Home / Romansa / ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN / 3. Suami Dari Kota

Share

3. Suami Dari Kota

Author: Mastuti Rheny
last update Last Updated: 2023-07-26 18:42:54

“Mas ....”

Tanpa sadar aku menarik nafas panjang saat mendengar kalimatnya barusan. Ia menjauhkan wajahnya, kemudian menatap penuh padaku. Ada sorot kagum, penuh kerinduan yang kutangkap dari matanya kala menatapku.

“Kamu sudah membuatku lama menunggu, Rindu.”

Aku kembali dibuat terkesiap oleh kalimat Mas Bara. Kami bahkan tidak akrab, bagaimana mungkin ia sudah lama menungguku?

Namun, karena kalimatnya itulah aku kembali teringat oleh berbagai tanya dalam kepala. Apa yang membuat seseorang seperti Mas Bara dengan ketampanan dan kemampanannya memilih untuk memperistri diriku yang cuma seorang gadis desa? Ditambah lagi, dengan nama baik yang sudah tercoreng karena peristiwa itu.

Posisi kami bagaikan bumi dan langit. Mas Bara orang terpandang dengan pendidikan yang pasti tinggi, kalau tidak mana mungkin dia bisa merancang bangunan jembatan. Satu lagi yang selalu membuat para gadis kampung sepertiku bangga, adalah bahwa pria yang sudah memperistriku itu berasal dari kota. Kabarnya, Mas Bara berasal dari Ibukota, sangat jauh dari desaku yang berada di kaki gunung.

“Aku tahu ada yang ingin kamu sampaikan. Bicaralah.”

“Mas, apa yang membuat Mas bersedia menikahiku?”

Aku mulai membuka suara dan mengatakan rasa ingin tahuku yang paling besar saat ini. Aku sendiri masih meraba-raba sendiri alasannya tapi tetap tak bisa menemukan kepastian apapun. Terlebih ketika Mas Bara sekarang malah kian memandangku lekat sembari menyunggingkan segaris senyuman yang kian membuat dadaku berdebar. Napasku bahkan seolah tertahan karena terseret pada pesona wajahnya yang tampan paripurna.

“Ada banyak hal yang membuatku begitu mudah untuk memilihmu." Ia kembali mengunggingkan senyuman tipis ke arahku. "Kalau aku bilang aku kepincut sama kecantikan kamu, apa kamu kemudian berpikir kalau aku sama mesumnya seperti orang-orang yang ingin memiliki kamu sebelumnya?”

Napasku semakin tercekat. Kecanggungan yang aku rasakan semakin membuat tubuhku kaku. Ketika Mas Bara kembali menggerakkan tubuhnya mendekatiku, aku bahkan hanya bisa terpaku. Tangannya yang kokoh kembali membelai wajahku, menyentuh dengan sepenuh perasaan pada kening, hidung, kedua pipiku dan setelah itu dia mengusap lebih lama pada bibirku.

Mas Bara terus saja memandangiku dengan tatapan penuh arti. Bahkan kini aku melihat ada kilat gairah pada sepasang matanya.

“Kecantikanmu terlalu luar biasa untuk ukuran seorang gadis desa." Ia membuat jeda beberapa saat. "Kepolosanmu membuatmu senantiasa dalam bahaya. Kamu membutuhkan pelindung yang bisa melindungi kamu, seorang pelindung yang kuat.”

Aku hanya bisa diam terkesiap mendengar kata-katanya. Aku masih merasa bingung mendengar kata-katanya. Pujiannya terlalu berlebihan karena aku tak pernah merasa diriku secantik itu.

“Percayalah, untuk sekarang dan selamanya ... aku akan selalu melindungi kamu.”

Perlahan Mas Bara kemudian kian mendekatkan wajahnya. Sementara aku masih mematung di depannya bahkan menjadi diam tak mampu bergerak sama sekali.

Meski aku tahu apa yang akan dilakukannya, nyatanya aku tak kuasa berontak hingga akhirnya Mas Bara mulai mendaratkan ciumannya pada bibirku. Ia memagut dengan begitu lembut yang nyata mampu membawaku melayang ke awang-awang, menghapus canggung dan rasa gelisahku. Ketika cumbuan Mas Bara semakin dalam dan menuntut, aku mulai kehabisan napas hingga membuatku terengah ketika suamiku mulai melepaskan pagutannya.

Mas Bara kembali menyunggingkan senyumnya saat aku spontan memegangi dada yang semakin berdebar tak karuan. Keringat dingin mulai mengucur di dahiku. Kedekatan seperti ini benar-benar terlalu meresahkan.

"Bagian itu, aku akan memintanya nanti." Mas Bara kemudian berdiri dan menanggalkan pakaian atasnya, membuatku memalingkan wajah.

Teringat oleh pesan ibuku sebelum akad tadi, aku buru-buru menawarkannya air hangat. Udara di sini sudah cukup dingin, kasihan kalau ia harus mandi dengan air kran yang mampu membuat tubuh menggigil.

Saat Mas Bara mandi, aku segera mengganti pakaianku mumpung Mas Bara tidak berada di dalam kamar. Aku masih sangat canggung menampakkan ketelanjanganku di hadapan pria yang baru beberapa jam berstatus sebagai suamiku itu.

Ketika akhirnya Mas Bara mulai masuk ke dalam kamar dan melihatku memakai abaya panjang yang biasa aku pakai sehari-hari, suamiku malah meresponnya dengan helaan nafas panjang.

“Apa kamu selalu tidur dengan pakaian seperti itu?” tanya Mas Bara sembari mengusap rambutnya yang sekarang basah dengan handuk.

Aku yang sedang menyisir rambutku di depan cermin melirik sekilas ke arahnya dan langsung menahan napas ketika melihatnya kembali membuka bathrobe yang dipakainya.

Pahatan tubuhnya yang sempurna kembali terunggah jelas, terlalu mendebarkan untuk gadis polos seperti aku yang sebelumnya tak pernah berdekatan dengan pria manapun.

“Kamu kenapa?”

Mas Bara kemudian mendekat seakan memaksaku untuk memandangi semua pesonanya dengan lebih jelas. Perut berotot yang berbentuk seperti ada kotak-kotaknya itu malah didekatkan padaku yang sekarang hanya bisa mematung dan tak berkutik.

Aku langsung menunduk menjadi terlalu canggung.

Tak mendapatkan jawaban dariku, Mas Bara kemudian kembali bertanya. “Apa kamu tidak punya lingerie dan semacamnya?”

“Apa?”

Aku mengernyit, kembali tak paham dengan apa yang dikatakan suamiku. Dari tadi, sudah beberapa kosakata asing yang kupelajari dari Mas Bara. Mulai dari heater; alat pemanas air yang otomatis keluar dari kran, bathrobe; jubah mandi yang tadi ia gunakan, hingga kini ... Lingerie.

“Kamu juga tidak tahu apa itu lingerie?’

Aku langsung menunduk dan menggeleng. Ternyata mempunyai suami orang kota itu sangat sulit. Terlalu banyak benda yang tidak aku ketahui. Mas Bara bahkan begitu terkejut saat tahu kalau aku tak memiliki ponsel tadi. Untuk gadis desa sepertiku yang hanya tamatan SMA, dan bekerja serabutan ... Ponsel pintar memang sebuah barang mewah yang sulit kugapai.

"Apa itu?"

Kali ini Mas Bara tak menertawakan ketidaktahuanku. Dia malah menepuk keningnya sendiri. “Sudahlah kalau begitu kamu lepaskan pakaian kamu, lalu kita tidur.”

Ketika mendengar permintaan suamiku spontan aku meletakkan kedua tanganku di depan dada. Sementara tanganku yang sebelah yang masih belum sembuh benar tetap aku gantung.

“Apa Mas memintaku untuk tidur dengan telanjang?”

Aku sudah bergidik ngeri memikirkan semuanya. Mas Bara malah menatapku dengan tegas.

“Iya, karena aku akan mulai memberikan kamu pelajaran pertama yang harus kamu pahami sebagai istri dari Richard Sembara.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   277. Bahagia Selamanya

    “Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   276. Di Bawah Ancaman Raymond

    Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   275. Sikap Dingin Mami Sally

    “Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   274. Dikepung Rasa Curiga

    “Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   273. Mulai Mencurigai Lina

    “Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan

  • ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN   272. Jatuh Koma

    Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status