepat menghampiri Bu Dewi."Ibu nggak apa-apa? Kok bisa jatuh? Mana yang sakit?" cecar Risma saking paniknya.Bu Dewi hanya diam saja sambil meringis memegangi lututnya yang ngilu. Mbak Lilis langsung memunguti mukena juga sejadah Bu Dewi."Biar aku bawain mukenanya!" ucap Mbak Lilis."Ayo, Bu, biar Risma bantu!" Risma membantu ibu mertuanya bangun lalu berjalan memapahnya. Untung saja sudah dekat rumah. Mbak Lilis mengekori di belakangnya membawakan mukena dan sejadahnya."Pintunya dikunci nggak, Bu?" tanya Risma pelan saat sudah sampai depan rumah."Ibu nggak kunci," jawab Bu Dewi.Risma hanya mengangguk. Dia lalu membantu ibu mertuanya duduk di kursi teras. Tangannya terulur meminta mukena juga sejadah yang di bawa Mbak Lilis, akan ia taruh di dalam.Saat hendak melangkah masuk setelah membuka pintu, ia menoleh lagi. "Ibu duduk di dalam saja ya?""Disini saja sambil lihat orang lewat. Di dalam sepi," tolak Bu Dewi. Risma hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya, meletakkan mukena dan sejadah di kamar ibu mertuanya.Saat melewati depan kamar Mas Joni yang separuh terbuka pintunya ia melirik sekilas, menggeleng-gelengkan kepala melihat isi kamar yang berantakan juga pakaian kotor yang ditupuk disudut kamar. Risma lalu keluar rumah lagi dan melihat ibu mertuanya tengah ngobrol dengan Mbak Lilis."Ada yang sakit nggak, Bu?" tanya Risma lalu jongkong di depan kursi Bu Dewi. Mengamati kaki mertuanya itu barang kali ada yang lecet."Nggak ada, cuma lututnya rada ngilu," jawab Bu Dewi ketus."Mau dipanggilin tukang urut? Takutnya nanti badannya pegel-pegel.""Nggak usah!" Risma menghela nafas pelan, menyerah. Ia lalu berdiri perlahan."Yaudah, Risma tinggal ya. Ibu nggak usah masak, nanti aku kesini lagi anterin sayur," ujar Risma lalu mencium punggung tangan ibu mertuanya dan pamit.Risma berjalan beriringan dengan Mbak Lilis ke tukang sayur. Sesekali sambil bercanda. Saat tiba di tempat dimana ibu mertuanya jatuh Risma berhenti, lalu mengamati sekeliling."Kenapa?" tanya Mbak Lilis heran."Nggak ada batu, jalanan juga nggak bolong. Kok bisa Ibu jatuh ya?" Risma melihat sekeliling jalanan itu. Memang tidak ada penerangan, tapi jam lima pagi sudah lumayan terang."Doa kamu langsung diijabah tadi," kekeh Mbak Lilis."Hustt, ngawur kamu, Mbak!" sahut Risma menepuk pundak Mbak Lilis."Betah banget kamu punya mertua kayak gitu, mana anaknya juga nggak cakep-cakep amat keling gitu. Harusnya kan punya mantu cantik, baik, itu ya disayang-sayang, ini tiap hari ada aja yang dicela," cerocos Mbak Lilis panjang lebar.Risma yang berjalan disisinya hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya."Enak banget ngejeknya. Lha aku yang jadi istri sama mantunya kok kamu yang sewot, Mbak. Aku aduin sama Ibu lho!" sahut Risma sambil tergelak."Ya tinggal diaduin, paling juga kamu yang dimaki hahaha," kelakak Mbak Lilis.Berjalan sambil mengobrol membuat mereka tanpa terasa sudah sampai dipangkalan tukang sayur. Ada beberapa tukang sayur yang mangkal di pertigaan jalan. Setelah jam delapan pagi biasanya mereka baru keliling kampung. Risma lebih memilih berjalan kaki kepertigaan dari pada menunggu tukang sayur di depan rumah karena dia harus masak pagi-pagi. Jam tujuh suaminya sudah berangkat kerja.Setelah membayar belanjaannya Risma gegas pulang karna hari sudah makin terang."Mbak aku duluan, ya. Udah kesiangan ini," pamitnya pada Mbak Lilis yang masih memilih sayuran."Iya, nanti siang aku kerumah ya," sahut Mbak Lilis. Risma hanya tersenyum dan mengangguk lalu berjalan tergesa.Sampai di rumah ternyata Alika sudah bangun. Dia sedang di gendong ayahnya di teras rumah sambil sesenggukan."Aduhhhh, anak mama udah bangun. Maaf ya mama tinggal beli sayur," ucap Risma setelah melepas sendal dan menghampiri keduanya."Kok tumben lama?" tanya Jaka sambil menyerahkan Alika yang minta digendong mamanya."Tolong taruh dapur, Mas!" pinta Risma menyerahkan plastik blanjaannya setelah menggendong Alika."Tadi ketemu Ibu di jalan. Ehh pake acara jatuh segala, jadi ya mampir ke rumah dulu," ucapnya kemudian sambil berjalan masuk ke dalam rumah.Jaka yang berjalan di depan istrinya kaget mendengar berita ibunya jatuh dan berhenti mendadak, membuat Risma dan Alika menubruk badan belakangnya."Duhhh, Mas. Pake acara rem mendadak!" protes Risma sambil memegangi Alika yang hampir terjatuh. Anak itu justru tertawa karna menabrak badan ayahnya."Terus gimana keadaanya sekarang?" tanya Jaka setelah balik badan, tanpa menghiraukan protes istrinya."Tadi kayaknya kesrimpet kakinya sendiri kali, soalnya nggak ada batu, jalanan juga bagus, tau-tau nyungsep gitu aja," jelas Risma. Dia lalu mendudukkan Alika di depan tv, menyalakan tv dan menyetel kartun favoritnya."Dah ah, mau masak, keburu siang!" ujar Risma sambil menyambar plastik yang dipegang Jaka. Suaminya itu malah berdiri bengong.Risma menoleh pada jam dinding di ruang tengah, sudah jam enam kurang seperempat dan ia belum masak apa-apa. Untungnya menu masakan yang akan ia buat mudah.Risma menaruh plastik blanjaannya di tampah lalu meletakkannya di lantai lalu mengambil sayuran yang ada di bakul. Tangannya cekatan mengambil alat-alat masak.Lalu sebuah tepukan dipundak mengagetkannya."Dek!"KrompyangISTRI GLOWING SUAMI KELING 6"Dek!"KrompyangRisma menjatuhkan panci yang akan ia gunakan untuk merebus sayuran. Tangan kanannya mengusap-usap dadanya yang berdebar karena kaget."Apaan sih, Mas?" protesnya saat berbalik dan mendapati suaminya berdiri sambil nyengir dan menggaruk tengkuknya."Maaf. Terus gimana sama, Ibu?" tanya Jaka lagi. Dia masih penasaran dengan keadaan ibunya.Risma menghela nafas kasar, dia lalu memungut panci yang terjatuh. "Ishh, penyok kan!" gerutunya."Aku tadi anterin sampe rumah. Mau dipanggilin tukang urut nggak mau, disuruh duduk di dalam juga nggak mau, maunya duduk di teras, lututnya mungkin lecet karna rada ngilu katanya" ujar Risma sambil mengisi panci dengan air dari kran wastafel untuk merebus sayuran."Terus?" tanya Jaka lagi, masih berdiri sambil mengamati setiap gerakan istrinya."Teras terus teras terus. Ya aku tinggal blanja lanjut pulang. Ditawarin ini itu nggak mau," gerutu Risma. Ia lalu menaruh panci yang sudah terisi separuh air di atas
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 7DegHati Bu Dewi mencelos mendengar penuturan putra keduanya itu. Tiba-tiba matanya berembun, susah payah ia menelan salivanya, kerongkongannya terasa tercekat seketika. Ada rasa marah dan kecewa, tapi apa yang diucapkan Jaka memang ada benarnya. Tapi sejujurnya ia tak ingin pernikahan anak-anaknya mengalami kegagalan."Jadi, kamu nggak ikhlas merawat ibu selama ini?" tanya Bu Dewi dengan suara serak. Mati-matian ia menahan tangis.Jaka memandang wajah ibunya sendu. Sadar sudah mengucapkan kata-kata yang mungkin menyinggung perasaan ibunya, tapi melihat sikap ibunya yang kadang kelewatan, rasa sabar yang ia pupuk mulai terkikis. Melihat istrinya sering dimaki di depan banyak orang juga membuat hati Jaka terusik. Satu sisi ibu kandungnya disisi lain istrinya."Jaka dan Risma ikhlas merawat Ibu. Kurang sabar apa Risma selama ini jadi menantu Ibu. Tak pernah mengadukan hal yang aneh-aneh. Dimaki pun cuma diam, menyahut pun masih dalam batas wajar saat sudah b
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 8"Bang, kayu yang udah nggak dipakai boleh aku minta nggak?" tanya Jaka ragu pada Bang Ari-mandornya saat jam makan siang tiba."Kayu yang mana?" Bang Ari balik bertanya. Tatapannya tak beralih dari ponsel di tangannya."Itu yang di pojok situ!" tunjuk Jaka pada setumpuk kayu yang ada di pojok bangunan bersebelahan dengan karung bekas semen yang masih berserakan.Bang Ari mendongak dan menatap sekilas tumpukan kayu yang dimaksud anak buahnya itu. Lalu fokus pada ponsel lagi. "Ambil saja. Mau buat kayu bakar?" tanyanya tanpa menatap Jaka. Tangannya sibuk menekan-nekan ponsel pintarnya."Mau buat kursi," jawab Jaka enteng.Bang Ari melirik Jaka yang berdiri di sampingnya dengan dahi berkerut. "Kursi mainan?" tanyanya lagi."Buat apaan kursi mainan, Bang. Kursi beneran lah!" sahut Jaka. Sontak Bang Ari tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Jaka."Bikin kursi pakai kayu itu mah sekali duduk juga roboh, Jaka!" ucap Bang Ari meremehkan."Ahh, belum dicoba mana
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 9"Mas, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Risma serius.Jaka meraup udara dengan rakus, lalu membuangnya perlahan. Sebelah tangannya berkacak pinggang, sedangkan yang lain memijit pelan pelipisnya."Ceritanya panjang, Dek!" ucap Jaka lesu."Ya sudah, nanti Mas cerita di rumah, barangkali aku bisa membantu, biar masalah ini nggak berlarut," sahut Risma."Sekarang kita keluar. Bersikap biasa saja. Anggap saja tidak dengar dan tau obrolan mereka. Kendalikan emosi kamu, Mas! Semua ada jalan keluarnya, hanya butuh waktu dan berpikir yang tenang, jangan gegabah," sambungnya.Jaka mengangguk, lalu meraih tangan istrinya. "Terima kasih, buat segalanya!" ucapnya tulus."Haishh, lebay!" kekeh Risma lalu melangkah terlebih dahulu setelah melepaskan tangannya yang digenggam Jaka.Jaka tersenyum, dia merasa beruntung sekali mempunyai istri seperti Risma. Dalam hatinya berjanji akan berusaha lebih keras lagi agar kehidupannya lebih baik, bisa membahagiakan dan menuruti
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 10Siapa Wulan? Risma bahkan baru tau namanya dari Bu Ida. Ia sangat penasaran, padahal biasanya sangat masa bodo."Emang suami kamu nggak pernah cerita, Ris?" tanya Bu Ida setelah menangkap keterkejutan dari wajah Risma. Risma hanya menggeleng sambil tangan menyuap pepaya mengkal sebagai jawaban.Bu Ida hanya tersenyum mengangguk. "Baiknya, tanyakan pada suamimu. Itu lebih baik. Kalau denger dari ibu, nanti malah takut salah. Takutnya ... apa yang ibu dengar dan sampaikan sama kamu tidak akurat. Kalau Jaka, pasti lebih tau," ujar Bu Ida bijak, ia takut salah bicara, apalagi Risma sama sekali tidak tau apa-apa.Dalam hati Risma menerka-nerka, tentang siapa Wulan. Feelingnya mengatakan Wulan itu mantan istri Mas Joni. Hari ini benar-benar banyak kejutan bagi Risma. Dari mulai sikap ibu mertuanya yang sedikit lebih baik dari pada biasanya. Mata sembabnya yang menunjukan jika dia habis menangis lama. Entah apa yang dikatakan suaminya tadi pagi pada ibu mertuany
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 11Risma panik mendengar teriakan ibu mertuanya. Dia berdiri, lalu duduk lagi. Tangannya saling meremas. Ia bigung harus berbuat apa. Tidak mungkin meninggalkan Alika seorang diri di teras, sedangkan hari sudah gelap. Membawanya masuk ke dalam juga tak mungkin."Ayo, Risma, berpikir!" monolog Risma sambil berjalan mondar mandir. Tangannya saling meremas satu sama lain. Risma teringat kamar Mas Jaka di rumah ini. Kamar itu berdampingan dengan ruang tamu, ada di sebelah kanan, ukurannya lebih kecil dibanding kamar lain di rumah ini. Sedangkan pintu ke ruang keluarga ada di ujung ruang tamu sebelah kiri. Ia menggendong Alika, dengan hati-hati melangkah memasuki ruang tamu, takut terkena pecahan gelas.Di depan kamar yang di tuju Risma celingak celinguk mencari kunci, karna ternyata kamar itu terkunci. Pandangannya tertuju pada kunci dengan gantungan boneka panda kecil yang tergeletak di meja kecil diujung tembok. Risma lalu mengambilnya, lalu membuka kamar yan
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 12Jaka mengantarkan Risma terlebih dahulu. Sampai di rumah ia membantu membukakan pintu dan membawakan martabak yang mereka pesan tadi. Risma sendiri menggendong Alika. Risma langsung merebahkan putrinya di kamar. Lalu menghampiri suaminya yang duduk di karpet ruang tamu."Mas, pergilah! Selesaikan masalah keluargamu dulu, jangan dibiarkan berlarut-larut. Ibu sudah tua, tidak seharusnya dibebani dengan hal-hal yang seharusnya tidak beliau pikirkan," ucap Risma bijak. Walau sering kali dicela dan dimaki, entah mengapa Risma justru iba melihat keadaan ibu mertuanya itu."Tapi, Mas Joni juga keras kepala. Sulit sekali memberi pengertian pada mereka, Dek!" sahut Jaka seperti putus asa.Risma menghela nafas kasar. Ia tau ini sulit, karna mungkin masalahnya sudah terlalu lama dan akan mengorek luka lama."Tenangkan dulu Ibu dan Mas Joni. Selanjutnya kita cari jalan keluarnya bersama. Barangkali aku bisa bantu jika sudah tau semuanya. Jujur, aku mau kasih saran ju
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 13"Duduk!" bentak Jaka karna kakaknya masih berdiri bergeming menatap nyalang ibunya, hanya tangannya sudah ia turunkan.Joni melengos, menghembuskan nafas kasar lalu duduk di sofa dengan sedikit kasar."Bu, aku sudah bilang kan, jaga sikap Ibu! Kalau Ibu seperti ini terus, bukan tak mungkin suatu saat bisa kehilangan anak, nggak hanya kehilangan menantu," ucap Jaka tegas."Maaf jika pada akhirnya Jaka harus bicara apa adanya, meskipun itu akan menyakiti hatimu, Bu. Aku hanya ingin keluarga ini rukun dan utuh. Hanya Ibu orang tua kami sekarang. Setelah Bapak wafat, otomatis tanggung jawab menjaga Ibu ada pada kami. Terkadang, sikap Ibulah yang membuat kami jengah. Jika bukan karna Risma pun, mungkin aku juga sudah menyerah menghadapi sikap Ibu. Semua belum terlambat, apa yang tersisa masih bisa diperbaiki agar lebih baik dikemudian hari. Yang sudah, ya sudah, maafkan lupakan," papar Jaka panjang lebar.Bu Dewi menunduk tajam, tak berani menatap anak-anaknya