"Saya tidak bisa!"Jawaban tegas dari Morgan ini, membuat Lea meradang."Tapi mama saya sedang sakit, pak. Masa bapak nggak kasihan sama kami," hibah Lea memelas."Besok anda harus menikah dengan tuan muda. Saya tidak mau ambil resiko sama kemarahan tuan Vincenzo."Lea memaksakan diri berdiri, meski rasa enggan masih menyelimuti."Tapi seharusnya pengantin wanitanya itu bukan saya.""Tapi tuan muda menghendaki anda!"Lea terdiam, tak berani menyanggah lagi. "Percayalah, nona. Memang begitulah cara tuan muda dalam berpikir, tapi yakinlah, kalau semua akan baik-baik saja kalau kita nurut sama beliau." Kalimat yang mirip seperti ucapan Sekretaris Li, sewaktu Lea dalam keraguan."Apa yang harus saya lakukan, pak?""Keluarlah, nona. Saya menunggu di depan. Jangan mempersulit diri. Meskipun saya tahu apa yang terjadi, tapi paling tidak, tuan muda masih menghormati anda."Seorang wanita berwajah hispanik masuk, Lea spontan beranjak keluar, dan memang benar, Morgan sudah berdiri menunggu, ta
Setelah beberapa jam berselang, jam menunjukkan pukul 10 malam waktu Milan. Lea masih saja tak bisa tidur, karena kedua matanya tak bisa di ajak terpejam.Lea beralih ke depan cermin full badan dengan di apit 2 pot berisi bunga mawar merah muda."Presdir Vin," ucapnya lirih. Lea seakan ingin mengucapkan langsung pada orangnya, tapi setelah dia menelpon sekali, ponsel milik atasannya ini sedang tidak aktif.Bagaimana tidak? Lea di buat terperangah kembali, saat pesan Vin masuk, berupa screenshoot pemindahan dana sebesar 1 miliar, sesuai janji Vin.Uang itu telah masuk ke dalam rekeningnya, bahkan sebelum surat perjanjian kontrak pernikahan mereka belum dia tandatangani.Hati Lea girang bukan kepalang. Baru kali ini mendapatkan uang berjumlah besar laksana menang undian. Tapi tidak dengan isi kepalanya.Lea masih saja mencampur tiap hal baik yang di lakukan Vin, dengan kebencian, bilamana mengingat tabiatnya."Tapi tidak. Aku nggak akan gunakan uang itu dulu," putus Lea di utarakan pad
Vin tak lantas langsung menjawab, tapi melangkah maju, menaiki gazebo di tengah kanal buatan, hingga lebih mendekat pada Lea, barulah memberikan tanggapan."Lea. Sudah berulang kali ku katakan, aku tahu banyak dengan apa yang ada di sekitarku, terlebih itu kamu."Belum juga Lea menjawab, tapi Vin sudah menyela."Jangan tanya , kenapa? Jawabanmu itu mudah banget di terka. Selalu saja mengulang bagian akhir dari ucapanku!" geram Vin. Lea semakin tersipu. Vin selalu saja bisa membuat perasaannya naik turun seperti roller coaster atau swinger.Dalam posisi menunduk malu begini, Lea jadi semakin terlihat cantik. Terlebih tanpa memakai kacamata bergagang hitamnya. Vinpun dengan leluasa menikmati tanpa Lea ketahui. Hal yang juga dia lakukan, saat menatap Lea dari arah pintu beranda, sebelum ke halaman belakang. Bin sempatkan berhenti sebentar, hanya untuk mengagumi kecantikan Lea dari kejauhan.Baru setelah Lea mengangkat wajahnya kembali, Vin palingkan muka ke arah samping."Berarti, say
"Anu pak...hmm....apa...""Anu-anu!" sentak Vin menyela. "Itu mulut kalau ngomong pake saringan, jangan asal ngablak aja!"Lea menunduk takut.Vin berdecak kesal, karena selalu saja Lea lakukan hal yang sama."Mau nangis?" pertanyaan Vin tanpa perlu jawaban Lea. "Ck. Sudah hentikan. Sudah telat, tahu!" Vin raih tangan Lea, lalu di tarik agar mengikutinya. "Kita lewat samping sini saja, biar pipi kamu jangan sampai ketampar lagi. Sama saja, sok-sokan bilang wanita tangguh, tapi aslinya cengeng!"Lea kerutkan dahi. Pada awalnya, merasa kesal pada Morgan, yang ternyata memang bermulut ember, tapi tertutupi oleh rasa penasaran akan salah satu bagian kalimat yang di ucapkan Vin.Sama saja? Bukankah ini lebih tertuju pada orang lain dengan model sama dengan Lea, tapi siapa? Dan apa yang sebenarnya di maksudkan oleh Vin?Setelah beberapa detik, Lea menyadari hal baru lagi, sehingga tatapannya beralih pada apa yang dia rasakan. Tangan Vin yang menggenggamnya terasa dingin seperti es, tapi ti
"Anda pasti gugup, dalam hitungan menit anda akan menjadi istri dari pria pembuat banyak wanita patah hati."Tanpa keluarga, teman, bahkan orang-orang di sekitarnya kini baru di kenal, tentu membuat Lea tak nyaman dengan pertanyaan dari asisten Giovanni ini."Gugup?" pertanyaan ini lebih tertuju pada diri Lea sendiri. "Tidak. Saya santai.""Benarkah? Tapi sewaktu anda memakai baju pengantin, saya bisa rasakan anda bergetar.""Begitukah menurut anda? Tapi saya nggak merasa seperti itu," sahut Lea masih berusaha menutupi."Sudah 10 tahun lebih saya jadi asisten di Versace. Anda pasti tahu, seperti apa klien-klien kami."Lea merasa tak enak, lalu buru-buru mengalihkan pembicaraan, karena asisten Giovanni ini terlihat tersinggung."Hum...apa anda punya kenalan pengacara perceraian?" keraguan Lea, tapi rasa ingin tahu lebih besar daripada urat malunya.gcmtkv66c6gg"Buat apa? Anda tidak sedang berpikir untuk...""Tidak tidak, bukan. Hanya..." Lea bingung sendiri. Sekitarnya seperti berpiha
Lea dan Vin saling bertatap dalam ketegangan. Tentu saja hal semacam ini tidak ada dalam skenario rencana mereka berdua."Ayo Tuan Vincenzo, cium pengantin anda!" pekik MC acara riang.Tak menunggu lama, Vin lebih maju lalu meraih pinggang ramping Lea, lalu menariknya mendekat. Kini tubuh mereka saling menjerat, saat satu tangan Lea beringsut menyentuh dada Vin lalu ke arah pundaknya."Sebaiknya kamu turuti maunya MC, " ujar Vin santai. Semakin di rengkuh lebih erat tubuh langsing Lea, begitu juga wajahnya yang terdongak jadi lebih menyatu dengan Vin.Bau mint, khas dari mulut Vin tercium segar, sontak membuat Lea refleks menutup kedua matanya. Sebuaj sapuan lembut menyentuh bibir mungil Lea berhias lipstick warna merah muda mengkilat. Lea masih bisa rasakan hawa hangat dari tubuh, seperti di lorong tadi, namun kali ini di sertai bonus berupa bibir penuh, beraroma khas mint dari Vin.Vin apit bibir tipis Lea di antara lumatan kilat namun dalam, penuh gelora ini. Tepukan tangan yang s
"Baiklah kalau begitu, Pak. Anda tidur di kasur, saya di sofa," putus Lea sepihak, sebelum berpamitan keluar ruangan.Gerak memutar balik, kemudian di iringi suara ujung heels yang di lakukan Lea, diam-diam membuat Vin terkesima.Bagian punggung Lea terlihat, ketika Vin berposisi di belakangnya seperti ini. Kenangan Vin akan mendiang ibunya kembali mengganggu pikirannya. Bila rambutnya tergerai seperti ini, bagi Vin, Lea benar-benar seperti reinkarnasi sosok mendiang Letizia, ibunya. Hal ini semakin membuat Vin merasa punya ikatan tak terkatakan dengan Lea.Lea yang tak menyadari kegalauan batin Vin ini sudah berada di dalam kamar utama yang sebenarnya di siapkan untuk Vin."Bau minyak wangi ini. Kenapa seperti selalu mengikutiku," gumam Lea saat melihat botol berisi cairan khas harum tubuh Vin tersebut, di meja nakas.Tidak seperti biasa, sengaja menghempaskan tubuh di atas kasur sebagai luapan mood hari ini, kali ini Lea duduk di pinggir kasur dengan hati-hati, sembari mencari keb
Lea melengos, tak menhindahkan perintah Vin, meskipun dia atasan dan pemberi fasilitas fantastis untuk hidupnya ke depan."Saya ganti di kamar mandi tamu saja," ucap Lea, sekaligus sebagai bentuk kata pamit. Kesal sih, tapi Lea masih berusaha bersikap sopan dengan ucapan lembutnya.Lea keluar kamar utama mansion dengan ekspresi dongkol bukan kepalang."Emangnya Presdir Vin ngira gue salah satu mainan dia!" gerutu Lea. "Enak saja. Awas saja kalau malam ini dia coba aneh-aneh sama gue lagi. Kalau perlu tendang, gue bakal lakuin beneran!" umpat Lea berkobar-kobar.Setelah sampai di lorong samping, sampailah Lea di depan kamar mandi tamu berukuran lumayan besar.Lea mengintip ke dalam terlebih dulu, sebelum akhirnya masuk dengan gerak takut-takut."Masa ada hantunya beneran, sih? Setan-setan please. Hantui orang itu aja, jangan gue. Kayaknya, dosa dia lebih banyak daripada gue," harap Lea, mengkambing hitamkan atasannya sendiri.Baru usaha pertama Lea membuka resleting, tapi langsung di